Aku membuka mataku perlahan. Rasa nyeri di tanganku membuatku terjaga. Seseorang menyentuhnya, dengan lembut. Tapi air apa ini? Basah.
Jisoo?
Sedang apa dia?
"Kau... Sedang apa?"
Tanyaku, lemah. Tak punya cukup tenaga untuk marah.
"Mengelapmu." Jawabnya, santai.
Tangan lentiknya memeras kain putih lembut yang biasa kugunakan untuk mengompres. Kain itu basah, setelah direndamnya ke dalam baskom kecil.
"Kau apakan ini?"
"Ini cairan antiseptik. Kau juga belum mandi. Anggap saja ini untuk membersihkan."
"Kau kira aku bayi sampai harus di lap pakai air dettol?!"
"Iya. Bayi besar."
"Ck, kau sudah berani padaku hah?"
Belajar menjawab dari siapa dia?
"Kenapa aku harus tidak berani?"
Jisoo tersenyum miring.
"...disaat kau dengan beraninya menciumku dengan paksa?"
Mata Jisoo menatapku lurus, masih sambil memeras kain basah itu. Membuatku tidak bisa berkata apa-apa. Jantungku berdegup kencang. Aku mengalihkan pandanganku kearah jendela.
Jisoo diam, tangannya beralih ke kakiku.
"Sudah, hentikan. Aku mau mandi saja."
Aku mencoba untuk bangkit, tapi Jisoo menahan bahuku.
"Besok pagi saja. Sebaiknya kau ganti baju saja." Ujarnya.
"Tidak. Minggir kau."
Aku berdiri.
"Jen-"
Jisoo menarik tanganku tiba-tiba.
"Ah!"
"Ups, maaf."
Jisoo melepas tanganku yang memar.
Aku mengamati luka-lukaku. Lumayan.
"Kenapa appa bisa sampai memukulmu?"
Tanyanya, pelan.
"Aku tidak tau dia pulang. Aku masih menghabiskan rokok yang baru kudapat lagi hari ini dari Hongbin."
Jisoo tampak mendengarkan.
"...dia mendapati kamarku penuh asap, jadi dia menggedornya kuat-kuat, sebelum menerjangku dan menghajarku seperti anjing. Kukira dia pulang besok, bukan hari ini."
Aku tertawa, menertawakan kebodohanku.
"Apa?" Aku tidak suka tatapan kasihan Jisoo padaku.
"Sudahlah, aku sudah biasa kok. Aku memang bukan anak dari keluarga ini."
Aku meneruskan berjalan menuju kamar mandi.
"Tidak."
"Hmm?"
"Tentu saja kau bagian dari keluarga ini. Kau mirip sekali dengan Appa."
Kalimatnya membuat hatiku terasa sakit.
"Mirip itu percuma ketika kau tidak diakui bahkan tidak diinginkan."
"Biar kebenaran yang akan menjawabnya. Aku yakin semuanya akan berubah, Jen."
"Kau bisa apa?"
Aku tertawa remeh. Wajah Jisoo berubah serius.
"Bisa melindungimu seperti tadi." Ujarnya, cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
You
FanfictionYou are the reason I cry, the reason I laugh, the reason I fall in love with.