Bagian 44 - Menolak Kamu

7.7K 293 0
                                    

Leon memandang hamparan pemandangan yang silih berganti melalui kaca jendela mobil. Walau sorot matanya tajam, namun ekspresi kekesalannya tetap tidak bisa disembunyikan.

"Sepertinya Mommy harus bilang ke Daddy untuk beli kaca jendela baru, karena sebentar lagi kamu akan melubanginya."

Leon menoleh dan mendengus keras.

"Mungkin Daddy mengizinkan kamu untuk pergi sendiri, tapi tidak dengan Mommy. Kamu anak Mommy satu-satunya dan ga mungkin Mommy biarin kamu pergi ke tempat bahaya sendirian."

Leon meracau kesal, "Lalu untuk apa Mommy telepon Daddy? Lebih baik langsung berangkat."

Mommy tersenyum, "Kamu lahir bukan karena Mommy doang, Dit. Daddy juga ikut andil bagian biar kamu bisa lahir. Jadi Daddy harus tau apa aja yang kamu lakuin."

"Mom, tolong... Aku punya privasiku sendiri!" Leon merajuk.

"Tujuh belas tahun saja belum, sudah bicara privasi. Memang kamu pikir kalau ada apa-apa privasi kamu itu bisa menyelamatkan kamu?"

Leon tak menjawab, sudah jelas ia kalah.

"Tapi--" Mommy melanjutkan perkataannya, "--bagaimana kalau kamu datang hanya untuk merasa kecewa?"

Leon kembali menoleh, "Maksudnya?"

"Kamu yang bilang sendiri kalau Hana menutup diri dari kamu. Meskipun kalian sahabat, tapi selama lima tahun ini dia ga cerita apapun? Bukankah itu aneh? Mommy jadi bertanya-tanya... selama lima tahun itu hubungan sahabat kalian tuh kaya gimana sih?"

Sambil melihat deretan angka lampu merah di hadapannya, Leon memikirkan jawaban dari pertanyaan Mommy.

"Teman-teman Mommy di BIN kebanyakan adalah anak yang memiliki latar belakang hubungan yang buruk dengan keluarganya. Mungkin bisa dibilang dendam. Mereka lebih memilih hidup sendiri tanpa identitas dan dianggap mati daripada mereka terus berhubungan dengan keluarganya. Kamu tau? Mereka punya pertahanan diri yang kuat. Mommy ga bicara tentang bagaimana mereka menguasai berbagai macam bela diri, tapi yang Mommy maksud adalah kekuatan--"

"Mental," Leon memotong.

"Aku tau maksud Mommy. Mommy mau bilang kalau Hana sudah memikirkan segalanya bukan? Bahkan termasuk keadaan dimana dirinya memilih menjadikan yakuza itu sebagai pelindungnya. Dan aku sahabat lima tahunnya ini tidak mungkin mampu merubah keputusannya. Begitu?"

Mommy mengangguk dan Leon hanya bisa mendesah.

"Hana anak yang cerdas, dia tidak mungkin mendekati orang yang membahayakan dirinya."

"Aku tau. Dia tidak sebodoh dan selemah itu. Tapi tetap saja aku tidak bisa membiarkan dia dilindungi oleh yakuza yang seumur hidupnya akan terus bermasalah."

"Keputusan seseorang yang sudah sering terluka tidak akan mudah diubah, Dit. Maaf kalau Mommy seperti meruntuhkan harapan kamu, tapi dari apa yang Mommy lihat. Kamu tidak sehebat itu untuk membuat Hana berbagi kisahnya."

"Jadi, aku harus sejahat yakuza?" Leon bertanya dengan sikap yang dingin.

"Bukan itu maksudnya. Hana mungkin hanya ingin kamu melihat dirinya yang bahagia, bukan dirinya yang penuh dengan kesedihan dan luka. Dia hanya ingin kamu tertawa bersamanya bukan menangis bersamanya."

"Aku akan mendengar jawaban darinya nanti," respon Lion menyudahi segala obrolan yang membuat dirinya semakin tenggelam dalam rangkaian pertanyaan tanpa jawaban.

*****

Masih dalam tempat yang sama namun Hana dan Ryuji menjaga jarak mereka. Mereka berdua duduk di pojok sofa yang berbeda. Hana merasa jantungnya akan melompat keluar, sedangkan Ryuji mengusap wajah yang berkeringat.

Old Man is Mine [INDONESIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang