"Kenapa kalian menyembunyikan hal ini dariku?!"
Park Joo Mi melampiaskan kemarahannya pada Cha Seung Won dan Krystal.
Keduanya hanya diam.
"Tega sekali kalian!"
"Sayang, tapi ini keputusan Jennie."
"Kau bukan Appa nya, Cha Seung Won! Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Jennie?!"
Tidak ada lagi kelembutan dalam diri Park Joo Mi setelah mengetahui Jennie pergi dari Seoul.
Cha Seung Won tersentak, ia menunduk.
"Dia tau darimana?"
Tanya Cha Seung Won pada Krystal begitu Park Joo Mi pergi meninggalkan ruang tamu.
"Dia mencari tahu tentang Jennie pada beberapa guru, dan..."
"Sial. Pecat semua guru yang membocorkan hal ini padanya! Padahal semuanya sudah sempurna tanpa Jennie."
Krystal menatap Appa-nya tidak percaya.
"Appa, kurasa ini bukan hal yang benar."
"Diam dan laksanakan saja tugasmu. Aku harus mengurus Park Joo Mi dulu.
"Apa hanya dia yang ada di pikiran Appa? Urus saja sendiri!"
Krystal membentak Appa-nya dan berlari ke kamarnya.
"Krystal!"
***
"Kenapa perasaanku tidak enak ya?"
Irene menoleh pada Jisoo.
"Kenapa?"
Jisoo yang sedang berbaring sambil bermain ponsel di sampingnya menoleh.
"Tidak tahu. Tidak enak saja."
Jisoo berbalik memunggungi Irene sambil melanjutkan kegiatannya.
"Jangan terlalu banyak berpikir." Ujar Jisoo.
"Kenapa?"
"Nanti kau jadi gila."
"Tidak apa-apa kalau gila karenamu. Hehehe."
Irene tertawa kecil, ia mengelus lembut rambut Jisoo.
"Irene! Bantu siapkan makan siang!"
Teriak Eomma Irene dari dapur.
"Aish! Mengganggu saja! Tidak tahu apa orang sedang bahagia." Ujar Irene ketika sudah menuruni tangga, meninggalkan Jisoo sendirian.
"Kau sedang apa? Kenapa lama sekali? Hah?"
Eomma Irene sudah berkacak pinggang.
"Sedang jaga jodoh orang!"
Umpat Irene dalam hati.
"Nde... Nde..." Irene memindahkan piring berisi daging dan sayuran ke meja makan.
"Eomma..." Tiba-tiba Irene menoleh pada Eommanya.
"Kalau aku tiba-tiba pergi dari rumah bagaimana?"
Eomma Irene menjitak kepala Irene dengan keras.
"Aigoo! Pabbo ya! Kau mengurus diri sendiri saja tidak becus mau pergi dari rumah. Mengemis dimana kau? Hah?"
"Eomma sakit! Aku kan hanya bertanya. Aish."
"Tentu saja pertama-tama aku akan mengumpulkan para tetangga."
"Hah? Biar apa?" Irene bingung.
"Mereka tukang gosip. Pasti ada yang melihatmu atau punya petunjuk sesuatu."
"Aigoo. Eomma kenapa kau mempercayai gosip untuk mencari anakmu?!"
"Setelah mendengarkan gosip tentangmu aku akan mencari sesuai petunjuk yang ada."
"Kalau tidak ketemu juga? Bagaimana?"
"Tentu saja aku akan lapor polisi."
"Orang hilang?"
"Tidak. Tentu saja aku akan bilang kau pencuri supaya mereka cepat mencarimu."
"Aish! Eomma! Jinjja!" Irene memukul meja namun tidak terlalu keras. Ia kesal.
"Palli makan. Mana Jisoo? Oh?"
"Nde... Nde... Biar aku saja yang panggil.
***
"Kau pria berengsek!"
"Pergi darisini!" Usir Kim Min Joon.
Park Joo Mi kembali masuk ke mobilnya setelah berteriak marah dan mencaci maki Kim Min Joon di rumahnya. Orang-orang sudah berkumpul di depan rumah mereka dan menonton.
"Wanita sial! Jangan pernah muncul lagi!"
Kim Min Joon membanting pintu rumahnya keras-keras. Kemejanya acak-acakan dan pipinya masih merah setelah ditampar berkali-kali oleh Park Joo Mi. Bekas cakaran di pipinya juga semakin pedih terasa.
"Kau sebaiknya mati saja! Orang sepertimu cocok mati mengenaskan!"
Teriak Park Joo Mi dari dalam mobilnya.
"Mati saja kau! Pria sial tidak berguna! Kalau terjadi sesuatu pada Jennie, aku akan membunuhmu!"
Kim Min Joon terduduk di balik pintunya, mendengar kalimat umpatan kasar yang dilontarkan isterinya.
"Kemana aku harus mencari Jennie."
Park Joo Mi merasa frustasi. Ia sangat mencemaskan Jennie sekarang. Entah apa yang harus dilakukannya untuk menemukan puterinya itu. Ia melajukan mobilnya, pergi meninggalkan tempat yang penuh dengan kenangan menyakitkan itu.
***
Jisoo berjalan pulang ke rumahnya malam ini, ia ditahan Irene, tapi ia merindukan Jennie. Kembali ke rumahnya adalah cara terbaik untuk mengobati rindunya.
Baru berjalan beberapa langkah, Jisoo merasa ada yang membuntutinya.
Tadinya Irene hendak mengantarnya pulang namun Jisoo bersikeras pulang sendiri dan tidak mengizinkan Irene untuk ikut.
Jisoo menoleh ke belakang, namun tidak ada siapa-siapa.
Perasaan mencekam itu terus menghantuinya hingga ia tiba di dekat rumahnya.
Jisoo melanjutkan jalannya.
CKREK.
Orang itu memotret Jisoo. Ia tersenyum, kemudian pergi menjauh dari situ.
***
"Kenapa perasaanku tidak enak ya? Aish jinjja! Harusnya kuantar saja Jisoo!"
Irene berguling kesal di kasurnya, ia menendang-nendang selimutnya.
"Apa salah ya menyerahkan surat itu pada eomma Jennie?"
Irene tampak berpikir sejenak sambil duduk.
"Aish molla!"
Irene kembali melanjutkan tidurnya yang tidak tenang itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
You
FanficYou are the reason I cry, the reason I laugh, the reason I fall in love with.