EMPAT PULUH DELAPAN
❄❄❄Pagi ini, Jerman. Sudah dua bulan lelaki yang mempunyai kastil es ini tinggal di Jerman.
Jadwal sekarang, pagi ini Nico harus mengikuti beberapa kelas tambahan bisnis di sekolahnya. Seperti hari hari sebelumnya, rasa ingin berangkat saja Nico tidak punya keinginan. Dia belum terbiasa dengan apa yang di tempatinya sekarang.
Mati aja, goblok!
Kok kesel, ya.
Menyeruput teh melati nikmat, yang sengaja ia bawa dari indonesia. Aroma teh cukup membuat dia tenang. Mengelitik masuk memenuhi indra penciumannya.
Cowok itu langsung menyampirkan tas punggungnya di salah satu bahu. Ia mengambil kunci mobil yang sedari tadi menganggur di atas meja.
Selama kelas berlangsung, Nico tetap fokus dalam pelajarannya. Berbeda dengan di Jakarta, kalau di Jakarta ia bisa tertidur pulas mendengarkan ocehan guru. Disini dia tidak boleh main main.
Kelas telah selesai, dengan cepat Nico meninggalkan kelas.
"Hallo, Devano?"
"Hai Nico?" sapa gadis gadis Jerman yang mengenalnya.
Tanpa menjawab sapaan tadi, Nico langsung menutup telinganya menggunakan aerphone yang selalu ia bawa. Nico mengurung dirinya sendiri dalam keheningan, sampai saat ini Nico benar benar tidak menyukai keramaian. Ia juga menggunakan topi untuk menutupi wajahnya.
Lelai dengan berpribadian dingin ini berjalan menuju tempat yang akhir akhir ini selalu ia kunjungi. Bawah pohon. Ia selalu bisa tenang kalau di sini, entah kenapa Nico merasakan hal yang beda kalau Ia berada disini.
Ia duduk, seraya mengeluarkan buku catatannya. Menulis sesuatu yang ingin ia sampaikan. Dan di buku ini juga, tersimpan banyak rahasia Nico sehingga ia menjadi apatis seperti sekarang. Sebenarnya, ada dua. Ini buku kedua yang ia tulis dan buku pertama berada di rumahnya uang di Jakarta.
Sekarang dunianya telah berbeda, bukan lagi dunia tentang anak remaja yang sedang jatuh cinta. Bukan lagi tentang Nico yang berusaha hidup diantara bongkahan es kastilnya. Bukan pula Nico yang menyakiti hati gadis lainnya. Nico khilap. Kini, ia telah masuk di mana dunia menertawainya. Begitu banya penyesalan dan langkah yang salah diambil Nico. Tapi cowok itu harus bertanggung jawab dengan pilihannya. Menjauh, salah satunya. Agar gadis Jakarta itu tidak menaruh lebih banyak perasaan kepada orang yang hanya mempunyai waktu beberapa tahun lagi.
Nico mengambil ponselnya yang tersampir di saku celananya. Dengan sengaja Nico membuka video menyakitkan untuk dirinya. Ini menyiksa dirinya sendiri, tapi Nico lebih tau kalau bukan hanya dia saja yang tersiksa melihat video ini. Tapi gadis itu. Tassia.
Maaf sesal Nico dalam hatinya setiap melihat video ini. Padahal sudah sebulan yang lalu video ini Nico kirim ke Tassia melalui kakaknya.
❄❄❄
Sudah dua bulan, cowok itu sama sekali hanya meninggalkan jejak kenangan pahit untuk gadis manis yang sekarang sedang duduk membiarkan kakinya jatuh ke bawah sana. Pemandangan yang pernah gadis itu rasakan berdua.
Dirinya sendiri seperti merasakan dadanya sesak ketika setiap kali mengingat apa yang membuatnya kembali di pelukan cowok Jerman. Padahal Tassia sama sekali tidak pernah mempunyai penyakit yang berpengaruh pada pernapasannya.
Matanya menangkap jelas bagaimana tempat ini terasa sunyi tanpa adanya tangkai tangkai bunga baby breath yang biasanya Nico taruh untuk pemanis tempat ini. Dua sudut bibirnya terangkat manis. Apa ini yang di maksud Nico? Melupakannya membuat Tassia bisa senyum dengan apa yang di tinggalkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Coldest Senior✔
Fiksi Remaja[Completed] Kalian tahu rasanya memperjuangkan seseorang tapi yang diperjuangkan sama sekali tidak mengerti artinya perjuangan? Dua orang yang selalu bertolak belakang. Tassia menyukai keramaian, heboh dengan dirinya sendiri, selalu punya teman bany...