"Jadi dia tidak berusaha mencari Jennie?"
Krystal melempar foto-foto yang sedang dipegangnya ke meja.
"Percuma saja. Sudah, tidak usah memata-matai dia lagi."
Krystal mengambil sesuatu dari sakunya. Dua pria berjaket hitam dan bertopi itu menunggu bayarannya.
"Ambil dan pergilah."
"Ah, nona, bagaimana kalau kita menculiknya saja? Mungkin dia tahu sesuatu?" Saran salah satu pria botak bertopi.
"Tidak usah. Kau ini menambah masalahku saja. Pergi sana!"
Krystal pikir menculik Jisoo adalah ide yang bodoh.
Dua pria yang duduk di sofa rumahnya itu segera bangkit dan berdiri, kemudian pamit setelah menerima bayarannya.
"Percuma saja aku memata-matainya selama ini. TIdak ada tanda-tanda ia mengetahui keberadaan Jennie."
Seseorang muncul dari arah belakangnya. Appa Krystal berjalan menuruni tangga.
"Tidak ada hasil."
Ujar Krystal saat Appa-nya berjalan melewatinya sambil mengancing lengan kemejanya.
"Kalau begitu cari terus."
"Dia tidak ada di Daegu! Jisoo bahkan tidak tahu Jennie ada dimana! Memangnya apa sih yang akan Appa lakukan pada Jennie?!"
"Appa hanya ingin memastikan dia baik-baik saja. Cari di Seoul. Kita harus menemukannya karena kita sudah kehilangan jejaknya. Itu semua karena kau yang terlalu longgar pada Jennie!"
Krystal terdiam. Ia tidak melawan perkataan Appa-nya lagi. Ia menahan tangisnya, menyesali keputusannya dulu yang mengiyakan perkataan Jennie.
"Ayolah, masa aku tidak boleh jalan-jalan di Daegu?"
Pinta Jennie di suatu sore.
"Tentu saja boleh, tapi kau tahu kan diluar pasti ada mata-mata?"
Krystal mengingatkan Jennie.
"Tentu saja. Bahkan di ponsel yang kubawa ini juga dipasang pelacak, kan?"
Krystal mengangguk. Jennie diam saja.
"Kalau sudah tahu kenapa masih bertanya?"
Krystal menatap Jennie.
"Ayolah, aku kabur begini cuma ingin kebebasan. Dan kau tidak percaya padaku? Saat ini hanya kau yang mengetahui keberadaanku dan semua hal tentangku. Kau bisa memastikan aku kembali ke rumah ini dan ke kamar ini lagi. Hanya di toilet yang tidak dipasangi cctv, kau bayangkan saja sendiri bagaimana rasanya jadi aku. Katanya kau menyayangiku? Mana?"
Jennie cemberut setelah protes pada Krystal. Krystal hanya tertawa.
"Baiklah. Tapi sebentar saja ya? Berapa hari yang kau butuhkan?"
"Satu minggu mungkin?"
"Apa? Satu minggu? Itu terlalu lama untuk membiarkan kau keluar rumah tanpa pengawasan! Tidak mungkin. Appa bisa marah."
Krystal sepertinya menolak permohonan Jennie.
"Selama satu minggu itu aku akan terus membawa alat pelacak ini bersamaku setiap aku keluar rumah, jadi kau bisa tahu keberadaanku dan..."
Jennie sedikit menimbang kalimat selanjutnya yang akan ia ucapkan.
"...aku akan menuruti permintaanmu yang waktu itu."
"Benarkah?! Kau mau jadi pacarku dan melupakan Jisoo?"
Krystal terkejut senang mendengar perkataan Jennie.
"Iya benar. Tentu saja. Saat ini yang kumiliki hanya dirimu."
Jennie mengangguk.
"Tapi cuma selama seminggu itu saja ya."
Jennie tertawa.
"Ah tidak mau!"
Gantian Krystal yang cemberut mendengar perkataan Jennie.
"Baiklah, baiklah. Selama yang kau mau. Bagaimana?"
Krystal tampak berpikir sejenak.
"Setuju."
"Yasudah, aku mandi dulu."
Jennie pamit dan mematikan video call nya dengan Krystal.
"Selama seminggu itu memang aku masih melihatnya dan berbicara dengannya setiap malam di dalam kamar yang sudah kusiapkan untuknya. Tapi, dibalik itu ternyata dia sudah menipuku untuk kabur."
Krystal membaringkan dirinya di sofa. Ia lelah.
***
22:00 P.M
Jisoo memegang segelas cokelat hangat sambil duduk termenung memandang kearah jendela rumahnya. Suara televisi yang menyala di depannya gagal membuat pikiran Jisoo berjalan jauh.
Jisoo lebih asik dengan pikirannya sendiri. Memikirkan apa yang harus dilakukannya, dimana Jennie, dan bagaimana cara untuk menemukannya.
Sinar dari ponselnya di meja mengalihkan lamunan Jisoo, ia yang sedang menopang kepalanya dengan lengan kanannya yang masih bersender di sofa segera melirik ponselnya sejenak dan mengambilnya.
Sebuah panggilan masuk. Nomor tidak dikenal. Jisoo sedikit ragu tapi ia mengangkatnya.
"Yeoboseyo?"
Tidak ada sahutan di seberang sana.
"Yeoboseyo?"
Lagi, Jisoo mengulanginya.
Masih tidak ada jawaban.
"Ya! Dasar tidak jelas!"
Bentak Jisoo lalu ia mematikan teleponnya.
Jisoo kembali meletakkan ponselnya ke meja. Tak lama kemudian cahaya ponselnya menyala lagi, membuat suasana gelap di ruang tamu Jisoo menjadi sedikit silau. Notifikasi kokoa-talk nya berbunyi beberapa kali. Ada chat masuk. Jisoo mengambilnya.
"Siapa yang mengajarimu galak begitu? Hah?"
"Apa Irene? Aish, si bodoh itu kusuruh untuk menjagamu bukan untuk mengajarimu yang tidak-tidak."
"Maaf mengejutkanmu, ya. Boleh kutelepon lagi sekarang?"
"Nggg... Tadi aku gugup."
Begitu isi pesannya.
"Tidak mungkin." Jisoo menutup mulutnya, ia terkejut.
Jennie menghubunginya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
You
FanfictionYou are the reason I cry, the reason I laugh, the reason I fall in love with.