Jisoo terbangun dari tidurnya. Ingatannya kembali memutar kejadian semalam.
"Jennie?!"
Ia segera beranjak dari kasurnya dan menuju pintu kamar.
Dirinya ragu. Tangannya masih di gagang pintu.
Apa Jennie menghilang? Apa dia sudah berangkat ke Gyeonggi-Do?
Apa dia harus kehilangan Jennie lagi?
Perlahan Jisoo membuka pintu.
"Sudah bangun?"
Eomma Jennie yang sedang duduk di sofa depan kamar Jisoo tersenyum mendapati Jisoo keluar kamar.
"Eum.. eom.. Jen-"
Jisoo memegang tengkuknya, sedikit ragu menanyakan keberadaan Jennie pada eommanya.
Tiba-tiba Jennie muncul dari dapur melewati Jisoo.
"Makan dulu. Aku membuat roti panggang."
"Kau...?"
"Apa? Kau takut aku pergi ke Gyeonggi-Do? Pfffftttt..."
Jennie menahan tawanya.
Jisoo masih diam menatapnya.
"Kajja."
Jennie menarik tangan Jisoo dan membawanya ke meja makan.
Keduanya makan dalam diam, tapi pikiran masing-masing sibuk bersuara di kepala keduanya.
"Maaf."
Jennie menyeka mulutnya dengan tissue.
"Hm?" Jisoo bingung mendengar kata maaf dari Jennie.
"Maaf menakutimu semalam dengan berkata akan pergi."
Jisoo masih diam.
"Kenapa kau tidak jadi pergi?"
Jisoo menoleh, menunjukkan smirknya pada Jennie.
"Karena aku tidak mau termakan asumsiku sendiri."
Jennie mundur, menyenderkan punggungnya di sandaran kursi. Tangannya masih terulur di meja sambil memegang garpu.
"Maksudmu?"
Jisoo bertanya lagi.
"Aku tidak mau berpikir yang tidak-tidak tentangmu. Selama kau diam saja dan tidak menjawab, bukan berarti apa yang aku pikirkan tentangmu atau apa yang aku duga tentang yang kau pikirkan itu benar, kan? Bahkan suami istri bisa saja salah menebak isi pikiran pasangannya. Kau tidak akan tahu apa yang ada di pikirannya kalau tidak bicara atau tidak bertanya, kan? Pasanganmu harus menjelaskannya padamu."
Jennie tersenyum puas setelah menjawab Jisoo dengan panjang.
"Dewasa sekali. Sungguh."
Jisoo tertawa mendengar uraian Jennie.
"Masa gara-gara moodmu sedang turun lalu aku pergi begitu saja? Kan rugi jadinya tidak dapat jatah. Aw!"
Jisoo menjitak kepala Jennie.
"Kurasa sebentar lagi Jennie akan membawamu ke Gyeonggi-Do."
Eomma Jennie yang hendak meletakkan piring ikut mengomentari pembicaraan mereka.
"Eomma, tidak sopan ikut memotong percakapan begitu."
Jennie mengingatkan.
"Sok dewasa sekali pasanganmu ini Jisoo."
"Tentu saja aku akan membawa Jisoo kesana dan berduaan dengannya sepuasku siang dan malam di tempat tid- Aduh!"
"Jennie!"
Jisoo meneriaki Jennie dengan suara tertahan, ia menginjak kaki Jennie.
Eomma Jennie menahan tawanya dan bergegas pergi meninggalkan dua anaknya itu.
"Eomma-mu mau kemana?"
"Eh itu kan eomma-mu juga, sebentar lagi. Ehehehe."
Jennie tertawa tidak jelas.
***
Irene berjalan dengan malas-malasan menuju supermarket dekat rumahnya.
Seulgi menghilang cukup lama setelah mereka menghabiskan malam berdua di kamar Irene hari itu.
"Daripada kau murung lebih baik kau belanja."
Saran dari eomma Irene yang sangat tidak membantu, akhirnya dituruti juga oleh Irene.
"Kling kling"
Suara bel diatas pintu supermarket itu berbunyi ketika Irene masuk.
"Selamat datang dan selamat natal."
Sambut kasir yang sedang berjaga di dekat pintu.
Irene yang tadinya murung langsung menoleh kearah suara itu. Suara yang amat sangat dikenali dan dirindukannya.
"Kau? Sedang apa kau disini?!"
Teriak Irene.
"Menggantikan Wendy."
Seulgi tersenyum lebar.
***
"Kenapa sih santa naik rusa?"
Lisa bertanya pada Chaeyoung yang sedang berbaring di sofa sambil membaca majalah.
"Ya kalau ada beruang disana dia pasti naik beruang."
Chaeyoung menjawab asal.
"Mana bisa begitu! Pasti ada alasannya."
"Jangan ngotot."
Chaeyoung mengelus kepala Lisa yang sedang duduk dibawah sofanya. Untung saja kamar Chaeyoung dilengkapi karpet-karpet mahal, jadi kekasihnya itu tidak kedinginan sama sekali.
"Harus ada alasannya!"
"Ck. Sok kritis!"
Chaeyoung yang tadinya sedang mengelus, sekarang menjambak kepala Lisa.
"Ah! Chagiya! Sakit!"
Lisa memukul tangan Chaeyoung.
"Sini sini. Mana yang sakit?"
Chaeyoung tertawa lalu mengusap kepala Lisa dan mengecupnya dengan lembut.
"Huh!"
"Masih butuh alasan? Tidak semua hal harus ada alasannya."
"Bisa saja memang sudah seharusnya begitu. Santa naik rusa bukan naik kuda. Kalau naik kuda nanti jadi santa baja hitam."
"Tidak jelas!"
Lisa mencubit kaki Chaeyoung.
"Ah jangan! Sekalian saja kau cabuti bulu kakiku!"
Lisa menyeringai.
"Masuk akal kan?"
"Apanya?"
"Penjelasanku."
"Tidak."
"Haaah... Maksudku tidak semua hal harus ada alasannya. Sama seperti jatuh cinta. Tidak butuh alasan. Cinta ya cinta. Kalau jatuh cinta ya berarti memang cinta. Seperti itulah aku padamu."
Chaeyoung tertawa kecil.
"Jadi ini maksud penjelasan tidak jelasmu itu daritadi?"
Lisa mendengus sebal.
***
Hai readers,
Apa kabar?
Selamat natal ya bagi yang merayakan.
Jangan lupa pakai masker.
KAMU SEDANG MEMBACA
You
FanfictionYou are the reason I cry, the reason I laugh, the reason I fall in love with.