Bab 30 - For You

1.7K 215 32
                                    

Bab 30 - For You

"Kamu lihatin apaan, sih?" Suara Dhika itu menyentakkan Dera hingga ponselnya terlempar dari tangannya, yang dengan mudah ditangkap Dhika.

"Kamu tuh ...!" Protes Dera terhenti tatkala Dhika menunduk hendak memeriksa ponselnya, dan Dera bergegas merebut ponselnya dari pria itu. "Kamu ngapain ke sini lagi? Bukannya tadi udah pergi?"

Dhika tidak menjawab, tapi ia menyodorkan segelas jus dingin pada Dera. Sesaat, Dera melongo menatap minuman yang disodorkan Dhika itu, tapi ketika mendengar decakan kesal Dhika, Dera buru-buru menerimanya. Baru setelah itu, Dhika duduk di sebelahnya.

Selama beberapa saat, keduanya hanya saling diam, sembari memandangi orang-orang yang lalu lalang dan sibuk berfoto di sana-sini. Bahkan beberapa anak remaja tampak luar biasa heboh hingga mengganggu pengunjung lain.

"Jangan bilang, tadi aku juga kayak gitu," cetus Dera.

Dhika mendengus pelan. "Hampir," jawabnya enteng, membuat Dera mendesis pelan padanya.

"Hobi banget ya, bikin orang kesel?" sengit Dera.

"Cuma kamu, kok," balas pria itu, membuat Dera mengerutkan kening.

"Apa katamu tadi?" tuntutnya.

"Pemandangannya bagus juga di sini," Dhika berkata. Sama sekali berbeda dengan kalimatnya sebelumnya.

"Cih, sok ngalihin pembicaraan segala," dengus Dera. Namun, Dhika bahkan tak terganggu dengan komentar Dera itu.

Dera diam-diam mengamati Dhika yang masih sibuk mengamati pengunjung lain. Lalu, bahkan tanpa menatapnya, Dhika tiba-tiba berkata,

"Jangan ngelihatin aku terus. Bikin tekanan batin aja."

Dera gelagapan dipergoki seperti itu. Ia berdehem dan memalingkan wajahnya. "Jangan ge-er," tukasnya tak terima.

Dhika hanya mendengus pelan sebagai balasan. Dera pun teringat fotonya bersama Dhika tadi.

"Kamu ... nggak suka difoto, ya?" tanya Dera penasaran.

Dhika menoleh padanya. "Nggak," jawabnya.

"Kenapa?"

"Karena aku jelek." Jawaban santai Dhika itu membuat Dera seketika terbahak.

"Oke, yang itu aku setuju," Dera membalas, meski sebenarnya, ia harus mengakui bahwa Dhika tidak seburuk itu. Ia tampan, malah. Jika tidak sedang bersikap kasar dan menyebalkan. Juga, Dera baru menyadari tadi saat ia berada dalam pelukan Dhika ketika pria itu menyelamatkannya dari tercebur ke danau tadi, Dhika lebih tinggi darinya. Meski yah, dia masih enggan mengakui itu.

"Senang banget," Dhika mendengus geli.

Dera tersenyum lebar. "Emang, jujur tuh adalah hal penting dalam hidup ya kan?"

Dhika tersenyum geli. "Iya, penting banget. Makanya, kamu juga jangan pernah lupa itu. Jujur sama dirimu sendiri juga. Apa yang kamu pengen, cuma kamu yang tahu. Coba jujur sama dirimu sendiri, hal apa yang kamu lakuin, yang bikin kamu bahagia. Nanti kamu pasti dapat jawabannya," pria itu berkata.

Dera terkejut karena tiba-tiba Dhika mengatakan hal seserius itu, tapi memikirkan kata-kata itu, Dera tersenyum juga. Ia mengangguk.

"Aku nggak jago bohong, anyway," Dera mengakui. Entah kenapa, hanya dengan Dhika duduk di sampingnya, tanpa membuat kesal, Dera merasa lebih tenang. Mungkin juga karena suasana tempat ini. Well, Dera menyukai tempat ini.

"Ada tempat lain yang pengen kamu kunjungi?" Pertanyaan Dhika itu membuat Dera menoleh kaget.

"Ha? Apa?" Dera gelagapan. "Kamu ... ngomong sama aku?"

Just Be You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang