Bab 28 - Look at You Only

1.7K 224 20
                                    

Bab 28 - Look at You Only

"Gimana, Ra?" Suara Prita itu menyentakkan Dera yang sedang melamun di teras villa. "Sori, ngagetin." Prita yang sadar akan kekagetan Dera itu meminta maaf.

Dera menggeleng. "Apanya yang gimana?" ia balik bertanya.

"Kamu suka di sini? Dhika yang ngusulin tempat ini, dan Lyra yang nyariin penginapannya ini," sebut Prita.

Dera tersenyum lebar. "Suka banget. Makasih, ya."

Prita tersenyum geli. "Harusnya sama Dhika sama Lyra dong ngomongnya," balasnya, membuat Dera mendengus tak setuju. Prita tersenyum kecil, sebelum ia meletakkan sebuah buku, jurnal, ke pangkuan Dera.

"Eh? Ini apa?" tanya Dera bingung seraya mengamati jurnal di tangannya itu.

"Buku hariannya Tasya. Buku memori kalau kata dia," jawab Prita.

"Punya ... Tasya?" Dera bergumam.

"Di situ, Tasya nulis tentang hal-hal yang dia pengen, impiannya. Dia juga nulis kenangan-kenangan indah yang bikin dia pengen jadi novelis. Buku itu, alasan Tasya terus berpegang sama impiannya. Dan aku pengen, kamu juga bisa nemuin impianmu, dan berpegang sama impianmu itu, kayak Tasya," urai Prita.

Air mata Dera merebak mendengar itu. Buku sepenting ini ....

"Tasya juga pasti pengen aku ngasihin buku itu ke kamu kalau dia tahu, kamu bahkan belum bisa nemuin impianmu," lanjut Prita. "Makanya kamu ..." Kalimat Prita terhenti ketika tiba-tiba Dera menghambur memeluknya, menyembunyikan air matanya di bahu Prita.

"Makasih," Dera berucap. "Makasih banget, Ta. Udah jagain aku selama ini. Bahkan meski aku ini suka ngerepotin dan kata Lyra aku ini childish, makasih kamu udah nemenin aku."

Prita tertawa pelan seraya mengusap kepala Dera lembut. "Tapi, jangan bikin aku khawatir terus ya, Ra. Jangan suka nekat, dikurangin cerobohnya juga. Nanti kan, aku udah nggak bisa jagain kamu lagi kalau pas kerja, kamu jangan sering-sering bikin masalah, ya? Kasihan Lyra sama Dhika, ntar."

"Justru aku yang bakal jadi bulan-bulanan mereka berdua," Dera mengeluh, membuat Prita kembali tergelak. Dera menghapus air matanya dan menarik diri. "Lyra tuh sengaja bikin aku kesal mulu, Ta. Dia juga ..."

"Perlu dipanggilin Lyra juga nggak, nih?" Kalimat Ryan itu sukses membungkam Dera yang segera memutar badannya dan melotot galak ke arah pria itu.

"Kamu juga jangan ikut-ikutan rese, deh," omel Dera.

Ryan tertawa pelan, mengangkat tangan. "Tenang aja. Sekarang aku nurutnya sama Prita, kok. Nggak sama Lyra lagi."

Dera mendengus geli.

"Dan kamu, Nona Yang Suka Ribet Dalam Segala Hal," Ryan mengedikkan kepala ke arah Prita, "kayaknya kita masih ada yang harus diomongin, deh."

Prita mendengus pelan, geli, tapi ia beranjak dari duduknya, berpamitan pada Dera sebelum menerima uluran tangan Ryan, menggenggamnya sebelum berjalan beriringan menuruni undakan teras, dan menjauh.

Cemburu? Tidak. Iri? Iya. Bukan salah Dera, kan? Ryan dan Prita tampak saling mencintai, dan sepertinya memang mereka akan bisa menghadapi masalah apa pun bersama. Bahkan setelah tadi sore mereka berdebat seperti tadi.

Dera tersentak pelan ketika tiba-tiba pandangannya tertutup sesuatu, yang ketika ditariknya turun benda itu, ternyata itu adalah jaket. Saat ia menoleh ke samping, Dhika sudah duduk di tempat yang ditinggalkan Prita tadi.

"Ngapain kamu di sini, bukannya di dalam? Di sini dingin," Dhika berkata, tanpa menatap Dera.

"Iya, tahu. Tapi, aku pengen di luar, nih. Kamu jangan mulai bawel, deh," balas Dera seraya memakai jaket yang diberikan Dhika tadi, sepertinya jaket pria itu. Dera memang lupa tidak membawa jaket tadi. Dengan bodohnya.

Just Be You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang