Jiwanya tercabik-cabik. Tak banyak yang mengetahui luka yang ia tanggung sendiri.
***
"Ketahuilah, setiap manusia lahir sudah menanggung bebannya untuk sampai seumur hidup ke depan."
"Lantas? Kau mau menutup matamu begitu saja melihat orang lain yang kesulitan?"
"Ketahuilah, keadilan tertinggi adalah ketidakadilan tertinggi. Tidak ada keadilan di dunia ini yang benar-benar adil. Semua orang ada saja salahnya di mata orang lain."
"Bangsat!"
"Stop! Chaeyoung, kata bangsat itu kan gak ada di naskah drama!"
"Habis ngeselin!"
Lisa meneriaki Chaeyoung yang sedang berlatih drama bersama Jimin namun ia menambahkan kata "bangsat" di percakapannya.
"Haaah, bubar dulu. Istirahat setengah jam."
Jennie mematikan camcordernya, ia membubarkan kerumunan massa di depan kelas sebelum kembali latihan drama untuk kelas seni mereka.
"Bagaimana menurutmu?"
Lisa mendekat, tersenyum pada Jennie dan menyenderkan lengannya di bahu Jennie.
"Bagus."
"Tapi masih banyak kurang, Jen-"
"Kalau fokus sama kekurangan terus, yang bagus-bagus gak akan ada gunanya."
Jennie memotong ucapan Lisa, menuju lokernya di belakang kelas, menyimpan kamera, mengambil beberapa jilid artikel, dan pergi beranjak keluar kelas.
"Jenniieeeee!!!"
Lisa berteriak kesal pada sahabatnya yang sulit diajak bicara itu.
"Apa?"
Jennie menoleh sekilas saat sudah berdiri di ambang pintu kelas berwarna cokelat muda itu.
"Mau kemana?"
Tanya Lisa dengan nada polosnya.
"Cari duit."
"Jen! Jadi asistenku aja, kubayar sepuluh kali lipat!"
"Ogah kalo punya majikan mesum kayak lu."
Setelahnya Jennie menaikkan hoodie jaketnya dan berjalan pergi.
***
"Kurang seratus ribu."
Jennie menatap pria dihadapannya dengan ekspresi wajah dingin.
"Ayolah, segitu cukup kan."
"Kau..."
Jennie menunjuk pria itu dengan jarinya.
"Bayar sekarang atau mati?"
"Ck, ini ambil. Aku tidak mau berurusan dengan ruang konseling seperti Jongin hanya gara-gara kau."
"Dengar ya Lee Dong Wook, pelangganku yang pintar, kalau kau keberatan membayar, kau bisa kerjakan sendiri tugas-tugas ini, Tuan pintarrrr."
Jennie menekankan kata pintar diujung kalimatnya.
"Tapi kau kemahalan! Diskon dong, Jen. Harga spesial pelanggan."
Dong Wook menghentak-hentakkan kakinya.
"Harga spesial your head!"
Jennie pergi meninggalkan Lee Dong Wook yang baru saja bertransaksi dengannya itu.
Ia berjalan lurus, menaiki tangga, dan berbelok di ruang kelas kedua.
"Heh, kuping gajah, bayar."
Jennie menggoyang-goyangkan bahu sesosok siswa tinggi besar tampan yang sedang tertidur di mejanya.
"Aaah ganggu aja deh! Ini kan jam istirahat. Nih nih nih ambil sendiri."
Chanyeol mengambil tugas yang diletakkan Jennie di mejanya dan memberi dompetnya pada Jennie, selanjutnya ia tertidur kembali di mejanya.
"Minta maaf! Dasar murid gatau diri!"
"Baru pindah, merasa paling cantik satu sekolahan, hah?!"
Jennie melirik kearah belakang, kearah suara yang membuat keributan di kelas itu.
"Ma..maaf... Tapi kan aku gak salah."
"Heh!! Berani ngelawan! Tarik dia! Bawa!"
"Jangan! Ampun!"
Jennie masih memperhatikan dua gadis yang sedari tadi berteriak sampai membuat takut gadis cantik yang diteriaki mereka. Jennie dapat membaca name tag gadis itu darisini, Kim Jisoo. Ia terpaku sejenak, tapi ia pergi keluar kelas. Tak mau ikut campur.
***
Jennie membuka pintu rumahnya, melepas sepatu di depan pintu dan berjalan masuk ke dalam, beranjak menuju kulkas dan mengambil tumblr air minumnya. Tiba-tiba ia mendengar suara tangisan dari arah ruang tamu. Mau tak mau Jennie harus melewati ruang tamu untuk menuju kamarnya.
Suara sesenggukan itu masih terdengar jelas.Wajah sendu itu menatapnya sekilas, matanya masih basah, seragamnya basah, kusut sekusut wajahnya sekarang karena ia menangis, dan letak name tag bertuliskan Kim Jisoo sudah tidak serapih tadi pagi. Jennie mengalihkan pandangan mata mereka yang sempat bertemu, lalu kembali berjalan ke kamarnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
You
FanfictionYou are the reason I cry, the reason I laugh, the reason I fall in love with.