Jisoo tidak tenang. Ia setengah berlari terburu-buru menuju ruangan yang diberitahu Lisa di telepon.
"Chaeyoung?"
Tanya Jisoo begitu ia melihat Lisa dan teman-temannya. Lisa yang masih terisak hanya diam, ia menangis sambil terduduk dan menutupi wajahnya. Lisa menggeleng, sambil menunjuk satu ruangan. Mata Jisoo berkaca-kaca.
Ruangan yang ditunjuk Lisa membuat wajah Jisoo dan Jennie pucat. Lutut Jisoo lemas rasanya, ia menangis. Jennie merangkul bahunya, menguatkan.
***
Ruangan itu sunyi. Hanya suara elektrokardiogram dan tangisan Jisoo saja yang terdengar. Chaeyoung sudah dipindah ke ruang ICU setelah keluar dari kamar operasi.
"Chaeyoung. Bangun."
Jisoo menggenggam tangan Chaeyoung dengan erat.
"Sudah, jangan menangis. Bukan salahmu."
Ujar Chaeyoung yang sedang melihatnya menangis.
Tapi Jisoo tidak dapat melihat roh Chaeyoung yang sedang duduk santai di ranjang tepat di sebelah Jisoo sambil memakan sebuah apel merah. Jisoo hanya dapat melihat tubuh Chaeyoung yang tidak juga sadar-sadar itu.
"Hei, malah makan."
Bisik sebuah suara.
"Eommaya!"
Chaeyoung tersentak. Ia terkejut.
"Hantu?"
Chaeyoung mengatai roh di depannya ini yang muncul dari tembok sebelah.
"Enak saja. Aku ini malaikat pencabut nyawa." Balas roh cantik di sebelahnya sambil menggerutu kecil.
"Oh. Kukira kau hantu pegawai kantoran eksekutif yang mati muda karena kelelahan bekerja."
"Huh! Seragam kami memang begini tau! Kalau aku hantu, kau itu apa sekarang?"
"Aku? Hmm... Roh spesial. Hahaha."
Chaeyoung masih bisa tertawa. Sedetik kemudian ia tersadar.
"Lalu? Kau ingin mencabut nyawaku?"
Chaeyoung mendadak takut. Jantungnya berdebar cepat. Membuat mesin elektrokardiogramnya juga berbunyi.
"Tidak. Aku hanya mau kenalan. Perkenalkan, namaku Seulgi."
"Chaeyoung."
Chaeyoung menjabat tangan Seulgi.
"Jadi kau tidak mau membawaku?"
"Tidak. Hanya saja, sudah lama aku tidak berbicara dengan anjing penolong takdir."
"Hmm?"
Chaeyoung bingung. Ia tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh roh pencabut nyawa yang cantik ini.
"Sudah dulu ya. Kuharap kau cepat sembuh. Sampai jumpa kembali."
Seulgi pamit, meninggalkan asap-asap tebal di samping Chaeyoung.
"Uhuk! Uhuk! Membuat pasien di ruang ICU batuk-batuk karena asap itu kejahatan tau!"
Chaeyoung meneriaki dinding disampingnya.
"Hiks.."
Perhatiannya teralih mendengar tangisan Jisoo.
"Uljima."
Chaeyoung mengelus rambut Jisoo dengan pelan lalu sedikit menunduk untuk mencium kepalanya.
"Maaf, Chaeyoung. Maafkan aku."
"Jangan minta maaf, Jisoo. Sudah seharusnya aku melindungimu, kan."
"Harusnya aku saja yang tertusuk supaya tidak merepotkan banyak orang."
Jisoo menangis, wajahnya sangat menyedihkan sekarang.
"Hei, kau kira dengan begitu aku bisa hidup tenang, hah?"
Chaeyoung mendekatkan wajahnya, keningnya berkerut.
"Mana bisa aku kehilanganmu!"
Chaeyoung berdiri.
"Yah, walau sekarang pun kau sudah milik Jennie, sih."
Chaeyoung menggaruk tengkuknya dan tertawa konyol.
"Maaf, aku tidak bisa membalas perasaanmu."
Chaeyoung tertegun. Wajahnya berubah datar mendengar kalimat Jisoo barusan.
"Aku hanya selalu merepotkanmu."
"Haaah..."
Chaeyoung menghela napasnya. Sedetik kemudian ia lompat ke tubuhnya, tapi kemudian rohnya mental kembali.
"Sialan! Aku mau bangun! Bagaimana caranya!"
Ia lompat lagi, berusaha masuk ke tubuhnya tapi gagal lagi. Chaeyoung berlari dari ujung dan lompat lagi ke tubuhnya kuat-kuat tapi ia malah tembus ke lantai bawah rumah sakit itu. Kamar mayat. Chaeyoung bergidik takut, ia segera keluar darisana dan berlari ke lantai kamarnya diatas.
Dilihatnya Jisoo masih menggenggam tangannya.
"Coba saja kau genggam begitu saat aku sadar. Aku pasti bahagia sekali, Jisoo."
Chaeyoung tertawa kecil. Kemudian ia berjalan mendekat, memperhatikan wajah Jisoo dari dekat.
Tok. Tok. Tok.
Suara pintu diketuk.
Jennie masuk ke dalam.
"Jisoo, sudah seharian kau disini. Bagaimana kalau kita pulang dulu nanti kita kesini lagi?"
Jisoo menggeleng.
"Atau kau pulang dulu, biar kujaga Chaeyoung?"
Jisoo menggeleng lagi.
Jennie berjalan mendekat, ia memeluk Jisoo.
"Tenang ya. Dia akan baik-baik saja."
"Baik-baik saja kepalamu!"
Chaeyoung mendengus sebal.
"A-aku tidak mau kehilangan Chaeyoung, Jen."
Jisoo memeluk tangan Jennie yang sedang merangkulnya dari belakang.
"Sama. Aku juga. Sekarang kita pulang dulu ya? Biar kupanggil Lisa. Atau kau mau diantar Irene? Dia ada di depan juga. Biar aku yang jaga Chaeyoung?"
Chaeyoung tertegun. Ia malu melihat sisi dewasa Jennie. Pantas saja Jisoo jatuh hati padanya.
Jisoo menggeleng.
"Ayolah. Chaeyoung pasti sedih kalau melihatmu begini. Ya?"
Jennie menatap Jisoo, ia memegang dagunya. Jisoo menatapnya.
"Uljima."
Jennie mendaratkan ciuman di bibir Jisoo. Tidak terlalu lama, tapi tidak sebentar juga.
"Aaah! Aku mau kembali ke kamar mayat tadi saja!"
Chaeyoung menendang kasurnya dan lompat lagi kebawah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
You
FanfictionYou are the reason I cry, the reason I laugh, the reason I fall in love with.