Bab 21 - Yang Pergi dan Yang Ditinggalkan

1.6K 225 21
                                    

Bab 21 - Yang Pergi dan Yang Ditinggalkan

"Ta." Suara pelan Ryan itu membuat Prita menoleh. "Udah sore. Balik, yuk? Damar udah balik duluan dari tadi, kasihan kalau dia sendirian."

Prita mengangguk, tapi ia kembali menatap ke arah makam Tasya, dan ia mendapati kakinya masih enggan beranjak dari sana.

"Tapi, Tasya juga sendirian," ucapnya pelan.

Ryan lalu berjongkok di sebelahnya. "Tapi, Damar juga butuh kamu."

Kalimat Ryan itu menyadarkan Prita. "Iya. Aku harus masak. Dia belum makan apa-apa dari tadi pagi, kan?"

Prita berusaha berdiri, tapi ia hampir jatuh terduduk lagi jika Ryan tak memeganginya. Ia bahkan tak menolak ketika pria itu masih memeganginya sepanjang jalan menuju mobil Lyra yang ditinggal di sana.

"Damar di rumah Lyra sekarang. Kita ke sana dulu, ya?" Ryan meminta izin.

Prita hanya bisa mengangguk.

Sepanjang jalan, ia hanya menatap keluar jendela mobil dengan tatapan kosong. Ketika ia melepaskan tangan Tasya semalam, ia merasa seolah sebagian dari dirinya diambil paksa darinya, meninggalkan kekosongan yang menyakitkan di sana.

"Ta?" Panggilan Ryan itu terdengar jauh, tapi Prita menjawabnya juga,

"Hm?"

"Buat sementara, kamu sama Damar tinggal di rumah Lyra, ya?" pinta pria itu.

"Kenapa?" jawab Prita, tanpa benar-benar memikirkan kata-kata Ryan.

"Kamu bisa istirahat di sana, dan biar pengurus rumahnya Lyra yang ngurusin Damar buat sementara," terang Ryan.

"Aku bisa ngurus Damar sendiri," tukas Prita.

"Tapi, kamu juga butuh istirahat. Seenggaknya seminggu lah, tolong tinggal di rumahnya Lyra dulu. Lebih dari siapa pun, kamu juga tahu, kamu nggak dalam kondisi buat ngurus Damar sendirian," ucap Ryan.

"Aku baik-baik aja," tegas Prita.

"Damar yang nggak baik-baik aja," balas Ryan. "Ngelihat kamu kayak gini, nggak mungkin Damar bisa baik-baik aja."

Ah, benar juga. Saat ini Prita pasti tampak sangat parah. Ia menangis sejak semalam, dan ia tak bisa memikirkan Tasya tanpa menangis. Bahkan ingatan sekecil apa pun ...

Ryan mengangsurkan sekotak tisu ke arahnya ketika air mata kembali jatuh ke pipinya. Ia tak lagi punya alasan untuk mendebat pria itu.

***

Lyra berusaha tersenyum pada Prita ketika gadis itu tiba di rumahnya. Wajahnya pucat, matanya bengkak, dan bekas air mata tampak jelas di pipinya. Namun, gadis itu toh membalas senyum Lyra. Ketika Damar menyambutnya, Prita tak mengatakan apa pun dan berlutut untuk memeluk adik bungsunya itu.

Selama beberapa saat, tak ada yang bersuara. Prita memeluk Damar erat, memejamkan matanya ketika air mata jatuh ke pipinya.

"Kak?" Damar memanggil Prita pelan.

"Hm?" sahut Prita, masih tak melepaskan Damar, mungkin tak ingin adiknya melihat air matanya.

"Damar nggak pa-pa, kok. Damar udah janji sama Kak Tasya, Damar bakal jagain Kak Prita juga. Kak Prita nggak perlu khawatir tentang Damar," anak itu berkata, membuat air mata semakin deras jatuh dari mata Prita.

Tak sanggup melihat itu, Lyra beranjak keluar. Ia menarik napas dalam, tapi rasanya seolah ia tak bisa bernapas. Ia memejamkan mata, berusaha mengenyahkan ekspresi terluka Prita. Sial. Seandainya ia tidak bertemu gadis itu, tidak pernah berutang nyawa pada gadis itu, ia tidak perlu merasa seperti ini ....

Just Be You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang