DUA PULUH TUJUH
❄❄❄Koridor sekolah tercinta. Karena baru pertama masuk sekolah lagi di semester baru, jadinya belajar tidak terlalu efektif dan Tassia dengan lagkah yang rigan terlihat biasa saja merewati kawasan senior. Ya, dulu situasi seperti ini sangat menegangkan karena Tassia selalu saja di bully dengan kelompok nya Maya. Tapi sekarang? Tenang saja, masalah itu sudah lewat dan Maya tidak ingin berurusan lagi dengan Tassia semenjak Tassia dekat dengan Alfi dan teman temannya.
Tangan yang asik mengenggam tali tas punggung. Tiba tiba, tubuh Tassia di tarik cepat dan masuk ke dalam kelas dua belas. Tepatnya kelas dulunya Nico. Tassia berusaha memberontak, karena dia sama sekali tidak mau masuk ke dalam kelas itu. Bisa bisa mengingatkan dia dengan Nico. Payah.
"Tassia, sini! Liat nih siapa?"Alfi masih terus menarik tas milik Tassia.
"Ngapain sih lo bawa gue kesini? Inikan kawasan kelas sebelas. Lo mau mempermalukan gue?" Bantah Tassia dan sedikit membentak Alfi. Padahal Tassia tidak ingin mengingat ingat lagi Nico seniornya itu. Tassia belum tahu siapa yang ada di layar laptop sana.
"Loh, ka Nico?" Mata Tassia membulat. Kelihatannya Tassia baru menyadari Nico ada di layar laptop Alfi setelah Alfi menarik paksa Tassia untuk melihat ke arah layar laptop.
"Iya kenapa? Tassia Devicaly?" Ah, suara Nico langsung menyejukan pagi hari Tassia. Pipi Tassia berubah warna menjadi merah seperti tomat matang. Ini memalukan, bahkan ini lebih memalukan karena dia berada di kawasan senior. Tassia bersemu.
Tassia langsung menjauh dari laptop dan menuju pintu kelas untuk keluar. Seraya teriak gemas tidak peduli sekitarnya kelas sebelas "Tambah ganteng. Ya ampun."
Brukkk
Tassia langsung berjongkok untuk mengambil semua barang barang yang terjatuh karena di tabraknya tadi. "Eh sori sori. Gue---" mata Tassia melihat temannya di ujung koridor kelas sebelas yang pastinya mengarah ke koridor kelas sepuluh. Langsung saja Tassia lari menghampiri Hani. "Lu beresin sendiri tuh buku buku. Maaf sebelumnya." Teriak Tassia yang lamakelmaan menghilang dari kejauhan.
Orang yang tadi di tabraknya hanya tersenyum pasrah melihat buku bukunya jatuh berhamburan begitu saja. Sedikit mengukirkan senyuman manis karena melihat kelakuan Tassia tadi. Setelah cukup membereskan buku buku yang tadi berhamburan. Lelaki itu bergegas menuju ke ruang kelasnya.
"Woi Hani," teriak Tassia yang berada di belakang Hani sambil berlari.
Hani menoleh ke sumber suara yang benar benar seperti dentuman panci yang tidak beraturan. Begitulah suara Tassia. "Anjir orang gila." Umpat Hani.
"Tumben datengnya pagi," sapa Tassia sesekali mengatur nafas. "Anak rajin."
"Ca, lo aneh banget sih." Oceh Hani. "Ini masih pagi loh, lo udah keringetan begini."
Tassia menyeka keringatnya di dahi dan kembali mengatur nafas yang masih terengah engah. "Ah ya tadi ini gue di tarik tarik sama Alfi buat masuk kekelasnya, dan gue ngeliat Nico." Diikuti dengan teriakan kegembiraan Tassia.
"Terus apa lagi?" Balas Hani antusias.
"Trus gua lari keluar kelasnya dan nabrak cowo nggak tau siapa. Sampai buku buku yang di pegangnya jatuh dan pas gue ngeliat lo, gue langsung ngibrit." Jelas Tassia, "capeeeeeek."
"Lo nggak bantuin itu cowo?"
"Ngapain," singkat Tassia dan lengsung meneguk air dari botol minum milik Hani. Hani yang tidak mengetahui sejak kapan botol minum miliknya sudah bersama dengan Tassia itu mata Hani langsung melotot ingin keluar. Selesai meneguk air minum. Tassia dengan tanpa tidak bersalah langsung mengembalikani botol minum itu yang airnya tinggal setengah botol. "Nih buat lo."
![](https://img.wattpad.com/cover/96208080-288-k337293.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Coldest Senior✔
ספרות נוער[Completed] Kalian tahu rasanya memperjuangkan seseorang tapi yang diperjuangkan sama sekali tidak mengerti artinya perjuangan? Dua orang yang selalu bertolak belakang. Tassia menyukai keramaian, heboh dengan dirinya sendiri, selalu punya teman bany...