42 | Last?

3.5K 128 3
                                        

EMPAT PULUH DUA
❄❄❄

Tassia bersenandung kecil, mengikuti lantunan lagu yang sekarang sedang naik daun. sesekali mata Tassia memperhatikan gerakan dan fokusnya Nico yang sedang mengendarai mobil. pandangannya lurus, dengan wajah datar, menambah bagaimana Nico dijuluki sebagai monster es.

gadis manis itu asik memandangi keluar kaca mobil, melihat rintikan hujan mulai jatuh, walaupun kecil sempat memenuhi kaca mobil. Tassia kembali lagi melirik Nico yang masih serius.

"kamu mau kemana lagi?" Tanya Nico yang masih memandang lurus ke jalan depan.

Tassia sedikit kaget. tiba tiba dirinya sendiri gugup. mungkin lebih kesalah tingkah, karena Tassia ketahuan memandangi Nico. "ke ke kerumah aja."

"beneran?"

Tassia memalingkan wajahnya lagi kembali menatap rintikan hujan di luar kaca sambil berbisik kecil. "nggak sih sebenernya."

"yaudah kita kerumah."

mata Tassia membuka lebar. pasalnya, Nico tidak mengerti apa yang dimaksudnya. memang dasarnya setiap lelaki harus mengerti pasangannya.

"kenapa?"

"nggak pa-pa."

"oh" balas Nico lebih tidak peduli lagi.

bibir Tassia terlipat ke dalam. dengan senyum penuh paksaan, Tassia mencoba sabar. menyadari bahwa sebenarnya yang bersama dia ini memang manusia es. Tassia lebih memilih diam sehabis mendengus panjang. ya, Tassia selalu sabar menghadapi Nico. bahkan dari pertama perjuangannya dimulai.

hanya sunyi yang menyelimuti suasana di dalam mobil. radio sudah di matikan, alasannya karena Nico lebih suka sunyi dibandingkan lainnya. mau tidak mau, Tassia ikut memilih sunyi.

dalam hatinya, gadis itu meruntuki dirinya sendiri. melihat beberapa rintikan hujan yang mampir mengalir tenang, sama seperti wajah Nico. tenang, tanpa peduli dengan perempuan yang sedang merutuki dirinya.

entah berapa menit mereka diselimuti oleh sepi. Nico tiba tiba menghentikan mobilnya di toko kue yang tempo hari pernah mereka kunjungi. intinya, ini toko punya keluarga Nico.

Nico lebih dulu keluar dari mobil. berjalan menuju pintu sebrangnya, membukakan Tassia pintu dengan senang hati. bak, putri sehari.

Tassia menyambut tangan Nico yang menyapanya hangat malam ini. menyapa dengan senyum yang jarang sekali terukir di wajah tenangnya. lagi lagi Tassia gugup, dan salah tingkah.

memasuki toko kue. Nico berjalan lebih cepat dan meninggalkan Tassia yang masih berjalan pelan di belakang Nico. lelaki dingin ini menghampiri satu orang yang Tassia tahu itu adalah karyawan toko ini.

selama menunggu Nico kembali, Tassia hanya duduk dan memperhatikan interior toko ini. suasana sembilan puluhan untuk perasaan kopi era sembilan puluh di padukan dengan beberapa warna soft untuk manisnya kue di sini.

"cha?"

"ya?" Tassia sadar dari matanya yang masih ingin melihat suasana toko ini lebih lama.

"udah, ayo." ajak Nico.

Nico menenteng sesuatu di tangan kanannya, satu kotak yang Tassia tahu itu adalah kotak kue dan satu barang yang sempat mencuri perhatian Tassia, ada dua bouquet bunga, mawar putih dan baby breath.

Tassia berusaha untuk tidak curiga, dua bouquet itu mencurigakan dan membuat Tassia penasaran. kenapa Nico meniliki dua boquet bunga? apa Nico mempunyai yang lain selain Tassia?

lagi lagi Tassia mengerucutkan bibirnya. ia kesal, kenapa Nico tidak tetap seperti tadi yang sangat manis? padahal itu sangat Tassia suka. Nico tetap menjadi dirinya sendiri, dingin. sampai ke tempat berikutnya, yang Tassia kira ini seperti mimpi malam hari.

Coldest Senior✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang