Bab 8 - Gadis yang Ditakuti

1.9K 227 10
                                    

Bab 8 - Gadis yang Ditakuti

"Duh ya, gila senioritas, tapi nggak bisa bersikap kayak senior. Loser banget." Kata-kata pedas Lyra itu menyambut Prita saat ia baru saja tiba pagi itu.

"Apa lagi sih, Lyr? Kamu itu kok selalu bikin ribut, sih? Kamu tuh ..."

"Nggak punya kaca mesti di rumah. Mau dibeliin?" sinis Lyra, menyela kalimat Epik. "Rasanya telingaku sampai berdarah-darah gara-gara sering dengar suaramu ngegodain anak-anak cowok itu."

Epik kontan melotot mendengar itu. Sementara di depannya, Lyra sudah mendengus kasar, meledek.

"Nggak ada yang nggak tahu kamu, Pik, di sini. Sayangnya, mereka tahunya kamu itu cewek kecentilan yang suka ngegodain cowok. Harga diri sebagai cewek dikemanain, sih?" sinis Lyra.

"Kamu jangan ngomong sembarangan, ya!" Suara Epik meninggi.

"Mau bukti? Perlu saksi?" tantang Lyra. "Boleh tanya orang sepabrik, dan satu aja ada yang nggak setuju sama kata-kataku, aku bakal berlutut minta maaf ke kamu."

Epik mengerutkan kening, bukan karena ia sedang mempertimbangkan tawaran Lyra, tapi karena kesal akan kebenaran dalam kata-kata Lyra itu.

"Dan kalau emang nggak bisa ngebantuin anak baru, nggak perlu ngata-ngatain juga. Emangnya kamu sepintar apa, sembarangan nyebut orang lain bodoh? Ngitung timbangan aja masih nggak bisa," ketus Lyra dengan nada merendahkan.

Wajah Epik memerah, marah dan malu, tapi ia tak bisa membalas kata-kata Lyra, lalu berbalik dan pergi begitu saja.

Lyra mendengus kasar, sebelum melirik Sita dan Ela yang duduk di kursi sebelahnya, dan di sebelah Prita. Kedua wanita itu segera menunduk dan bekerja dengan agak sedikit terlalu tergesa. Ketika Prita duduk di tempatnya, kedua wanita itu meliriknya takut-takut, sekilas, sebelum melanjutkan pekerjaan mereka.

"Jangan bilang, Ryan ..."

"Iya, Ryan yang cerita," Lyra memotong dugaan Prita, masih terdengar ketus. "Kamu tuh, bisa nggak, jadi orang jangan terlalu bego?"

Prita mengangkat alis. "Di mana bagian begonya dari ngebantu orang lain?"

"Ngebantu orang lain dengan membabi buta tanpa ngelihat sikon, itu bego namanya. Udah tahu cuma dimanfaatin, masih aja diterusin. Apa namanya kalau bukan bego, pas kamu nggak bisa renang dan bakal tenggelam, tapi kamu ngasihin pelampung ke orang lain?" sinis Lyra.

Baiklah. Itu ada benarnya. Meski Prita sama sekali tidak bermaksud seperti itu. Mana dia tahu jika dia, seperti yang dikatakan Lyra tadi, dimanfaatkan?

"Aku kan, cuma berbagi pelampungnya, dan ..."

"Berbagi pelampung, tapi yang satu hidup, yang satu mati? Emangnya ini Titanic?!" Lyra semakin menjadi-jadi, kali ini kekesalannya tertuju pada Prita.

Menyadari itu, Prita memutuskan untuk tidak membalas lagi, tahu itu hanya membuat Lyra semakin kesal. Namun kemudian, dari belakangnya, Ryan berbicara,

"Dia korbannya ya, kalau kamu lupa. Lagian, dia kan, cuma bantuin dan ..."

"Makanya aku bilang dia bego, kan?" sela Lyra, dongkol.

"Tapi, nggak perlu sekasar itu juga, kan? Toh itu juga bukan salah Prita. Kamu tuh kebiasaan, kalau ngamuk semua orang kena. Lagian, siapa suruh kemarin bolos sampai dua hari?"

Tatapan tajam Lyra kemudian membuat Prita menoleh pada Ryan, diam-diam menarik ujung kaos seragamnya, membuat Ryan menunduk ke arahnya. Prita menggeleng kecil, tanpa kata meminta Ryan untuk tidak membuat suasana hati Lyra lebih parah lagi. Namun, Prita dibuat salah tingkah saat Ryan justru tersenyum geli.

Just Be You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang