Game session kemarin sudah berakhir. Semua jawaban tidak menentukan alur cerita. Kalau harapan reader sama dengan alur berarti memang sudah alurnya seperti itu. Oke?
***
Bagaimana rasanya melihat orang yang kau cintai tengah berciuman dengan sahabatmu sendiri? Aku tebak rasa sesaknya sama seperti yang kurasakan saat ini.
Tapi aku hanya bisa terdiam dari balik tirai ini. Kuurungkan niatku memanggilnya, orang yang sedang dicium Chaeyoung.
Tadinya aku juga sudah menyiapkan kata-kata permohonan maafku untuk Chaeyoung, tapi sepertinya dia tidak pantas mendapatkannya.
Aku hanya bisa berharap cukup hatiku saja yang patah. Jangan sampai hati Lisa juga patah. Anak itu benar-benar menyukai Chaeyoung. Ayolah, aku sudah mengalah sekali. Haruskah aku melepasnya juga kali ini?
Apa yang akan kukatakan pada Jisoo nanti? Aku benar-benar ingin marah padanya tapi aku tidak bisa. Entahlah, lihat saja nanti.
Kutinggal saja dulu dua orang itu, lebih baik aku mundur. Kenapa orang yang kusayangi bisa jatuh semua pada Chaeyoung? Kenapa dia selalu menjadi sainganku? Bahkan untuk marah padanya pun aku tidak bisa lagi.
Aku harus menghentikanmu, Chaeyoung. Sebelum kau hancur karena perbuatanmu sendiri. Tapi sekarang aku bimbang apakah aku harus menghentikanmu atau membiarkanmu benar-benar hancur?
***
"Ini. Dikompres."
Seseorang mengulurkan segelas es batu untukku. Aku yang sedang duduk dibawah tangga menoleh.
"Kau..."
Aku heran kenapa orang ini masih saja mendatangiku setelah semua perlakuan kasarku padanya.
"Duduk sini disampingku." Aku mendengus, menepuk tempat disebelahku.
"Lama tidak berjumpa." Ucapnya, setelah duduk tepat disampingku.
"Ya, sudah lama, tidak berbincang seperti ini."
Aku memainkan gelas es batu itu di tanganku.
"Bagaimana kabar eomma?"
"Sepertinya tidak baik. Sama sepertiku."
Gadis itu menopang dagunya dengan tangannya. Ia sedikit memajukan badannya, membenarkan posisi tangannya yang menyangga di kakinya.
"Aku bertanya kabar eomma-ku, bukan kabarmu. Gadis bodoh."
Aku mendorong pelipisnya dengan jari telunjukku.
"Eomma-mu itu selalu bersama Appa-ku, kau tahu."
"Tahu dengan jelas."
"Bagaimana kabar Appa-mu? Ehm, maaf. Kabar Appa Jisoo ya?"
"Kau tahu sendiri kan."
"Ya, benar. Tidak pernah baik kepadamu."
Aku terkekeh mendengar jawabannya. Krystal membenarkan posisi duduknya.
"Aku sebenarnya ingin minta maaf."
Krystal menatapku.
"Padaku?"
Aku menatapnya dengan bingung. Krystal menggeleng pelan.
"Pada Jisoo."
"Dia pasti sudah memaafkanmu. Dia baik, tidak sepertimu, parah."
"Sialan kau Jennie." Krystal menepuk bahuku keras-keras.
"Kukira dia membenciku."
Ujar Krystal dengan suara yang sangat pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
You
FanfictionYou are the reason I cry, the reason I laugh, the reason I fall in love with.