You 38: Shaking Point

1.3K 204 40
                                    

Sudah sejak tadi siang Jennie terlihat uring-uringan, wajahnya menunjukkan kegusaran dan sekarang ia mengeluarkan aura "jangan ganggu aku".

Jennie berjalan mengangkut baju-baju kering dari jemuran, ia berjalan melewatiku sambil membuang muka.

"Jen-"

"Apa?" Jawabnya, ketus.

"Itu kaosnya jatuh satu."

Aku berjalan kearah kaos itu dan ingin memungutnya, tapi Jennie menunduk sedetik lebih cepat dariku, mendahuluiku mengambilnya.

"Urus saja Lisa jangan urus aku."

"Kok Lisa sih? Kenapa? Kau kenapa? Marah?"

Aku heran melihat sikap anak ini. Ada apa? Memangnya kenapa?

"Pikir saja sendiri!"

"Cemburu?" Godaku sambil menunjuknya dengan jariku.

Jennie hanya melihatku dengan tatapan datar.

"Kalau sudah tahu kenapa bertanya."

"Hah?!"

Aku yang ditinggal pergi ke ruang tengah olehnya ini hanya bisa terkejut mendengar jawabannya.

"Jennie, tunggu-"

Aku menarik lengan Jennie yang sedang membawa tumpukan baju.

"Eh-"

Jennie oleng, dia nyaris menimpaku kalau saja aku tidak menahan bahunya dengan sisa tangan kiriku memegang meja makan di belakangku.

Ah, sial. Kenapa jantungku berdetak secepat ini hanya karena melihatnya dari jarak sedekat ini?

Aku tidak perduli lagi dengan baju-baju Jennie yang jatuh berceceran di lantai karena terlepas dari pegangannya, ataupun cuaca sore ini yang panas, ataupun peluh yang mengucur di wajahnya, ataupun jantungku yang tidak bisa berhenti berdetak secepat ini jika berada di dekatnya.

Pun ia juga melakukan hal yang sama seperti yang akan aku lakukan sekarang, menarik leher jenjangnya dan mencumbu bibirnya dengan mesra.

Kan, benar kataku. Dia membalasnya. Jennie mendorongku keatas meja makan, ia menautkan jemarinya ke jari-jariku. Selanjutnya ia memperdalam tautan lidah kami.

"Apa yang kalian lakukan!"

Sampai sebuah suara bentakan keras menyadarkanku, menyadarkannya, membuat kami yang sedang terbuai kenikmatan tadi segera tersadar dan terseret ke kenyataan bahwa seseorang tengah melihat kami berciuman.

Aku mendorong tubuh Jennie.

"Chaeyoung..."

Wajah Jennie berubah pucat sambil menyebut nama itu. Aku tidak bisa melihat rupaku, tapi bisa kupastikan sama terkejutnya seperti Jennie. Entah mengapa rasa takut menyeruak dari dalam tubuhku. Amarah Chaeyoung jelas terpancar dari wajahnya.

"I-ini..." Jennie berusaha menjelaskan.

"Cuma salah paham?"

Chaeyoung berjalan maju kearah kami, membuat Jennie kelabakan.

"Tidak mungkin. Tidak mungkin cuma salah paham melihat kalian berdua menikmatinya begitu."

Chaeyoung tersenyum sambil melempar kalimatnya yang menusuk.

"Dan kau, kenapa kau di rumah Jennie?"

Chaeyoung menunjukku, kemudian ia beralih memandang Jennie dengan tatapan tajam.

"Kau dibawa Jennie kemari? Iya? Dia menjebakmu?"

Aku tidak bisa menjelaskan yang satu ini tapi aku benci melihat raut tersakiti dari wajah Chaeyoung ketika ia menatapku.

"Kenapa? Kau bilang ingin bersaing secara sehat? Kenapa kau melakukan ini di belakangku?"

Chaeyoung mendorong bahu Jennie. Jennie hanya diam saja, ia mengalihkan pandangannya, enggan menatap Chaeyoung.

"Hm? Aku yang bilang? Aku tidak bilang ingin bersaing secara sehat. Kau yang bilang. Dan aku tidak mengiyakan. Jadi kau sendiri yang punya kesepakatan."

Jennie akhirnya menatap Chaeyoung dengan tajam sambil melontarkan kata-kata yang tidak ku ketahui dengan jelas maksudnya apa.

"Kau lebih memilihnya, Jisoo?"

Chaeyoung menatapku lagi.

"Ayolah, jangan membuatku harus memilih seperti ini, Chaeyoung. Yang tadi tidak sengaja."

Aku berusaha mengalihkan pembicaraan, tapi...

"Tidak sengaja? Lalu kenapa kau balas lumatannya?!"

Chaeyoung mulai berbicara dengan nada tinggi, matanya sudah berkaca-kaca.

"Cha-chaeyoung, ini tidak seperti yang kau pikirkan. Aku dan Jennie-"

"Dia kakak tiriku."

Jennie menjawab. Ia memberikan jawaban disaat aku sedang mencari alasan.

"Jangan salahkan Jisoo, aku yang memulai."

Jennie melangkah maju di depanku, menutupi separuh badanku.

"Apa? Kakak tiri?"

Chaeyoung mengernyitkan keningnya. Ia menatapku dan Jennie bergantian.

"Terlebih lagi jika benar, maka apa yang sudah kau lakukan kepada kakak tirimu sendiri, Kim Jennie!"

Chaeyoung memaki Jennie, ia menarik kerah bajunya.

"Aku hanya balas dendam."

"Apa..?"

Aku tidak percaya dengan ucapan Jennie barusan. Apa maksudnya? Balas dendam? Jadi? Aku? Hanya pelampiasan?

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Jennie. Bukan aku. Itu dari Chaeyoung.

Dan suara-suara teriakan dan makian lainnya yang tidak kudengar lagi, karena aku sudah pergi melangkah keluar dari rumah itu.

***









YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang