Chaeyoung dan Lisa baru saja pulang setelah acara makan malam bersama kami.
"Chagiya."
Jennie memanggilku.
"Tolong ambilkan sabun di rak. Yang ini habis." titahnya.
"Baik, tuan putri yang sedang cuci piring."
"Tuan putri apanya." Jennie tertawa.
"Ya sudah, selir."
"Selir? Kau mau mati ha?!" Jennie kesal.
Gantian aku yang tertawa melihat wajah kesalnya.
"Oh, ada sabun menempel." aku mendekat pada Jennie dan menyerahkan sabun cair untuk cuci piring.
"Mana? Tolong." Jennie memajukan wajahnya.
"Oke."
Aku menciumnya.
"Hei! Kau beruntung tanganku sedang penuh sabun!"
Tidak bisa tidak tertawa melihat Jennie yang sedang merengek kesal seperti ini.
Aku memutuskan untuk membantunya sebelum kami kembali ke kamar.
Dia sudah cukup lelah hari ini.
Jennie diam saja menatapku yang juga tidak terlelap sama sepertinya.
"Kenapa?"
Jennie menggeleng.
"Kalau ada yang ingin kau sampaikan, katakan saja." aku mengelus pipinya.
"Ada."
"Apa?"
"Saranghae." ucapnya.
"Nado." balasku.
"Ada lagi yang ingin disampaikan?"
"Kau orang paling berharga di hidupku."
"Nado. Ada lagi?" tanyaku.
"Aku beruntung memilikimu." ujarnya.
"Aku juga. Ah, kenapa seperti percakapan orang yang sedang jatuh cinta? Kita sudah menikah kan."
Jennie tertawa. Aku juga tertawa, tapi juga senang mendengar kata-kata Jennie.
"Ya sudah, tidur ya? Kau pasti lelah, kan?"
"Tidak kok, kecuali kalau kau tidak ada."
"Apa bedanya?"
"Melelahkan hidup tanpamu." Jennie tertawa kecil.
"Bisa saja."
Aku mengusap kepala Jennie dalam dekapanku.
"Akan kupastikan kau tidak hidup sendiri tanpaku. Aku akan selalu menemanimu disisimu, menjadi rumahmu, dan menjagamu. Aku tidak akan pergi."
"Gomawo, Jisoo-ya."
Jennie memelukku erat.
Ya, tahun-tahun yang akan kulalui bersama Jennie memang masih sangat panjang, tapi pasti akan selalu terasa hangat seperti ini setiap hari.
***
THE END
KAMU SEDANG MEMBACA
You
FanfictionYou are the reason I cry, the reason I laugh, the reason I fall in love with.