Bab 49 - Reason to Hate

1.7K 221 7
                                    

Bab 49 - Reason to Hate

"Kok Lyra bisa benci banget sama Erlan gitu, emangnya dulu Erlan pernah bikin salah apa sih, ke Lyra?" Prita tak dapat menahan rasa penasarannya.

Ryan menoleh dan tersenyum, tapi tak mengatakan apa pun. Tangannya masih menggandeng Prita, menyusuri jalan memutar ke arah rumah Lyra, sekalian jalan-jalan malam, begitu alasan Ryan tadi.

"Kamu kenal Erlan berapa lama? Lebih lama dari kamu kenal Lyra, kan? Kalian temenan dari kecil, ya?" tanya Prita lagi.

Ryan mendengus pelan, geli, lalu menarik Prita ke bangku batu yang membatasi jalanan perumahan dengan sawah.

"Aku kenal Erlan dari kecil," Ryan menjawab. "Bahkan sebelum dia pulang ke rumah kakeknya."

Prita mengerutkan kening. "Pulang ke rumah kakeknya? Emangnya sebelumnya dia tinggal di mana? Sama orang tuanya? Trus, orang tuanya ke mana?"

Ryan mengerutkan kening, lalu menatap Prita. "Kamu penasaran sama Erlan, atau sama masalah dia sama Lyra?"

Prita mendengus geli, lalu memajukan tubuhnya dan mencium bibir Ryan singkat. "Mau ngelanjutin atau kita pulang?" tuntutnya.

Ryan tersenyum dan melanjutkan, "Dulu Erlan tinggal sama ibunya aja. Dia bilang dia nggak punya ayah. Aku kenal dia waktu kita masih SD. Dari kelas satu, sampai kelas enam, kita sekelas terus. Aku sama dia dekat gara-gara sering sekelas. Dan kita sama-sama murid yang rajin dan nggak suka aneh-aneh. Di sekolah, murid-murid cowok yang rajin gitu biasanya disebut aneh. Makanya, aku nggak punya banyak teman selain Erlan." Ryan tersenyum mengenang masa kecilnya.

"Tapi pas SMP, Erlan nggak masuk di sekolah yang sama sama aku. Padahal waktu itu aku sama dia udah janji, bakal masuk di SMP yang sama. Tapi, dia nggak ada di sana. Habis itu, aku nggak pernah tahu lagi kabarnya Erlan. Sampai pas SMA, dan kita masuk di SMA elit yang sama.

"Tapi waktu itu, dia udah nggak sama ibunya. Dia bilang, ibunya ninggalin dia di rumah kakeknya, ayah dari ayahnya yang udah meninggal. Erlan bilang sih, dia dibuang ibunya, dijual ibunya ke kakeknya, soalnya habis itu ibunya pergi bawa uang banyak dari kakeknya. Dan di SMA itu, Erlan juga berubah. Dia jadi persis kayak Lyra sekarang."

Prita sama sekali tak menyangka, Erlan punya masa lalu seperti itu.

"Di SMA, Erlan jadi cucu dari pemilik grup perusahaan yang punya sekolah itu. Dia jadi pangeran tampan yang sempurna di sana, meski sikapnya kasar. Dia dari keluarga terpandang, dia juga pintar. Tapi, dia sama kayak Lyra, nggak dekat sama murid lain, suka bersikap dingin sama semua orang, termasuk para guru, tapi itu toh malah bikin murid-murid berpendapat kalau dia itu cool.

"Tapi, bahkan meski dia nggak ramah sama murid lain, nggak ada yang berani ngelawan dia. Beda sama Lyra. Dia dibilang sombong lah, sok lah. Tapi, Lyra nggak pernah peduli sama itu. Lyra tuh, sejak dulu, kayak nggak butuh orang lain dan bisa bertahan sendiri. Dulu, dia nggak pernah sembunyi di balik nama Brawijaya. Itu sebelum kasus aku yang dikeroyok itu.

"Erlan ngelihat Lyra itu beda sama dia. Di sekolah, dia bertahan karena siapa kakeknya, tapi Lyra bertahan sendiri. Guru-guru juga lebih hati-hati kalau sama Erlan. Kamu tahu yang lebih hebat lagi? Mereka saingan di sekolah. Murid terpintar di sekolah, peraih nilai terbaik, murid paling berprestasi, pemenang lomba-lomba mewakili sekolah, Lyra sama Erlan bersaing buat itu."

Prita tak dapat menahan gumaman kagumnya. "Karena itu, Lyra benci sama Erlan? Karena dia harus bersaing sama Erlan?"

Ryan menggeleng. "Karena dia selalu kalah dari Erlan, nggak peduli gimanapun dia berusaha, Erlan selalu ada di depannya. Semua usaha Lyra berakhir sia-sia tiap kali dia berhadapan sama Erlan. Emang. Erlan juga pintar, tapi dia juga murid favorit karena latar belakangnya juga. Karena itu, Lyra marah dan benci banget sama Erlan. Karena Erlan ngambil semua yang Lyra pengen, bahkan tanpa berusaha," ucap Ryan getir.

Just Be You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang