Sore ini baru selesai hujan. Waktu sudah bergerak ke angka setengah lima. Jalanan sepi, dingin, membosankan. Kupercepat langkahku menuju rumah. Rumah yang bukan milikku. Jika dulu eomma masih di rumah pasti dia sudah membuatkanku teh hangat jika aku pulang dan cuaca sedang hujan atau gerimis. Aku teringat obrolan kami jauh sebelum Eomma pergi dari rumah.
"Eomma, jadi ibu itu susah tidak sih?"
Sore itu hujan dan pulang-pulang aku disambut teh manis hangat.
Eomma hanya tersenyum saja sambil mengaduk gelas tehnya yang kuyakin dia sedang mengaduk gula walau aku tidak melihat ia memasukkan gula tadi."Hmm? Kenapa sayang? Kau mau jadi ibu, eoh?"
Candanya. Padahal waktu itu aku masih tiga belas tahun.
"Ih bukaaaan eomma! Aku hanya mau tau saja. Pekerjaan eomma kan sangat banyak, apa tidak lelah?"
"Hmm... Lelah pun kau tidak pernah membantu eomma di rumah."
Eomma tersenyum jahil.
"Iihhh! Eomma!"
Dia tertawa, tawa yang kurindukan.
"Jadi Ibu itu tidak susah, Jennie, karena seorang Ibu akan terus berjuang untuk anak-anaknya."
Aku baru mau bertanya kenapa, tapi eomma sudah menjawab.
"Karena eomma sangat sangat mencintaimu."
Jawabannya membuatku tertegun.
"Yang susah itu menjadi istri."
Eomma tersenyum lagi.
"Kenapa, eomma?"
"Karena kau harus menahan rasa egomu demi cintamu."
"Kenapa, eomma? Eomma tidak cinta appa memangnya? Kalian kan saling mencintai."
Saat itu aku tidak mengerti maksud eomma.
"Tentu saja aku mencintai appa-mu, Jennie. Kalau tidak mana mungkin ada kau."
Ia tertawa lagi. Lagi lagi tawa yang kurindukan saat ini.
"Apa semua istri seperti eomma?"
Tanyaku lagi.
"Eomma tidak tahu, sayang. Tapi ada beberapa istri yang kesulitan menghadapi suami mereka ataupun sebaliknya."
"Seperti apa contohnya?"
Aku meneguk teh panasku.
"Yang susah itu ketika kau sudah berusaha tapi kau selalu saja dianggap salah dimata pasanganmu. Atau, kau harus memenuhi semua tuntutannya disaat tuntutanmu padanya tidak ia penuhi. Makanya, kelak ketika kau mendapat pasangan, kau harus bisa memahaminya, ya."
"Hmm... Aku tidak mengerti, eomma."
"Sudahlah, masuk saja ke dalam dan belajar yang baik."
"Tidaaaak mauuuu." Aku menggembungkan pipiku.
"Jadi maumu apa?"
"Mau manja-manja sama eomma saja."
"Dasar kau ini..."
Aku pindah duduk kesampingnya dan berbaring di pangkuannya.
Aku tidak mengerti maksud eomma waktu itu, tapi setelahnya aku mengerti ketika eomma pergi meninggalkan rumah hari itu, artinya ia sudah tidak dapat menahan egonya lagi dan merasa lelah menghadapi appa.
KAMU SEDANG MEMBACA
You
ФанфикYou are the reason I cry, the reason I laugh, the reason I fall in love with.