Bab 51 - Take It or Leave It

1.6K 222 9
                                    

Bab 51 - Take It or Leave It

"Tadi malam Lyra nggak diapa-apain kan, Lan?" tanya Ryan yang baru bergabung di meja makan pagi itu.

Lyra memejamkan mata, berusaha untuk tidak melempar segelas jus jeruk di tangannya ke arah pria itu.

"Nggak, kok," Erlan bahkan menjawab. Dulu, Erlan tidak pernah mau repot-repot menjawab pertanyaan-pertanyaan konyol nan gila dari Ryan. Jelas ada yang salah dari Erlan sekembalinya dari Jerman.

"Tapi, emang cerita putri tidur yang dicium trus bangun itu cuma ada di dongeng aja ya, Lyr?" Erlan bahkan berani melemparkan pertanyaan seperti itu pada Lyra, membuat Lyra menendang kursi di sebelahnya itu dengan kesal.

"Lagian elo juga, bisa-bisanya ketiduran di beranda gitu. Mana dingin pula," kata Ryan seraya duduk di sebelah Prita. "Kenapa? Nyaman banget soalnya ada Erlan di samping lo?"

"Thanks, Dude," Erlan menyahut, lalu keduanya ber-high five.

"Udahan sih, ngegodainnya." Teguran Prita itu akhirnya membuat kedua pria itu mengangguk dan duduk dengan tenang di kursi masing-masing sepanjang sarapan.

Namun, keusilan Ryan tidak berhenti sampai di situ, karena ketika Lyra hendak naik ke kamarnya usai sarapan, Ryan malah menariknya ke pintu depan.

"Erlan mau berangkat kerja, tuh, anterin dulu dong ke depan," Ryan berkata.

"Anjrit emang lo, ya," geram Lyra seraya meronta.

Ryan sudah tergelak, sebelum tiba-tiba mendorong Lyra, membuat Lyra berakhir menabrak Erlan, atau lebih tepatnya dipeluk Erlan. Dengan satu sentakan kuat, Lyra mendorong Erlan menjauh darinya.

"Kalian mabuk, ya?" sembur Lyra pada dua pria itu.

"Sori, Lyr. Hadiah perpisahan gue buat Erlan sebelum gue pergi, nih," Ryan beralasan.

"Lo udah nentuin mau balik kapan?" tanya Lyra.

"Minggu depan," jawab Ryan seraya tersenyum. "Dan ada yang pengen gue lakuin juga soalnya."

Lyra mengangkat alis. "Jangan bilang, lo mulai tertarik sama manajemen perusahaan."

Ryan terkekeh, menggeleng. "Gue lagi mikir tentang apa yang pengen gue lakuin. Apa yang benar-benar pengen gue lakuin. Dera aja bisa nemuin apa yang pengen dia lakuin, masa gue nggak bisa. Lagian, nggak mungkin selamanya gue di pabrik terus, kan?"

Lyra mengangguk-angguk.

"Makanya, biar gue bisa tenang selama gue pergi, lo baik-baik sama Erlan, ya?" kata Ryan lagi, membuat Lyra mendesis kesal.

"Lo kalau mau pergi, pergi aja," ketusnya.

"Lyr," panggil Erlan, membuat Lyra menoleh padanya. "Lo bilang, diamnya gue selalu bisa bikin lo kesal."

Lyra menyipitkan mata. Apa lagi sekarang?

"Gue nggak terbiasa ngungkapin apa yang gue rasain, tapi buat lo ..."

"Lo beneran udah gila, ya?" desis Lyra, menyela kalimat pria itu.

"Gue bakal nyoba ..."

"Jangan nyoba apa pun," sela Lyra.

"Buat berubah dan ..."

"Itu nggak bakal ngubah apa pun," tukas Lyra tajam.

"Gimanapun sikap lo, itu juga nggak bakal ngubah apa pun, seenggaknya buat gue," ucap Erlan.

Lyra mendengus tak percaya, tapi ia tak mengatakan apa pun dan memutuskan untuk naik ke kamarnya alih-alih mendengarkan entah apa lagi yang akan diucapkan pria gila itu.

Just Be You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang