"Jika Tuhan menakdirkan kita untuk bertemu. Aku harap dia juga menakdirkan kita untuk tidak berpisah. Terkecuali jika itu maut."
-Rakryan Ito Admaja-***
Echa menggeser bangkunya hingga menghadap orang di sampingnya. Ia telah bicara panjang lebar namun hanya dibalas anggukan atau gelengan oleh Nada.
Nada kini sedang serius menyelesaikan tugas rangkumannya tapi Echa malah mengocehinya sedari tadi.
"Nada, lo dengerin gue nggak sih!" sentak Echa menggebrak meja.
"Iya-iya Cha gue denger, habisnya elo terlalu berlebihan sih, kan tadi gue udah bilang, gue sama dia ngobrol sekilas doang nggak lebih dan nggak kurang!"
"Elo nya aja yang nggak peka Nad. Cowok kalo habis nolongin cewek terus ngajakin ngobrol pasti ada modusnya."
"Itu kan dari sudut pandang elo Cha, kalau menurut gue ya biasa aja."
Saat Nada dan Echa sedang beradu argumen, datanglah Aurel menengahi mereka.
"Woi, masih pagi udah ribut aja deh lo berdua!" teriak Aurel.
"Ini nih biang masalahnya, coba kemarin lo nggak nyuruh kita kerumah lo, pasti Nada sekarang udah taken," sergah Echa menyalahkan Aurel.
Kemarin Aurel memang menyuruh Nada dan Echa untuk datang kerumahnya. Padahal mereka bertiga telah janjian untuk bertemu di Kafe Orylla.
Namun, gara-gara kucing kesayangannya mati tertabrak mobil, Echa dan Nada disuruh datang untuk menyaksikan pemakaman kucing kesayangannya itu. Tidak berakhir sampai di situ, karena setelah pemakaman, Echa dan Nada dipaksa untuk membaca surah Yasin.
Mereka berdua telah menolak. Tetapi Aurel terus merengek-rengek karena katanya, semasa hidup kucingnya itu nakal, sukanya nyuri ikan tetangga, cakar-cakaran sama kucing lain, dan Aurel sering dicakar juga. Tak ada pilihan, Echa dan Nada menyetujui keinginan Aurel.
"Maksud lo apa sih, gue nggak paham!" seru Aurel.
"Jadi kemarin itu, Nada udah sampai di Kafe Orylla, terus dia ketemu sama cowok gitu, mereka berdua cuma ngobrol sebentar gara-gara elo nyuruh Nada buat ke rumah lo!"
"Sori deh, habisnya lo nggak ngomong sih Nad, btw ganteng gak Nad? namanya siapa Nad?"
"Nggak tau ah. Tahu gini gue nyesel udah cerita ke lo Cha." Nada mengerucutkan bibirnya. "Kan gue cuma pengen cerita aja bukannya mau pdkt-an. Tapi lo nanggepinnya malah kelewat lebay tahu nggak!" Nada merengut kesal lalu melanjutkan menulis rangkumannya.
****
Nada termenung sendiri di dalam kelas. Suara dari perutnya yang bersahut-sahutan menjadi pelengkap kesendiriannya. Ia mengusap-usap perutnya yang sedang menahan lapar.
Sebenarnya bel istirahat telah berbunyi sejak 5 menit yang lalu. Aurel dan Echa juga sudah mengajaknya pergi ke kantin tadi. Namun, ia menolak dengan alasan mager. Padahal ia menolak karena masih kesal dengan kedua sahabatnya itu.
"Cewek cantik kok sendirian aja sih di dalam kelas?" Nada yang sedang bertopang dagu melirik Jay yang datang dari sudut pintu.
Semakin lama Jay semakin mendekat hingga memposisikan dirinya duduk di samping Nada alias bangku Echa.
"Emang nggak takut kalo ada setan?"
Nada melirik tajam orang yang ada di sebelahnya, karena merasa terganggu, ia menggeser bangkunya menjauh dari Jay.
"Kok jauh-jauh sih. Gue nggak gigit kok!" Jay menggoda Nada dengan mengedipkan satu matanya. Dan jelas itu membuat Nada merasa tidak nyaman.
"Lo gak ke kantin Jay? udah lo ke kantin aja sana, keburu waktu istirahatnya habis kan." Nada mengusir Jay dengan cara halus.
"Cie yang mulai perhatian!" lagi-lagi Jay menggoda Nada.
"Nggak ah, kan gue mau nemenin cewek cantik aja di sini." Jay mulai agresif, ia perlahan-lahan mendekati Nada. Sedang yang didekati mulai getir, tentu Nada takut apalagi di dalam kelas hanya ada dirinya dan Jay. Nada memutar otak mencari cara untuk menjauhi Jay.
"Jay, gue ke toilet dulu ya!" Nada mengambil novelnya yang ada di meja dan langsung berlari kecil meninggalkan kelas.
"Gagal lagi, gagal lagi," teriak Jay sambil menendang meja.
****
Akibat ada sebagian guru yang rapat, membuat Nada kini duduk manis ditengah-tengah kursi aula pertunjukan.
Pak Deni--guru matematika Nada juga ikut rapat, sehingga di kelasnya pasti sudah jadi pasar tempel dadakan karena jam kosong.
Nada memilih menghabiskan jamkosnya di sini, duduk manis sambil membaca novel yang kemarin baru dibelinya. Sesekali ia juga melihat ke depan, dimana ada seorang siswi sedang berlatih bernyanyi bersama bu Dinda--guru seni musik.
Sebentar, Nada sepertinya kenal dengan siswi itu. Tentu, siswi itu bernama Sybil. Ia pertama kali melihatnya bersama Ito saat pertama masuk sekolah. Demi apapun tentang Ito, Nada tidak peduli sama sekali. Ia membuka kembali novelnya, dan melanjutkan bacaannya.
"Woi," mungkin orang akan bilang jika Ito berumur panjang. Karena setelah Nada menggosipinya, tiba-tiba saja ia datang.
"Setan, ngagetin gue aja lo," Nada mendumel bersamaan dengan Ito duduk tepat di sampingnya.
"Ngapain lo di sini?"
"Nah elo, ngapain di sini?" tanya Nada balik. "Oh, nontonin pacar lo?" Nada seraya melirik ke arah Sybil.
"Iya. Kenapa? cemburu?"
"Najis." balas Nada sarkastis dengan wajah ditekuk.
"Nggak usah cemberut gitu Nad. Alhamdulillah gue masih jomblo kok, belum taken."
"Please deh To, gue nggak nanya."
"Nad lo belum jawab pertanyaan gue." Ito memberi jeda. "Apa alasan lo pindah kesini?"
"Lo nggak bosen apa nanyain itu mulu." Nada mulai geram. "Gue pindah kesini itu gara-gara bokap gue dipindah tugasin di sini, jadi ini semua nggak ada sangkut pautnya sama lo!"
Ito tertunduk paham. Sebenarnya ia juga tahu kalau kepindahan Nada di sini tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Tetapi ia hanya merasa aneh karena setelah sekian lama berpisah, ia dipertemukan kembali dengan Nada di sini. Seolahannya, tuhan telah merencanakan sesuatu untuk dirinya dan juga Nada.
'Brrrrrrrrrr'
"Bunyi apaan tuh?" tanya Ito.
"Duh mampus gue!" Nada membatin dan menutupi wajahnya dengan novel.
***TBC***
Yeay! Besok libur!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Lagu untuk Nada [COMPLETED]
Teen Fiction[Hanya sebatas cerita remaja.] SELESAI (25-07-18) Beautiful cover from @J_eliza_L Ito hanya Ito dan Nada hanya Nada, cerita ini bukan untuk diinspirasi dan dicopas. "Jangan bermain api jika tidak ingin tersulut panasnya To, jangan katakan cinta kala...