24. Ceroboh

1.3K 97 1
                                    

Miniatur Candi Prambanan yang tadi dibawa Nada kini sudah hancur tak berbentuk. Dengan tatapan nyalang, Ito menghampiri gadis itu yang terduduk kaku di bawah.

"Kenapa bego banget sih? apa kurang jelas gua ngomong, gua bilang jangan sampai rusak, terus kenapa sekarang jadi kaya gini?" sentak Ito dengan nada tinggi.

Nada memejamkan mata, menahan rasa sakit di lututnya yang terluka. Ia tidak berani menatap Ito. Dan Ia juga tahu Ito pasti akan marah dengannya. Jelas, semua ini akibat kebodohan dirinya yang lupa menali tali sepatu, hingga ia tidak sengaja menginjaknya dan akhirnya terjatuhlah ia bersama miniatur Ito.

Dengan penuh keberanian, Nada mendongakkan kepalanya menatap Ito. "Sori To, gue nggak sengaja," ucapnya menyesal.

Ito terlihat frustasi, ia mengacak-acak rambutnya, sambil berdecak.

"Asal lo tau, tugas ini harus dikumpulin pagi ini juga, terus kalau udah kaya gini gua mesti gimana?" ucapnya membentak.

Nada tertunduk kaku, ia menyesal sudah seceroboh ini. Sungguh ia tidak menginginkan hal itu terjadi.

Rasanya ia tidak sanggup menanggung rasa sakit dimarahi Ito dan juga perih di kedua lututnya yang berdarah.

Ito pergi. Dan saat itu juga, Nada mendekat ke arah miniatur Ito. Semuanya sudah hancur, tidak mungkin dapat memperbaikinya dengan waktu yang singkat.
Dengan hati-hati, Nada berdiri. Rasa sakit tidak dapat dipungkiri lagi, ingin ia berteriak namun, hanya ringisan kecil yang mampu ia keluarkan.

Nada sedikit membungkukkan badannya, menatap nanar kedua lututnya yang berdarah. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba Ito datang, meraih tubuh Nada, menggendongnya tepat di atas punggung.

Jujur, Nada terkejut. Ia pikir, Ito tidak akan perduli dan meninggalkannya begitu saja. Ia mencengkram bahu Ito, menahan rasa sakitnya. Dalam perjalanan tak sepatah katapun keluar dari mulut keduanya. Dan saat sampai di koridor, semua orang menyorot Nada dan Ito dengan tatapan tajam.

Baru kali ini Nada merasa berada pada posisi yang tidak pernah ia inginkan. Merasa bersalah, menyesal, malu, sakit. Nada menundukkan kepalanya sampai tiba di kelas. Sebenarnya air mata sudah ada di pelupuk matanya, namun, ia tahan lantaran tidak ingin jika Ito sampai melihatnya menangis.

Bruk. Ito menurunkan Nada asal di bangkunya. Dan sekarang rasa sakit Nada tidak hanya di lutut, melainkan menjalar pada pantatnya juga. Ingin Nada mengumpat, namun, waktunya tidak tepat karena Ito sedang marah dengannya. Alhasil Nada hanya mampu, mengelus pantatnya yang sakit.

Di sisi lain, semua mata yang ada di kelas juga meniti ke arahnya. Bahkan Jay sempat tidak terima atas perlakuan Ito terhadap Nada, namun berhasil dicegah oleh Aurel.

"Gila, kasar banget dia sama cewek!" Jay mengepalkan tangannya, hendak menghampiri Ito.

"Lo mau ngapain? jangan ikut campur masalah rumah tangga Nada ya lo!" Aurel menahan Jay.

Setelah mengantar Nada ke kelasnya, Ito keluar dan selang beberapa menit ia kembali lagi membawa kotak p3k. Ito berjongkok, membersihkan luka Nada dengan kapas, lalu memberikan obat merah dan menutupnya dengan plester.

Nada hanya mampu meringis, tanpa berani berkata. Ia menatap sendu Ito, ia tahu Ito itu baik, hanya saja jika moodnya sedang buruk ia akan berubah menjadi sangat galak.

"Jangan ceroboh, lo udah gede bukan anak kecil lagi!" sentak Ito pada Nada.

"Kalau suka lupa nali sepatu, gak usah gaya-gayaan pakai sepatu yang ada talinya!" sentaknya lagi.

Perasaan Nada benar-benar tak karuan, entah kenapa perkataan Ito mampu membuat dadanya sesak hingga air mata tak tertahankan lagi.

Nada menangis. Bersamaan itu, Ito mendongakkan kepalanya, menatap mata Nada melihatnya teduh.

"Jangan nangis, lo bukan lagi bocah 5 tahun yang bisanya cuma nangis."

Ito mengusap air mata Nada dengan kedua jempolnya. Entah kenapa Nada merasa desiran-desiran hangat menyelimuti tubuhnya hingga membuat dirinya tenang.

"Gue ke kelas dulu." Ito pergi dari kelas Nada, bertepatan dengan bunyi bel masuk.

Echa maupun Aurel, tidak mengungkit masalah tadi. Nada masih terlihat kacau, hingga mereka tidak berani bertanya. Mereka tidak memaksa, karena,
jika sudah tepat waktunya pasti Nada akan bercerita dengan sendirinya.

Trrt, trrrt. Ponsel Nada bergetar, menandakan ada notification baru. Dengan cepat Nada mengambil ponselnya dari dalam tas lalu membuka notifnya.

ITO GANTENG

Maaf, tadi gue kasar sama lo.
Jangan cengeng.
Nanti pulang bareng gue, gue jemput di kelas.

Tanpa sadar, Nada mengulum senyumnya. Ia tersenyum lantaran baru melihat nama kontak Ito di ponselnya. Tanpa ada niat untuk membalasnya, Nada memasukkan ponselnya lagi ke dalam tas.

****

Semua murid kelas XI IPA 1, mendadak bungkam ketika Bu Lastri mulai memasuki ruang kelas. Mereka diminta untuk mengumpulkan hasil karyanya di depan kelas, dan yang tidak mengumpulkan harus berdiri di samping mejanya.

"Kalian bertiga, kenapa tidak mengumpulkan tugas hari ini?" tanyanya dengan penekanan.

"Apalagi kamu Ito, kamu ini kan murid teladan di sekolah ini," ujarnya menatap sinis Ito.

Ito mendelik sebal. Ia tidak minta diberi gelar murid teladan dari sekolah ini. Karena justru gara-gara gelar itu lah ia selalu berada dalam keadaan yang sulit.

"Ya sudah, mumpung hari ini saya lagi berbaik hati, kalian bertiga tidak saya hukum, tetapi hari senin depan kalian sudah harus mengumpulkan tugasnya dan kalau tidak siap-siap membersihkan semua toilet, dan lapangan!" jelasnya sambil melirik pedas ke arah mereka bertiga.

Ito bersyukur, karena jarang-jarang Bu Lastri memberikan keringanan waktu. Namun, berbanding terbalik dengan teman-temannya yang mengelu-elukan jika Bu Lastri pilih kasih. Jika Ito yang tidak mengumpulkan tugas malah diberi keringanan sedangkan mereka pasti akan langsung kena santrap olehnya.

***TBC***

Hi!

Lagu untuk Nada [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang