61. Kenyataan Pahit

1.3K 72 7
                                    

"Kepahitan mengajarkan kita bahwa hidup tak selamanya manis."

***

Perlahan mata Ito yang terpejam mulai terbuka. Cahaya terang dari lampu membuatnya menyipitkan mata beberapa saat. Ito merasa asing. Ditengoknya kanan dan kiri terlihat sebuah penyangga infus dan juga mamahnya yang sedang tertidur.

Seluruh badannya terasa nyeri. Kepala dan lengan atas kirinya, diperban. Ito berusaha ingin mengubah posisi menjadi duduk, tetapi badannya malah terasa sakit membuatnya mengerang.

"Ito kamu udah bangun Nak." Iren terbangun dari tidurnya kala mendengar ringisan Ito. Ia tersenyum lantas mengelus puncak rambut anaknya itu. Dan tanpa sadar bulir air mata mulai mengalir lagi dari matanya.

"Mah, mamah nangis? Ito gak apa-apa mah, mamah gak usah nangisin Ito," dengus Ito dengan lemas.

"Gimana mamah gak nangis, mamah itu takut Ito, takut kehilangan kamu karena cuma kamu satu-satunya yang mamah punya." Iren sedikit kesal karena tingkah anaknya yang selalu menggampangkan semua hal.

"Mamah lihat kan sekarang Ito baik-baik aja, Ito itu kuat mah, luka ini pasti sebentar lagi juga bakalan sembuh." Ito menyeringai dengan tampang sok kuat.

Karena geram, Iren menjewer telinga Ito keras hingga anaknya itu mengerang. "Kamu ini ya To, udah bandel sok kuat lagi." Iren melepaskan jewerannya membuat Ito tersenyum lega.

"Mamah kan udah bilang jangan keluar rumah dulu, bandel sih kamu, sekarang jadi jatuh kan dari motor," dumelnya.

"Ini itu pasti gara-gara kamu banyak pikiran, terus kamu jadi gak fokus nyetir motornya, iya kan?" tanya Iren mendelik.

Ito sedikit membulatkan mata mendengar tuduhan mamahnya itu. Karena yang ia ingat, waktu itu ia ditabrak oleh sebuah mobil bukan jatuh dari motor karena tidak fokus menyetir. Namun, Ito membiarkan saja, daripada ia bercerita tentang yang sebenarnya, justru membuat mamahnya lebih khawatir nanti.

****

Sudah seminggu Ito berada di rumah sakit. Sudah seminggu pula, Nada tidak masuk sekolah. Sejak pesan terakhir yang Ito kirimkan jika ia akan datang ke rumah, sejak itu juga Nada belum sama sekali bertemu dengan Ito. Ratusan pesan, puluhan panggilan telah Nada layangkan, tetapi tidak ada tanda-tanda akan dibalas olehnya. Ito seperti menghilang dari bumi, dan Nada sedih akan itu.

Sementara Ito di ruangan yang semakin hari semakin ia benci, selalu melamun menghadap jendela. Ia rindu pada Nada, dan jujur di sela-sela hatinya selalu menginginkan gadis itu datang menjenguknya.

Pikiran ingin menghubungi Nada, hanya sekadar angan-angan. Karena sewaktu kecelakaan ponselnya ikut remuk seperti motornya, dan mamahnya tidak mengizinkan Ito lagi untuk mempunyai ponsel.

Ito masih melamun, saat tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Dengan pandangan menyelidik ia mengamati pintu itu, karena ia berharap itu Nada. Dari sudut pintu muncullah Cemeng dengan tas ransel di punggungnya.

Ito membuang muka sambil mendengus. "Kok muka lo terus sih Meng yang muncul, sepet gue lama-lama."

Cemeng yang baru menutup pintu, lantas berhenti.

"Astaghfirullohaladzim, mulut lo udah kaya petasan banting aja To, gue baru masuk langsung meledak," Cemeng menyeringai lalu duduk di kursi sebelah ranjang Ito.

"Emang lo maunya siapa sih yang dateng? Nada?" tebak Cemeng. Ito merasa antusias ketika mendengar nama itu. Ia membelalakan mata menatap Cemeng.

"Kayanya gak mungkin deh To, orang dia juga belum masuk sekolah sejak kejadian itu," ujar Cemeng sekenanya.

Lagu untuk Nada [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang