Bagian 62 - Unseen

1.7K 126 1
                                    


HUAAA...!!!

"Mamah bilang berhenti menangis!!!" Bintang masih saja diteriaki oleh ibunya.

Pelanggan yang lain tidak ada yang berani ikut campur, meski yang dilihat mereka adalah sesuatu yang salah namun fakta bahwa mereka adalah ibu dan anak membuat mereka enggan melibatkan diri.

"Bintang!" bahu Bintang dicengkram keras dan digoyang kasar agar ia segera berhenti dari tangisnya.

Namun yang namanya anak kecil, semakin ia ditekan semakin besar pula tangisannya. Ini adalah pengetahuan dasar yang siapapun tau. Tapi ibu Bintang terkesan tidak mau mengerti anaknya dan lebih mengikuti keinginannya sendiri.

Hiks, hiks, hiks.

Tangisan Bintang sudah sampai tahap dimana napasnya tersengal-sengal.

"Binta--" perkataan itu terhenti ketika Hana menggeser tubuh wanita itu ke samping. Ia mendekati Bintang dan berjongkok di depannya.

"Halo...--" Hana menyapa namun sapaan itu terjeda, "--Bintang..." lanjutnya terdengar cukup berat ia ucapkan.

"Nama kamu bagus. Apa kamu juga suka Bintang?" Bintang hanya terdiam.

"Ah, kenalkan. Nama kakak--" Hana mendadak diam, ucapan Ryuji untuk tidak mengatakan namanya dengan mudah langsung menggema di telinganya namun ia menggelengkan kepalanya dan menatap Bintang lembut.

"Hana... nama kakak adalah Hana, seseorang pernah berkata bahwa nama kakak berarti bunga."

Bintang perlahan menurunkan tangan yang sejak tadi ia gunakan mengelap air mata yang tak kunjung berhenti.

"Bintang dan Bunga, nama kita bagus bukan?" Bintang mendengarkan dan ia mengangguk pelan.

"Eh, mba!" Ibu Bintang meradang karena ia disingkirkan begitu saja. "Mba ini siapa? Berani-beraninya ganggu anak saya, minggir!"

Dengan angkuhnya, ia mendorong Hana hingga terjatuh tepat pada pecahan kaca. Beberapa pengunjung langsung menjerit histeris. Namun Hana tidak berteriak sama sekali, tatapan matanya terlihat kosong.

"Hana!!!" melihat itu, Leon langsung berlari namun seseorang menahan tangannya. "Lepas!" Leon menghentak namun pegangan itu sangat kuat hingga ia harus menoleh.

"Anak muda, apa ia temanmu atau mungkin seorang pacar?" tanya seorang wanita dengan rupa yang cantik, matanya tertutup kacamata hitam sedangkan rambut blondenya dibiarkan tergerai, bibirnya pun merah merona.

"Ah, tentu ia adalah temanmu. Tidak mungkin ia pacarmu melihat ia berada di sana tidak di sini bersamamu," wanita itu menjawab sendiri pertanyaan miliknya.

Leon mendengus keras, "Aku tidak tau siapa kau. Lebih baik lepaskan aku sebelum aku menambah keributan di sini," tegasnya dengan sorot mata menajam.

"Dia yang memegangimu, bukan aku," ia menunjuk pria berbaju hitam dengan ear piece terpasang ditelinganya.

"Aku benar-benar tidak dalam kondisi untuk berbicara," Leon menarik tangannya dan langsung melayangkan satu tinju tapi wanita ini dengan sukses menangkisnya.

Leon berdecih, "Untuk apa memiliki bodyguard jika kau tetap perlu turun tangan?" kata-katanya sungguh tajam.

"Kita tidak membutuhkan dua superhero. Tunggu dan lihatlah," dengan telunjuknya, wanita ini mengarahkan kepala Leon untuk kembali melihat Hana.

*****

"Pelanggan, anda sudah keterlaluan," pria yang diyakini sebagai manager karena pakaian rapi berdasi dan tak lupa name tag yang terletak di dada menghampiri mereka. Ia memberikan gesture supaya pegawai membantu Hana berdiri.

Old Man is Mine [INDONESIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang