Bab 58 - Fight Together

1.6K 219 28
                                    

Bab 58 - Fight Together

"Jadi, dulu itu yang kamu sebut idiot tuh Dhika, Lyr?" Dera bertanya seraya menggenggam erat gelas berisi air dingin di tangannya.

Lyra mengangguk.

Dera melirik ke arah ruang tamu dari pintu dapur, tampak sedikit cemas.

"Dhika beneran cinta sama aku? Jatuh cinta? Kayak di dongeng-dongeng itu? Kayak Ryan sama Prita gitu?" ucap Dera cepat.

Lyra berusaha menahan senyum gelinya dan mengangguk. Dera pikir, selama ini untuk apa Dhika mau berada di samping Dera jika bukan karena perasaannya itu?

"Tapi, kok bisa ..." Dera menggigit bibir cemas.

"Kamu ingat kan, dulu pas Dhika ngejauh dari kamu itu gimana? Pas kita ke villa itu. Dia habis itu ngejauh dari kamu, kan? Itu karena dia ngerasa nyaman dan bahagia di sampingmu, tapi berusaha ngehindar," sebut Lyra.

"Iya sih, kamu udah bilang. Tapi, aku pikir ... ya aku juga nyaman di dekat dia. Aku pikir ... kita udah jadi sahabat. Kayak aku, kamu, Prita, Ryan gitu." Dera meringis.

Lyra tak dapat menahan dengusan gelinya. "Makanya kamu selalu ngamuk kalau aku nyebut kamu tuh ceweknya Dhika."

Dera mendecak pelan, kesal.

"Dan waktu kita di sekolah Damar itu juga, kamu bilang kamu udah ada cowok yang disuka. Itu beneran bukan Dhika?" Lyra penasaran.

"Bukan," elak Dera. "Waktu itu aku cuma tengsin aja dia tahu aku ditolak sama Ryan."

"Ditolak dari mana? Confess juga enggak, kan?" sahut Lyra geli.

"Intinya sama, lah," Dera berkeras, dan Lyra memutuskan untuk mengalah. "Dan Dhika tahu kalau aku ditolak sama Ryan."

Lyra tak dapat menahan tawa mendengarnya, yang segera diakhirinya ketika Dera menatapnya kesal.

"Tapi, itu Dhika kok belum pulang, sih? Dia nggak kerja apa? Udah jam sepuluh kan ini?" Dera menatap ke arah ruang tamu dengan cemas.

Lyra tersenyum geli. "Dia tukar libur hari ini, jadi dia nggak perlu berangkat kerja hari ini."

Dera seketika melotot ke arah Lyra mendengar itu.

"Dia libur juga hari ini berarti?" paniknya.

Lyra mengangguk.

Dera mengerang pelan, mengeluh. "Aku gimana bisa naik ke kamar tanpa harus ketemu dia? Ntar kalau aku langsung ke atas, dia marah, nggak?"

"Dan kenapa kamu mendadak mau ngehindarin dia?" Lyra menatap Dera geli.

Dera melotot kesal. "Malu lah, Lyra!" desisnya. "Aku nggak tahu mau ngomong apa ke dia." Dera kembali menggigit bibirnya cemas.

"Biasa aja, sih," Lyra berusaha menenangkan Dera. "Lagian, dulu kamu juga udah pernah confess kan, ke aku. Kamu bilang, kamu kangen dia kalau dia nggak ada. Waktu itu juga Dhika bilang kalau dia nggak bakal ngelepasin kamu, kan?"

"Emang iya, tapi kan bukan berarti aku jatuh cinta juga sama dia. Dan pas Dhika jawab itu, aku pikir kalian cuma bercanda aja buat ngerjain aku. Lagian, emangnya kamu udah pernah jatuh cinta? Bisa sepede itu ngomongin tentang cinta, emangnya kamu tahu cinta itu apa?" tuntut Dera.

Lyra memasang wajah angkuh. "Cinta itu idiot, aku udah pernah bilang, kan? Kamu kan, yang nggak percaya?"

Dera memutar mata. "Kamu bahkan belum pernah jatuh cinta."

Just Be You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang