You 87: Another Truth II

1K 99 15
                                    

Park Joo Mi bingung melihat kedua puterinya bertingkah aneh.

Setelah makan malam, Jisoo bergegas duluan ke kamarnya, meninggalkan Jennie.

"Kau kenapa?"

Ia menegur Jennie yang menatap meja makan dengan tatapan kosong.

"Eomma, kau akan merestuiku kan jika aku ingin menikahi Jisoo?"

"Tentu saja. Siapa yang tidak mau punya menantu sebaik dia?"

Park Joo Mi tersenyum.

"Walau itu salah?"

Jennie menatap eomma-nya dengan pandangan nanar.

"Apanya yang salah?"

"Eomma! Eomma seharusnya tidak mengizinkanku bersamanya. Dia kakakku."

"Wae? Memangnya kakak adik tiri tidak boleh menikah?"

Eomma Jennie tersenyum, menggoda anaknya.

Jennie diam. Dia malas menjawab Eommanya.

"Tentu saja tidak boleh. Tapi demi kebahagiaanmu, aku akan mengizinkannya. Lagipula dia bukan anak Appa-mu. Kalaupun iya Jisoo memang kakak tiri atau kakak kandungmu sekalian juga aku tidak akan melarangmu. Karena aku juga sudah banyak berdosa padamu, kau tahu itu, nak."

Jennie terkejut.

"Maksudnya?"

"Iya, aku berdosa. Aku meninggalkanmu sendirian dan-"

"Bukan itu. Jisoo bukan anak appa?"

"Kau? Jangan bilang appa-mu tidak cerita? Dia tidak menjelaskan semuanya?"

Eomme Jennie mengklarifikasi.

"Tentang apa?"

Jennie gusar. Dia tidak tenang sekarang.

"Aish. Jinjja. Pria berengsek itu. Tarik napas. Tenang. Jennie, tenangkan dirimu."

Jennie berusaha siap mendengarkan penjelasan eommanya. Jantungnya berdebar. Ia tidak tenang. Ia takut sesuatu yang disampaikan eommanya akan membuatnya dan Jisoo jauh lebih sakit hati.

***

Irene berjalan sendirian.

Suasana sangat sepi. Sebenarnya dia tidak mau lewat jalan ini tapi jalan ini adalah jalan tercepat untuk sampai di rumahnya.

"Aku lelah dan mengantuk sekali. Kenapa jam les di Korea harus sampai selarut ini!"

gumam Irene.

Tak lama kemudian Irene mendengar suara langkah di belakangnya.

Ia menoleh ke belakang, dan melihat seorang pria berpakaian aneh sedang menyeringai tujuh meter di belakangnya tepat dibawah lampu jalan.

"Sedang apa dia malam-malam begini mengenakan bathrobe di jalanan?"

Irene meneguk ludahnya. Firasatnya tidak enak.

Ia mempercepat langkahnya.

Suara langkah kaki dibelakangnya juga ikut terdengar cepat.

"Tidak salah lagi, dia membuntutiku."

Irene memutuskan untuk berlari, pria itu mengikuti dibelakangnya.

"Sial!"

Irene salah mengambil belokan jalan dan tersudut di jalan buntu.

Pria tadi masih mengikutinya hingga sedekat ini.

"Siapa kau? Mau apa? Jangan macam-macam!"

Pria aneh itu tertawa dan membuka bathrobesnya.

Sesuatu menghalangi tatapan Irene.

YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang