.
.
.
.
"Ssst.. sudah jangan menangis terus.." Ucap Jiyong pada Dara yang masih menangis dipelukannya. Padahal ini sudah lebih dari 15 menit."Jangan marah lagi.. hiks.."
"Iya.. maaf.."
"Jangan mau memukulku lagi.."
"Aku sungguh sangat bodoh dan gila saat mau melakukan itu padamu. Maaf sayang.." Ucap Jiyong sambil mengecup puncak kepala Dara.
Dara akhirnya melepas pelukannya. Ia menatap Jiyong dengan mata dan wajah memerah.
"Jangan menangis lagi. Kecantikanmu jadi berkurang 10%."
"Sekali lagi aku minta maaf Ji.. aku berjanji tidak akan berbohong lagi. Aku janji akan pamit dengan jujur kemanapun aku pergi. Aku tidak mau kau marah lagi. Menakutkan."
"Hm.. cukup lakukan. Jangan hanya janji." Ucap Jiyong dengan mengacak rambut Dara.
"Ck.. kau membuat rambutku berantakan Ji.." Rengek Dara.
"Bagaimana kalau aku lebih buat berantakan lagi?."
"Hm?."
Jiyong langsung menggendong Dara dan memulai melanjutkan kegiatan panas mereka. Lagi.
.
.
."Ji.. aku lapar.." Rengek Dara yang masih diperlukan Jiyong. Dan masih tak menggunakan apapun.
Pantas saja Dara merasa lapar. Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Dan mereka belum makan sama sekali dari pagi.
"Aku masih lelah baby.."
"Iya lelah, tapi aku sangat lapar. Aku mulai pagi belum makan. Kau lupa kalau aku sedang sakit?." omel Dara.
Saat teringat Dara masih sakit, Jiyong langsung meletakkan telapak tangannya pada dahi Dara.
"Masih hangat. Tapi tidak terlalu panas."
"Ck.. aku lapar.. Jadi lepaskan pelukanmu.. aku mau makan.."
"Kau enak dipeluk sayang.. hangat.."
"Kau mau aku tambah sakit ya?."
"Haahh.. baiklah baiklah.. ayo kita keluar saja. Cari makan. Sekalian kita kencan. Bagaimana?. Mumpung Jisoo dirumahnya eomma."
"Baiklah Kajja.. tapi aku mau mandi dulu."
"Baiklah.. ayo kita mandi bersama.."
Lagi. Jiyong menggendong Dara. Dan. Melakukan hal panas. Lagi. 😌
.
.
.
."Kau mau kita berkencan dimana?." Tanya Jiyong yang sedang menyetir pada Dara yang duduk disampingnya.
"Terserah saja. Yang penting makan dulu. Aku lapar."
"Baiklah.. kita makan di restoran Jepang saja ne. Restoran favorit kita. Bagaimana?."
"Ne.."
Merekapun menuju ke restoran favorit mereka yang ada di tengah kota Seoul. Mereka makan dalam diam. Namun diam kali ini bukan karena sedang bertengkar. Tapi memang karena Jiyong melarangnya berbicara saat makan.
Saat selesai, Jiyong memulai pembicaraan mereka.
"Kau benar benar lapar huh?."
"Eum.. aku sangat lapar. Aku dari pagi belum makan karena kau serang terus."
"Aku sudah menahannya cukup lama sayang.."
"Siapa suruh marah marah?."
"Heish.. sudah jangan dibahas."