"Apa kabarmu?"
Aku tak acuh mendengar pertanyaan itu. Tau begini aku tidak akan mau datang ke ruang guru ketika si Gong Yoo guru sok ganteng itu memanggil. Aku terpaksa masuk ke dalam ruang kepala sekolah yang ternyata sudah ada satu orang di muka bumi ini yang paling kuhindari.
Di ruangan itu hanya ada kami berdua. Dengan wajahnya yang masih sama, hanya saja sepertinya terlihat lebih terawat. Baguslah, eomma sudah bahagia tanpaku.
Aku hanya menatap jendela di belakang eomma dengan tatapan kosong.
"Jennie, kemari."
Eomma merentangkan tangannya. Dulu itu tempat terhangat dan ternyaman di dunia saat aku berada dalam kondisi apapun.
Tapi tidak sekarang. Aku sudah terbiasa menghadapi segala dingin sendirian, bahkan dihangatkan dengan cara seperti apapun rasa dingin itu tidak akan hilang.
"Maaf, aku tidak bisa. Silahkan peluk saja Krystal atau Bapak Kepala Yayasan yang terhormat itu."
Ujarku, sebelum berbalik menuju pintu keluar.
Aku tau kata-kataku kasar dan akan menyakitinya, mungkin. Maafkan aku, eomma. Tapi, aku tidak ingin kau terus memikirkanku disaat kau sudah punya keluarga lain. Berbahagialah selalu, tanpaku.
***
"Ayolah, Jen. Sayang kan kemampuan bela dirimu tidak kau pakai? Sehari disini kau bisa mendapatkan lebih dari lima hari uang jajanmu!"
Saran Hongbin.
Ngomong-ngomong uang jajan, benar juga. Uang jajan yang kudapat dari hasil mengerjakan tugas masih kurang. Ditambah Appa jarang sekali memberiku uang. Aku harus bertahan hidup.
"Ah, sial."
Aku mengacak rambutku.
"Nih"
Hongbin memberiku sebatang rokok dari bungkusnya, tapi aku menarik sekotak rokok dari tangannya.
"Kita impas." Hongbin tersenyum miring.
Baiklah, tugasku hanya memaksa semua murid sekolah lain yang lewat sini untuk memberikan semua uang mereka dan barang berharga atau barang mahal lainnya. Salah mereka suruh siapa lewat sini.
Setelah memalak beberapa orang dan mendapatkan cukup banyak uang yang menurutku sudah lebih dari cukup, aku memutuskan untuk pulang.
Menghabiskan rokok di kamar sepertinya menyenangkan daripada di sekolah dan bertemu sepasang pemiliknya yang memuakkan.
Setelah berjam-jam menenggelamkan diri dalam pikiran dan keputusasaanku sendiri, seseorang memasuki kamarku.
Jisoo.
Jangan merokok katanya.
Dia tidak tahu apa yang sudah kulalui hari ini.
HEI, KAU TIDAK TAHU RASANYA JADI ANAK YANG TIDAK DIINGINKAN, PERGI SANA.
Tapi dia masih bebal. Kau salah, Jisoo, seharusnya kau tidak usah terlalu peduli padaku. Biarkan aku sendiri.
Seharusnya kau tidak pernah masuk ke kamarku hari itu.
"Berbuat baiklah pada orang lain, kau tidak tau hal buruk apa yang telah mereka lalui hari ini."
Mungkin Jisoo penganut pepatah ini.
Sehingga dia masih berusaha merebut rokokku dan membuangnya.
Maaf, Jisoo, kau membuatku badmood.
Aku butuh pelampiasan...
Tapi, mengapa aku menyesal setelah mendengar isak tangisnya?
Bibir lembut itu, membuatku hilang kendali. Padahal aku ingin membuatnya kesal, jijik, dan benci padaku. Tapi dia tidak melawan sama sekali?
Kau tau, Jisoo? Kau sudah membuatku merasa seperti seorang pecundang, karena melawan seseorang yang lebih lemah dariku.
Dan itu membuat dadaku berdegup cepat saat menciummu dibawahku.
Sekarang apa yang harus kulakukan? Melihatmu saja tidak berani sama sekali.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
You
FanfictionYou are the reason I cry, the reason I laugh, the reason I fall in love with.