"Berhenti dan kembalilah. Kau harus ikut aku sekarang!"
"Tidak akan!"
"Kubilang berhenti sekarang!"
Seulgi sedang mengejar satu roh narapidana yang harus dijemputnya.
Roh itu memutuskan untuk lari setelah mendengar jawaban atas pertanyaannya lima menit yang lalu pada Seulgi.
"Aku akan masuk kemana? Surga atau neraka?"
"Neraka."
"Sial! Kau ini narapidana apa? Kejahatan apa yang kau perbuat? Sialan! Larimu kencang sekali!"
"Mantan copet!"
Seru roh itu sambil terus berlari menjauhi Seulgi dan menghilang di tikungan.
"Aish! Jinjja! Yak! Tangkap!"
Serunya pada orang-orang yang lewat disitu tapi percuma. Dia lupa tidak ada yang bisa melihat mereka kecuali orang-orang tertentu.
***
"Kau ini bagaimana sih?! Harusnya kita terima ajakan Jisoo! Kau malah menolaknya, dasar bodoh!"
Irene sedang menggerutu sepanjang perjalanan pulang karena Jennie menolak ajakan Jisoo untuk pulang dulu ke rumahnya.
"Ya mau bagaimana lagi, aku tidak mau."
"Payah!"
Irene sebal karena kehilangan kesempatan untuk bisa bersama Jisoo.
"Coba saja Jisoo menawariku bukannya kau."
Irene bergumam kecil sambil menatap kebawah dengan wajah cemberut. Kedua tangannya memegang sisi depan tali ranselnya. Ia menyayangkan Jisoo tidak menanyainya.
"Hei, jangan cemberut. Nanti dikejar anjing."
Jennie yang berjalan disampingnya mencolek pipi Irene sambil tertawa. Berniat menggoda temannya itu.
"Apasih?!"
Irene menarik jarak, memelototi Jennie, tangan kirinya memegang tali ransel, tangan kanannya mengepalkan tinju pada Jennie.
"Jauh jauh! Atau kulempar dari atas jembatan ini!"
"Mana kuat kau melemparku kebawah."
Mereka memang sedang menyeberangi jembatan beton yang tidak terlalu panjang. Dibawahnya mengalir sungai kecil dengan air yang cukup jernih.
"Hei berhenti!"
Seulgi meneriaki roh yang sedang dikejarnya. Roh itu berlari kearah jembatan dan hampir melewati Jennie yang sedang berdiri bersama Irene.
"Kejar! Bantu aku kejar dia!"
Seulgi berteriak pada dua ekor anjing liar besar berwarna cokelat yang berada tak jauh disampingnya. Entah itu anjing siapa tapi Seulgi mampu berkomunikasi dengan hewan itu.
Dan tanpa menunggu lebih lama, dua ekor anjing itu berlari ke jembatan.
"Dasar- Anjiiiing!"
Teriak Irene kencang-kencang dan kalimat balasannya untuk Jennie terputus saat ia melihat dua ekor anjing liar tengah berlari kearah mereka berdua.
"Hei kasar sekali kau. Ngajak ribut??"
Jennie mengira Irene meneriakinya dasar anjing.
"Lari! Lari Jen lari!"
Irene menarik tangan Jennie. Jennie menoleh ke belakang, seketika matanya terbelalak melihat anjing dibelakangnya.
"Anjing! Irene! Anjing!"
"Bangsat kau Jennie."
Irene merasa kesal dengan teriakan Jennie.
"Bukan kau!"
Jennie berusaha meluruskan.
"Kau lihat anjing-anjing itu masih berlari di belakang kita!"
Jennie berteriak pada Irene.
Mereka berdua berlari kencang darisitu."Aku gak liat. Aku gak mau liat."
Balas Irene, masih sambil berlari.
"Apa ini gara-gara...haaah... ucapanku tadi ya?"
Jennie mulai ngos-ngosan.
"Gak tahu. Aku gak mau tahu."
Irene meringis.
Mereka akhirnya bersembunyi dibalik pagar rumah orang di lorong-lorong yang mereka lewati.
Kedua anjing itu berlari lurus melewati lorong mereka.
"Kau kenapa lari? Bukannya kau pemberani? Tukang berkelahi?"
Irene menatap Jennie dengan sinis sambil berkacak pinggang.
Jennie masih menunduk memegang kedua lututnya sambil menormalkan nafasnya. Ia lelah.
"Aku berkelahi dengan orang. Bukan dengan anjing!"
"Haaah... Gak dengar, aku gak mau dengar."
Irene mengibas-ngibaskan tangannya dan berjalan keluar meninggalkan Jennie.
"Ayo pulang. Kajja. Dasar payah lari segitu saja kehabisan napas."
Ledek Irene.
"Huh! Menyebalkan!"
Jennie mengikuti langkah Irene, kembali menuju rumah Irene.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
You
FanfictionYou are the reason I cry, the reason I laugh, the reason I fall in love with.