EMPAT PULUH SATU . SATU
❄❄❄Fachri memberhentikan mesin vespanya tepat di depan gerbang rumah milik keluarga Tassia. Tassia turun dari kursi penumpang dan melepaskan helm. Merapihkan kembali kuncir kudanya. Fachri juga sama, melepaskan helm. Padahal hanya dua blok dari rumah Nico ke sini. Demi keselamatan, jadi mereka berdua pakai helm.
Fachri tersenyum penuh dengan artian. Senyumnya ke atas, membuat matanya lebih menyipit.
"Ngapain lo? Senyum senyum sendiri?" Cetus Tassia dengan tangan terlipat di depan perut.
Fachri menurunkan senyumannya. Merubah suasana wajahnya seratus delapan puluh derajat. "Nggak boleh apa gue senyum sedikit." Rengeknya.
"Ya.. Boleh lah." Ucap Tassia. "Ada maunya pasti lo senyum kayak gitu."
"Emang ada." Serobot Fachri.
Tassia langsung menaikan satu alisnya.
"Ibu lo ada di rumah?"
"Mau ngapain lo?"
"Ngapelin lo." Celetuk Fachri tanpa di saring dulu.
Tassia langsung berdesis kesal dengan ekspresi wajah datar. Sepertinya Tassia mulai tertular penyakitnya Nico. Manusia es.
"Ada ga?" Tanya Fachri lagi.
"Ada." Jawab Tassia malas. "Kenapa?"
"Huh, teman gue yang satu ini baru deket sama Nico aja udah ketularan dinginnya. Ya ampun."
"Pacaran." Ralat Tassia, langsung. Dan sukses membuat Facri berekspresi kaget.
"Beneran?" Tanya Fachri lagi, sepertinya Facri mulai ketularan guru BK yang banyak tanya. "Serius?"
"Iya. Lo mau ngapain ke rumah gue, Fachri?" Tanya Tassia kembali ke topik awal.
Wajah Fachri seperti sedang berfikir keras. Matanya melihat lihat kearah langit seperti sedang mencari penerangan. Lalu Fachri memejamkan matanya sebentar.
Emangnya Fachri punya otak? Sok sok an mikir.
Tassia hanya melihat gerak gerik Fachri sampai Fachri menjentikan jarinya sendiri setelah membuka matanya. Seperti baru saja mendapatkan sumbangan otak.
"Boleh tolong cariin gue kerja gak?"
"Umur lo berapa tahun?"
"Enam belas." Ucap Fachri tanpa ragu. "Tapi gue udah siap kerja kok."
"Kenapa lo nggak tanya aja ke Nico. Siapa tau dia bisa bantu." Jelas Tassia.
Tiba tiba Fachri memasang wajah melas, prihatin bercampur jadi satu. Sudah jelas dari tatapan matanya fachri sangat ingin menjelaskan apa maksud dan tujuan dia kerumah Tassia. Tapi susah di ucapkan. Mungkin itu yang sekarang sedang dirasakan Fachri.
"Cha, lo taukan orang tua gue kemana?"
Tassia mengangguk. Gadis manis itu kembali ingat kejadian bagaimana kehidupan Fachri yang dulu dan berujung sampai sekarang dimana menyangkut pautkan kehidupan keluarganya.
"Kalau gue nggak ngapa ngapain, gue bakalan nggak punya apa apa dua bulan kedepan, cha." Ucap Fachri. "Pasti lo ngertikan kenapa gue minta tolong ke lo doang?"
Tassia menatap wajah Fachri dengan hitam pekatnya. Memfokuskan apa yang harus ia lakukan sekarang kepada temannya yang satu ini. Bisa juga di bilang sebagai sahabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coldest Senior✔
Fiksi Remaja[Completed] Kalian tahu rasanya memperjuangkan seseorang tapi yang diperjuangkan sama sekali tidak mengerti artinya perjuangan? Dua orang yang selalu bertolak belakang. Tassia menyukai keramaian, heboh dengan dirinya sendiri, selalu punya teman bany...