Bab 25 - Pengakuan Tanpa Kata

1.7K 238 26
                                    

Bab 25 - Pengakuan Tanpa Kata

"Erlan tuh musuh bebuyutannya Lyra, makanya dia parah banget jahatnya kalau ke Erlan. Lagian, Erlan bego, sih. tahu Lyra kayak gitu, masih bisa suka sama tuh cewek," ungkap Ryan, membuat Prita seketika menghentikan langkah dan menoleh dengan kaget di tengah langkah mereka ke arah yang lain berkumpul berebut bola.

"Erlan suka sama Lyra?" ia memastikan. Memang, ia sering melihat perhatian Erlan pada Lyra, tapi ia pikir itu perhatian yang sama seperti ketika Ryan memperhatikan Lyra. Toh, mereka memang sudah bersahabat sejak SMA, berdasar cerita Ryan kemarin.

Ryan meringis. "Parah, ya? Nyari sakit tuh si Erlan emang."

Prita tersenyum geli. "Nggak juga. Kalau dipikir-pikir, emang kayaknya cuma Erlan yang bisa nanganin Lyra, kan? Aku baru pertama kali lho, lihat Lyra mau nurut, apalagi sama cowok." Prita menyinggung kejadian saat mereka istirahat makan siang tadi dan Erlan menyinggung Lyra yang seharusnya menanyakan menunya pada yang lain sebelum memesan makanan. Lyra, meski kesal karena diprotes, ia akhirnya menuruti kata-kata Erlan.

"Butuh ribuan kali dibanting Lyra sama kata-katanya dulu buat jadi sekuat Erlan, emang," Ryan mengakui, lagi-lagi membuat Prita tertawa.

Lalu tiba-tiba, Ryan menariknya ke belakangnya tepat ketika pria itu menangkap bola yang terarah pada mereka. Prita melongok dari bahu Ryan dan mendapati Lyra tersenyum miring dengan tangan di pinggang dan berkata,

"Ini lapangan, bukan kafe. Kita di sini buat olahraga, bukan buat ngobrol, oke?"

Prita mendengar dengusan pelan Ryan, sebelum pria itu berbalik dan memberikan bolanya pada Prita, membuat Lyra lagi-lagi berteriak kesal di sisi lain lapangan. Prita memang melemparnya, tapi bolanya menabrak tepi ring dan ditangkap oleh Dera. Tak jauh darinya, Erlan sudah hendak merebut bolanya, tapi Dhika sudah berdiri di depannya, menghalanginya.

Prita bahkan tak berpikir ketika bergumam, "Dhika sekarang sama Dera?"

Ia mendengar Ryan tertawa pelan di sebelahnya, tidak mengangguk, tidak menggeleng. "Dhika orangnya baik, kok. Jangan khawatir," ia malah mendadak mempromosikan Dhika.

"Dera tuh ..."

"Dia tahu Dera itu ceroboh banget, dan dia juga yang udah ngejagain Dera pas kamu sama Lyra nggak masuk kerja," Ryan menyela.

Prita berdehem. "Asal dia nggak cuma main-main aja sama Dera."

"Ntar juga kamu tahu sendiri, Ta. Emang nggak gampang ya, minta restu tuh? Nasib si Dhika tuh," Ryan berkata geli.

Prita menegurnya dengan sikutan pelan di perutnya, sebelum menjauh dari pria itu dan bergabung lagi dalam permainan. Namun kemudian, ia menyaksikan sendiri apa yang dikatakan Ryan tentang Dhika tadi ketika Dera tersandung, nyaris terjatuh, dan Dhika memeganginya. Namun bahkan setelah itu, Prita menyadari, Dhika tak sekali pun menjauh dari Dera, menjaga gadis itu diam-diam di belakangnya.

"Aku bilang juga apa." Suara Ryan itu tiba-tiba sudah berada di sebelahnya.

Prita menoleh, tersenyum, mengangguk. Lalu bersamaan, mereka berlari ke arah Lyra yang membawa bola. Ketika Ryan merebut bolanya, dan Lyra melihat Prita di sana juga, ia kembali protes,

"Mainnya keroyokan, sih!"

Prita hanya bisa tertawa ketika Ryan memberikan bola padanya, tapi alih-alih melakukan shoot, Prita malah melemparkan bolanya ke arah Dera. Ketika Dera hendak melempar bolanya, Erlan sudah melompat hendak menghalanginya, tapi Dhika sudah ada di sana dan mendorong Erlan ke samping, membuat Erlan mengomel kesal juga ketika Dera berhasil memasukkan bolanya ke ring.

Just Be You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang