DUA PULUH LIMA
❄❄❄
Emosi, rasa penyesalan bercampur aduk menjadi satu. Sampai Nico tidak konsen untuk menyetir hari ini dan hampir menabrak pohon besar yang ada di tepi jalan. Langsung saja, lelaki itu mengerem mendadak takut akan terjadi hal hal aneh.
Papa sudah nyiapin tempat tinggal kamu disana. Kemungkinan kamu akan meninggalkan jakarta. Sekolah kamu sudah papa urus dan bisa langsung sekolah di jerman.
Perkataan papanya tadi pagi membuat Nico merasakan penyesalan. Dalam pikiran Nico, kenapa baru sekarang dia mencintai Tassia pada saat saat harus pergi ke jerman. Apa lagi menetap. Nico mengutuk dirinya dalam penyesalan.
Soal kaka kamu jangan khawatir. Dia nggak akan ikut campur masalah kamu ke jerman.
Nico menarik Nafas dalam dalam lalu menghembuskannya pelan pelan. Pikirannya berputar putar. Jarum panjang di arlojinya terus berputar dan membuat dia hampir kehilangan waktu untuk take off pesawat hari ini.
Hari ini dia, harus terbang ke jerman sebelum itu dia akan menaruh motor kesayangannya ini di rumah dan langsung berangkat ke bandara diantar oleh bunda. Papa? Rendy? Papa sibuk, mengurus semua data data kepindahan Nico. Dan Rendy mana mungkin akan datang kalaau hanya mengucapkan kata perpisahan.
Sepanjang jalan Nico tidak bisa fokus.
Menyesal, menyesal, menyesal. Yup, Nico sangat menyesal. Bagaimana kalau Tassia diambil orang setelah kepulangannya? Atau bahkan lebih menyesalnya ketika di jari manis Tassia sudah ada cicin setelah tiga tahun nanti tidak bertemu? Ah, sial! Berhentilah berfikiran seperti itu Nico. Kamu baru saja memulai penyesalan.Btw, Fachri tidak akan mengambil Tassia dari Nico. Dia sudah menjadi milik Hani setelah pulang dari pengambilan rapot semester tempo hari. Fachri menemukan pecahan puzzle dari perkataan Tassia yang selama ini membuatnya bingung.
Tapi entahlah kalau untuk sahabat kecilnya Tassia, Lio. Nico masih khawatir kalau Lio mencoba lagi untuk menjadi milik Tassia. Kedekatannya, jujur membuat Nico iri.
Dulu Tassia selalu mengejar Nico, memanggil Nama Nico dari kelas lalu mengumpat di balik pintu kelas, Padahal Nico melihat. Tassia memperhatikan Nico dari depan kelasnya, matanya Tassia tidak pernah terputus untuk memperhatikan Nico saat rapat osis. Tassia berusaha dekat dengan alasan tugas osis. Semua itu membuat Nico risih. tapi sekarang setelah difikir fikir, Itu yang namanya perjuangan. Dia masih berjuang walaupun pernah merasakan malu berantem dengan Maya di depan semua senior dan itu terjadi dua kali. Dan sekarang Nico baru menyadari, dia harus membalas perjuangan Tassia. Tapi, untuk sekarang mungkin tidak bisa.
❄❄❄
"Hati hati ya sayang, jaga jadwal makan kamu. Jangan sampai terlalu sibuk. Bikin jadwal untuk kamu kerja dan sekolah." Bunda mencium dahi Nico dengan penuh kasih sayang walaupun Nico bukan anak kandungnya. Tapi Nico juga sama, dia merasakan bahwa sosok mamahnya ada dalam tubuh bunda. "Sampai sana, cepat cepat kabarin bunda."
"Siap bun," Nico mengambil tangan Bunda lalu mencium punggung tangan itu. "Vano udah besar, nggak perlu di khawatirin."
"Vano--"
"Bunda, udah deh. Vano udah bisa jaga diri. Nasihat bunda, Vano laksanain kok." Langsung memeluk bundanya itu. Dan hanya bunda yang saat ini bisa Nico peluk untuk mengucapkan salam perpisahan. "Bun udah, Vano nanti telat naik pesawatnya."
Bunda langsung melepaskan pelukannya itu dan langsung menyeka air mata yang menetes membasahi pipi bunda.
"Vano nggak usah di tangisin kali bun. Vano berangkat ya," tangannya meraih koper dan langsung pergi meninggalkan bunda Tari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coldest Senior✔
Ficção Adolescente[Completed] Kalian tahu rasanya memperjuangkan seseorang tapi yang diperjuangkan sama sekali tidak mengerti artinya perjuangan? Dua orang yang selalu bertolak belakang. Tassia menyukai keramaian, heboh dengan dirinya sendiri, selalu punya teman bany...