17. Nilai Merah

1.6K 103 2
                                    

Nada berharap hari ini dapat bersahabat dengannya. Tidak ada masalah, hukuman, dan juga ITO. Cukup kemarin saja Ito membuat harinya berantakan, dan untuk hari ini maupun seterusnya Nada harap tidak.

Nada melewati koridor lantai 2 sampai di kelasnya dengan santai. Suara teriakan murid-murid dalam kelas membuatnya menilik penasaran.

Saat Nada sampai di ambang pintu, Echa berlari lalu memeluknya, ia menunjukkan lembar kertas ulangan matematika bertuliskan nilai 100.

"Nad, Echa curang, nilai 100 gak bagi-bagi!" adu Aurel sambil mendekat ke arah mereka. "Tapi gapapa juga sih, biar nilai gue cuma 80, gue juga udah syukur," tambahnya.

Perasaan Nada semakin tidak karuan. Jujur, ia berharap nilai ulangan matematikanya tidak merah seperti ulangan-ulangan yang lain.

Lalu ia mendekat ke arah mejanya, menarik selembar kertas di atas sana. Nada menghembuskan napasnya panjang sambil memejamkan mata. Akhirnya hal yang tidak ia harapkan terjadi.

"Kenapa Nad, nilai lo aman kan?" Echa mendekat ke arah Nada yang mematung.

Ia mengalihkan pandangannya ke arah kertas Nada. Di sana tertulis angka 50 dan jelas nilai Nada merah lagi. Echa dan Aurel memeluk Nada, menenangkannya agar tidak sedih.

"Gapapa lah Nad, nilai kan masih bisa dicari!" ujar Aurel lirih.

"Gue gak yakin bisa, semua nilai ulangan gue aja merah," jawabnya sedikit tercekat.

Yasinta yang sedang duduk tak jauh dari mereka, ikut andil bicara.

"Uh, sedih ya, nilai ulangannya merah lagi," ucapnya pura-pura sedih.

"Makanya jadi orang jangan modal tampang sama suara doang, itu otak ada isinya nggak?" cibirnya keras membuat semua pasang mata menatap ke arahnya.

"Ups, kayaknya gue salah nanya deh, harusnya gue nanya lo itu punya otak apa nggak?" suara gelak tawa mengakhiri cibirannya.

Nada mengepalkan tangan kuat-kuat. Perkataan Yasinta telah menghantamnya jauh hingga hanya ada rasa sakit yang tersisa. Umpatan tidak dapat lagi dipendam, tentu ia tak terima. Dengan gerak cepat Nada mendekati meja Yasinta.

"Maksud lo apa? lo nyindir gue? Kenapa ngomongnya jauh-jauh, sini ngomong langsung depan muka gue!" Nada berteriak tepat di depan Yasinta.

"Bagus deh kalau lo kesindir, biar lo tau diri, orang bego ya bego aja gak usah kecentilan!"

Yasinta benar-benar telah menyulut emosi Nada. Membuat Nada spontan mengangkat tangan, ingin menampar wajah orang yang telah mencibirnya. Namun, belum sempat itu terjadi, Echa telah menarik tangan Nada dan mengajaknya untuk kembali ke bangkunya.

"Mulut lo nggak pernah di sekolahin ya, ngakunya pinter tapi ngomong aja kaya orang nggak berpendidikan," Aurel yang ikut merasa geram menggebrak meja Yasinta. "Bilang aja kalau lo iri kan sama Nada, Nada mah banyak cowok yang suka, nah elo, udah jual murah juga mana ada cowok yang ngelirik!"

Yasinta merasa terinjak oleh perkataan Aurel. Ingin ia mencakar-cakar wajahnya, namun, ia tidak mau salah langkah. Karena bermusuhan dengan Aurel bukanlah ide yang bagus.

"Kenapa diem? jawab dong!" Aurel terus mendesak sedangkan Yasinta terpaku menatapnya dendam. Sebelum terjadi perang, Echa menarik lengan Aurel, mengajaknya kembali ke bangkunya.

***

Nada berjalan menyusuri koridor. Kantor BK adalah tujuannya. Sewaktu istirahat Bu Dinda memintanya untuk datang setelah bel pulang sekolah.

Kini gadis mungil itu telah sampai di kantor BK. Mengetuk pintu pelan dan selanjutnya terdengar suara khas Bu Ratna menyuruhnya masuk. Bu Ratna mengisyaratkan Nada untuk duduk, Nada pun menurut. Dan tak butuh waktu lama Bu Dinda datang, lalu duduk di sampingnya.

"Jadi Nada, ibu memanggil kamu ke sini karena ada sesuatu yang ingin ibu sampaikan!" Suasana sendu tiba-tiba berubah menjadi tegang. Membuat degup jantung Nada berdetak kencang tak terkendali.

"Ibu tahu sebentar lagi kamu akan mengikuti lomba bernyanyi seriosa se-kota Jakarta, tapi apa gara-gara lomba tersebut kamu jadi tidak konsen belajar, Nada?"

Nada mencerna kata demi kata yang Bu Ratna ucapkan. Belum sempat ia membalas, Bu Ratna telah memotong.

"Sebentar lagi ujian semester, dan bapak ibu guru, banyak yang bilang, jika nilai ulangan harian kamu selalu rendah," Bu Ratna menghela napas. "Jika kamu masih ingin mengikuti lomba itu Nada, ibu harap kamu harus bisa memperbaiki nilaimu, karena nilaimu itu jauh lebih penting," peringatnya.

Nada tertunduk lesu, sambil menggigiti bibirnya. Air mata hendak menetes, tapi ia tahan. Rasa marah berkecamuk membuat dadanya sesak. Bu Dinda mengusap bahunya, menenangkan. Setelah itu, Nada izin untuk pulang kepada Bu Ratna dan Bu Dinda.

Nada melangkahkan kakinya gontai. Ia sudah merasa sangat yakin mengikuti lomba itu. Lomba yang mungkin akan merubah presepsi orang akan dirinya.

Tapi apa bisa ia memperbaiki nilainya? Nada menjerit dalam hati sampai sesuatu mencuri perhatiannya. Yaitu, Ito yang sedang duduk di kursi panjang, samping lapangan basket. Nada berpikir sejenak, mungkin tidak ada salahnya jika ia meminta Ito untuk mengajarinya. Melawan egonya Nada mendekat ke arah Ito.

"Eh, ada adik manis, adik manis nyari siapa?" Haykal menggoda Nada yang berdiri di sampingnya.

"Nyari abang ya, mau minta dianterin pulang?" Gery ikut menggoda.

Nada benci berada diposisi seperti ini. Ia menilik ke arah Ito, berharap Ito memanggilnya. Namun, harapannya pun sia-sia, karena Ito bahkan tidak menyadari keberadaannya. Tak ingin berlama-lama, Nada pun memberanikan diri memanggil Ito.

"Ito!" panggilnya dan barulah Ito menoleh.

"Anjir, nyari Ito, bukan elo bego!" Haykal menoyor kepala Gery.

"Kenapa nggak nyariin abang aja? bang Gery gak kalah cakep sama bang Ito lho!" celetuk Gery.

"Ngaca Ger, punya kaca gak di rumah?" sergah Haykal.
"Kalau mau yang pasti-pasti sama kakak aja, jangan sama Ito, sukanya PHP!" Haykal bertos-ria dengan Gery lalu tertawa terbahak-bahak.

Ito menatap nyalang Gery dan Haykal.

"Ger, Kal, masuk!" Ito menyuruh Gery dan Haykal masuk ke dalam permainan. Mereka berdua pun menurut.
Kini tinggalah Nada dan Ito berdua. Nada menelan ludah dengan susah payah. Ia merasa sedikit takut, karena Ito terlihat jutek tidak seperti biasanya.

Mungkin Ito marah, dengan sikapnya tadi malam.
Tapi Nada juga telah menyesalinya. Nada mendekat duduk di ujung kursi. Keadaan hening beberapa saat, hingga suara berat Ito memecah suasana.

"Kenapa nyari gue?" Suara Ito terasa dingin tidak hangat seperti biasanya.

Nada menundukkan kepala, menggigiti bibirnya. Sedangkan laki-laki di sampingnya meneguk minuman dibotol dengan santai.

"Gue minta maaf To, gue minta maaf soal sikap gue semalem," dengan penuh keberanian Nada menatap ke arah Ito. "Jauh dari lubuk hati gue, gue mau lo ajarin, jadi nanti malem gue tunggu di rumah, okay Ito? Bye!" Nada bicara tutup point, lalu ia langsung berlari meninggalkan Ito.

Dan tanpa Ito sadar, ia tersenyum mendengar perkataan Nada.

***TBC***

Sekali-kali panjang gapapa kan..

Lagu untuk Nada [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang