Bab 12 - Sweet Days
Setelah kejadian di gudang pabrik waktu itu, Ryan berkata jika Erlan sudah kembali ke Jakarta. Setiap kali Ryan bertanya, apa saja yang Lyra katakan pada Erlan, Lyra mengabaikannya. Ia tidak ingin membicarakan tentang Erlan.
Lyra bahkan harus berusaha keras untuk mengalihkan pikirannya dari Erlan, tatapan putus asanya, dan kata-kata getirnya. Sialan, pria itu. Jika dia memang mau pergi, tak bisakah dia pergi dengan tenang? Haruskah dia membuat Lyra menjadi seperti ini?
Lyra tersentak pelan ketika merasakan seseorang menariknya menepi, lalu sebuah troli besar berisi bersak-sak plastik lewat. Lyra melirik Dera yang tadi menariknya menepi.
"Kamu kok belakangan sering ngelamun, sih?" tanya gadis itu dengan tatapan penasaran ke arah Lyra.
Mengabaikan Dera, Lyra melanjutkan langkahnya untuk duduk di tempatnya biasa. Dera duduk di tempat kosong di sebelah Lyra, sementara tempat duduk Prita masih kosong. Prita belum datang. Keributan di samping mejanya menarik perhatiannya. Epik tampak sibuk berebut tali dengan yang lain. Tali yang biasa digunakan untuk mengepak plastiknya sudah habis.
Bangkit dari duduknya, Lyra mengambil plastik yang biasa digunakan untuk membuat tali. Di belakangnya, ia mendengar Dera mengeluh. Memang, membuat tali adalah salah satu pekerjaan yang cukup berat di sini. Di awal Lyra bekerja saja tangannya sampai lecet karena teriris tali.
Lyra melirik tangan Dera, tersenyum geli melihat berlapis-lapis plester yang menutupi jari kelingkingnya. Namun, Lyra salut juga dengan perjuangan gadis ini. Entah apa yang membuatnya berada di sini, tapi dia benar-benar bekerja keras selama berada di sini.
Lyra tak melewatkan mengawasi ekspresi Dera ketika ia mulai menarik tali. Jelas ia tampak kesakitan. Bibir mungilnya terus menggerutu pelan. Karena suara mesin potongnya, Lyra tak bisa mendengar dengan jelas gerutuannya. Meski begitu, Dera tak berhenti ataupun menyerah.
Ketika Dera memekik tertahan saat tangannya kembali teriris tali, Lyra tidak tega juga. Sebelum Prita datang dan menawarkan untuk membuatkan tali untuk Dera juga, Lyra segera mencari ke sekelilingnya. Minggu ini mereka satu shift, seingat Lyra.
Benar saja, di sisi koridor tempat tumpukan biji plastik, Lyra menemukan Dhika yang sedang duduk mengawasi Dera lekat. Apa yang dia lakukan?
"Dhika!" Lyra berseru, otomatis membuat pria itu mengalihkan tatap dari Dera. Pria itu tampak terkejut ketika mendapati Lyra memanggilnya, atau lebih tepatnya, memergokinya. Dan ya, Lyra melihat apa yang dia lakukan tadi. Lyra menyeringai dan memberi isyarat agar pria itu mendekat dengan tangannya.
Dhika tampak enggan, tapi toh bangkit juga dari duduknya dan menghampiri Lyra.
"Biasanya sih, Ryan yang bantuin dia. Tapi, Ryan belum datang, nih. Kamu kan, temannya Ryan, gantiin dia, tuh," Lyra berkata seraya mengedik ke arah Dera.
Dhika mendengus tak percaya. "Apa hubungannya aku temannya Ryan dan bantuin cewek itu?"
"Karena cewek itu bakal ngiris tangannya lagi kalau kamu nggak bantuin dia. Dulu udah pernah bantuin dia juga, kan? Udah pengalaman bantuin dia, kan? Nggak rugi ini," ucap Lyra santai, sebelum ia berbalik dan melanjutkan pekerjaannya.
Ia tidak terkejut ketika Dhika kemudian benar-benar menghampiri Dera, dan tanpa kata merebut plastik dari tangan Dera.
"Eh, kamu mau apa?!" tuduh Dera galak.
Dhika tak menjawab, membuat Dera hendak merebut kembali plastik di tangan Dhika. Lyra melanjutkan menarik tali sembari menikmati tontonan di sebelahnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Be You (End)
General FictionTiga gadis muda dengan latar belakang berbeda, sama-sama sedang mencari tempat mereka di dunia yang kejam ini, dengan cara masing-masing. Dipertemukan di tempat yang tidak biasa, pabrik, kehidupan dan lingkungan yang keras harus mereka hadapi, denga...