Mei menjelaskan rekam medis Hana.
"Kau lihat, ia datang pertama kali ke psikolog untuk berkonsultasi dan mendapatkan diagnosa saat ia baru memasuki SMA, ia diagnosis dengan depresi akut dan memerlukan tindakan medis yakni mendapatkan obat-obatan. Psikolog menyuruhnya untuk pergi menemui psikiater."
Ryuji melihat dengan seksama.
"Namun ia tidak melakukannya. Enam bulan kemudian dia baru mendatangi psikiater dan dari catatan ini kita bisa tau bahwa Hana mengalami gangguan tidur selama seminggu lamanya."
Ryuji mengetuk tulisan bagian tersebut, "Gangguan tidur seperti apa?"
"Dia jelas mengalami insomnia, di sini juga tertulis bahwa meskipun ia tidur, kualitasnya sangat buruk dan itu malah membuat tidurnya semakin lelah."
Mei terus menjelaskan.
"Pada awal pengobatan, dia diberikan obat penenang umum dan juga obat lainnya, diuji coba selama sebulan untuk melihat apakah dosis ini sudah tepat atau belum. Bulan berikutnya ia kembali namun gejala tersebut masih ada meskipun ia sekarang sudah bisa tidur, tapi di sini," Mei menunjuk tulisan yang hampir tidak terbaca itu.
"Dikatakan bahwa Hana berniat melakukan bunuh diri namun tidak jadi dilakukan. Itu berarti diagnosa tidak berkurang atau berubah menjadi lebih baik. Namun sebaliknya, diagnosa menjadi lebih buruk."
Ryuji terdiam, ia membaca semua tulisan yang berantakan ini dengan tanpa ekspresi.
"Ada banyak catatan yang tertulis, namun tidak pernah ada sekalipun satu kalimat yang mengatakan pasien ingin sembuh. Dengan kata lain, pasien datang hanya untuk meringankan gejala utamanya yaitu sulit tidur dan gangguan kesehatan lainnya."
"Kenapa?" tanya Ryuji.
"Banyak faktor yang mempengaruhi. Seperti mungkin dia sudah pasrah dengan apa yang dialaminya dan hanya ingin mengurangi apa yang dialami, atau mungkin dia tidak tau apa yang harus dilakukan selanjutnya. Banyak kemungkinan yang bisa terjadi, dan pasien belum pernah mengatakan alasannya."
Ryuji menutup rekam medis tersebut, "Jadi alasan dia mengosumsi obat depresi akut tingkat tinggi itu karena--"
Mei langsung memotong, "Karena dia terus menyimpan segala perasaan penyebab depresinya. Jika pasien tidak berusaha untuk menyembuhkan diri maka sejujurnya kami--psikiater juga tidak bisa melakukan apapun. Kami hanya bisa memberikan resep berharap agar itu bisa menyembuhkan pasien."
Ryuji ingin menyalahkan sebatang rokok kembali, pikirannya terasa sesak saat ini namun Mei menghentikannya.
"Sama sepertimu yang mengeluarkan emosi dengan merokok. Hana juga pasti mengeluarkan emosinya, hanya saja ia tidak melakukannya dengan rutin dan tepat. Ia mengeluarkan emosi terpendamnya saat ia sudah tidak lagi menampungnya, seperti ini--" dan Mei menuangkan air ke dalam gelas meski sudah penuh, menyebabkan airnya meluap.
"Luapan inilah yang berbahaya," lanjut Mei.
Ryuji benar-benar kehilangan katanya.
"Pada kasus pasien seperti Hana, mereka meluapkan emosinya kepada orang lain. Entah itu dalam bentuk yang positif atau negatif. Dari yang aku lihat, Hana melakukannya dalam bentuk yang positif, dia akan membantu orang lain, contohnya kau, Ryuji."
Ryuji teringat pertemuannya dengan Hana di restoran khusus desert, dimana saat itu tanpa mengenal siapa dirinya Hana ikut campur dan membelanya.
"Meski demikian, banyak kasus berakhir dengan pasien menjadi terluka karena tidak peduli betapa bahayanya sesuatu yang mereka hadapi, mereka akan terus maju membela apa yang mereka anggap salah," jelas Mei.
KAMU SEDANG MEMBACA
Old Man is Mine [INDONESIA]
RomanceJudul: Old Man is Mine - Buku 1 [INDONESIA] Seri: Old Man is Mine Bahasa: Indonesia Rekomendasi Usia: 18 tahun ke atas °•.•°•.•°•.•°•.•°•.•° •.•°•.•°•.•°•.•° Hana Naomi Sachie adalah seorang gadis berusia 16 tahun yang hidup di tengah keluarga yang...