Bab 13 - Gosip
"Kamu beneran tinggal bareng sama Ryan?" Pertanyaan itu terlontar dari Epik saat jam istirahat, tepat satu bulan setelah kepindahan Prita ke kamar kos di sebelah Ryan. Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya ia mendengar ini. Ia sudah mendengar gosip yang kurang lebih sama, entah itu dari Epik atau dari karyawan lain. Bahkan dari tetangga-tetangganya. Dan Prita, sejujurnya, sudah muak dengan itu.
Prita hati-hati melirik Lyra yang duduk di depannya, khawatir gadis itu akan mengamuk tiba-tiba. Namun, Lyra masih menunduk di atas bekal makan siang yang dibawakan Prita tadi. Entah dia tak mendengarkan, atau pura-pura tak mendengarkan.
"Tetanggaan aja kok, Mbak," balas Prita. "Kebetulan kamarnya sebelahan."
"Tapi, kok kemarin katanya ada yang lihat Ryan masuk ke kosmu? Malam-malam lagi," buru Epik. "Kalian udah jadian? Kalian pacaran?"
Prita kembali menatap Lyra, panik ketika melihat tangan gadis itu terhenti di udara, urung memasukkan nasi yang sudah disendok ke mulutnya. Ryan memang lebih sering berada di kamar kos Prita sejak Prita pindah. Entah itu untuk makan bersama, atau menemani adik-adik Prita belajar dan bermain. Bahkan bisa dibilang, Ryan mungkin hanya pergi ke kamarnya sendiri untuk tidur.
"Beneran? Katanya di kampung belakang ada yang digosipin hamil di luar nikah itu bukan kamu, kan?" tuduh Epik, membuat Prita mencelos seketika.
"Mulutmu tuh nggak pernah disekolahin sih, ya." Kata-kata pedas Lyra itu akhirnya mampir juga di telinga Prita. Di sebelahnya, Epik menatap gadis itu kesal. Tampak tak terima.
"Aku kan, cuma ngomongin apa yang aku dengar," balas Epik kesal.
"Ngegosip? Nyebar fitnah? Kurang kerjaan? Kampungan?" tebas Lyra.
Epik mendesis kesal, sebelum beranjak dari duduknya dan pergi dengan langkah marah.
Prita mendesah berat. "Nggak perlu sekasar itu juga sih, Lyr," ucapnya pelan.
"Trus, dia sopan gitu nuduh kamu kayak gitu?" sengit Lyra. "Dan mana tuh si Ryan?!" Suara Lyra meninggi, diikuti bantingan sendoknya di meja.
"Lyr, itu bukan salah dia juga. Dia nggak ..."
"Kamu nggak usah ikut campur," Lyra menyela Prita tajam. "Ini urusan aku sama Ryan."
Prita mendesah berat, sementara di sebelah Lyra, Dera meringis, tampak cemas juga, dengan roti panggang yang masih dipegangnya. Saat Dera menatapnya, Prita tersenyum, berusaha menenangkannya. Bahkan meskipun mereka selalu bersama selama sebulan terakhir ini, Dera masih saja takut sendiri jika berhadapan dengan Lyra yang sudah mengamuk.
Ketika Lyra meninggalkan mejanya untuk mencari Ryan, Prita menghela napas berat. Kenapa tak ada yang berjalan dengan mudah untuknya? Haruskah orang-orang juga membuat ini sulit baginya?
***
Lyra melihat Ryan sedang duduk di sisi koridor di luar gudang bersama Dhika. Ia segera menghampiri pria itu. Menyadari kedatangannya, Ryan menoleh, tapi sebelum Ryan sempat mengatakan apa pun, Lyra sudah menyemburnya,
"Harus berapa kali gue bilang, lo harus tahu posisi lo sama dia?!"
Ryan menatap Lyra, tampak terkejut, tapi segera menguasai keterkejutannya, ia berdiri. "Lyr, gue ..."
"Gue udah ingatin lo, dia yang bakal terluka, Brengsek! Bukan cuma karena bokap lo, tapi juga karena orang-orang sialan itu! Makanya, kenapa lo nggak makai otak lo yang pintar itu buat mikirin resikonya, hah?!" teriak Lyra marah.
Seperti biasa, Ryan masih menghadapinya dengan tenang.
"Prita kenapa? Kalau dia ada masalah, gue pasti bakal bantuin dia, kan? Dan tentang bokap gue, gue bakal berusaha buat ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Be You (End)
General FictionTiga gadis muda dengan latar belakang berbeda, sama-sama sedang mencari tempat mereka di dunia yang kejam ini, dengan cara masing-masing. Dipertemukan di tempat yang tidak biasa, pabrik, kehidupan dan lingkungan yang keras harus mereka hadapi, denga...