"Ryuji-sama?" Takiro memanggil.
Ryuji tak menjawab, ia langsung mengambil kunci mobilnya dan pergi begitu saja.
"Apa aku kembali melakukan kesalahan?" Takiro bertanya-tanya.
*****
"Melihat semua kesalahan yang telah kamu perbuat, maka kami akan mengeluarkan kamu dari sekolah ini," jelas kepala sekolah.
Hana menggenggam roknya erat.
"Kamu tidak hanya absen selama tiga minggu penuh. Kamu juga memancing keributan hingga siswa lain berkelahi. Hal ini juga diperparah dengan ketidakmampuan kamu untuk menjelaskan alasannya."
Hana memejamkan mata mendengarnya, merasakan setiap kata yang menghujam dirinya.
"Tapi hukuman kamu bisa kami ringankan jika kamu memiliki alasan. Seperti yang kamu tau, orang tua kamu sudah lepas tanggung jawab maka dari itu kami tidak bisa berbuat banyak. Meskipun demikian, kami tidak bisa begitu saja mengeluarkan kamu. Ada prosedur yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu, membicarakan segala keputusan dengan wali. Jika kamu memiliki orang yang bisa menjadi wali kamu, kamu bisa menghubunginya sekarang dan memintanya untuk datang," tambah guru konseling.
Hana mengangkat kepalanya lalu tersenyum, membuat kedua orang di depannya kebingungan.
"Tentu saya punya alasan, tapi saya pikir alasan itu bukanlah hal yang tepat untuk dikatakan. Saya memang bersalah, tapi saya menolak untuk dikeluarkan. Karena jika saya tetap dikeluarkan, maka sekolah ini sudah melakukan tindak diskriminasi."
"Keputusan akhir akan kamu dapatkan setelah kami berbicara dengan pihak wali. Selain itu, kami sama sekali tidak melakukan diskriminasi, kami hanya memberikan hukuman yang sesuai--"
"Sesuai...? Lalu hukuman bagi para siswa itu apa? Mereka sudah memberikan saya trauma psikologis dengan mengatakan hal yang menyakitkan, apa kompensasi untuk saya?" Hana memotong perkataan guru konseling.
Guru konseling menghela napasnya, "Itu urusan kami, kamu hanya perlu fokus dengan permasalahan kamu saat ini."
"Bapak tidak bisa mengatakan hal seperti itu. Saya juga korban di sini, saya berhak tau hukuman yang mereka dapatkan."
Baik kepala sekolah dan guru konseling mendadak bungkam. Karena tidak ada respon, maka Hana bangkit dan memakai tasnya.
"Saya katakan sekali lagi, saya menolak untuk dikeluarkan. Jika kalian mengatakan keadilan, maka saya juga meminta keadilan bagi diri saya. Tanpa wali ataupun tidak, saya berhak membela diri saya sendiri."
Hana berniat pergi tapi perkataan guru konseling menghentikannya.
"Kamu memang berhak membela diri kamu sendiri, Hana. Tapi kami sebagai pihak sekolah tidak bisa menganggap pembelaan dari seseorang yang masih membutuhkan seorang wali; memiliki kekuatan. Kami bertindak secara profesional. Jika kamu tidak memilili wali, terlepas dari masalah antara kamu dan orang tua kamu maka kami harus menghubungi mereka."
Napas Hana tercekat, ia tau bagaimanapun sulit baginya terlepas dari bayang kedua orangtuanya. Tangannya mendadak lunglai hingga tas yang ia kenakan meluncur jatuh. Perlahan ia berbalik dengan muka yang terlihat putus asa.
"Saya menolak menghubungi mereka."
"Kami harus tetap melakukannya. Prosedur tetaplah prosedur," tegas guru konseling
"Baik, lakukan," ujar Hana.
"Jadi, kamu setuju?" kepala sekolah memastikan.
Hana menarik napasnya, "Bukan perkara menghubungi mereka, tapi saya setuju untuk sekolah ini mengeluarkan--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Old Man is Mine [INDONESIA]
RomanceJudul: Old Man is Mine - Buku 1 [INDONESIA] Seri: Old Man is Mine Bahasa: Indonesia Rekomendasi Usia: 18 tahun ke atas °•.•°•.•°•.•°•.•°•.•° •.•°•.•°•.•°•.•° Hana Naomi Sachie adalah seorang gadis berusia 16 tahun yang hidup di tengah keluarga yang...