Bab 18 - Badai
Setelah meninggalkan Dera dan Prita, Lyra tidak pergi ke kafe jam istirahat itu, tapi malah duduk di sisi tumpukan sak berisi biji plastik, diam-diam ikut mendengarkan percakapan Prita dan Dera tentang keluarga Dera.
"Orang tuamu?" tanya Prita setelah Dera menyebutkan tentang ketiga kakak laki-lakinya yang sangat mencemaskannya sejak ia bekerja di pabrik ini.
"Orang tuaku ..." Dera agak sedikit ragu, tapi kemudian ia melanjutkan, "Mereka meninggal karena kecelakaan waktu aku masih kecil. Aku bahkan nggak ingat wajah mereka kalau bukan dari foto-foto mereka."
Tidak ada jawaban dari Prita selama beberapa saat, tapi Lyra bisa mendengar suara sedih Prita saat gadis itu akhirnya berkata,
"Ya ampun ... aku nggak pernah tahu, dan bahkan nggak sekali pun tanya ... maaf ya, Ra."
"Nggak pa-pa, kok. Udah lama juga. Aku juga nggak ingat," sahut Dera santai.
"Aku takutnya malah bikin kamu nggak nyaman kalau tanya-tanya tentang masalah keluargamu, sih," jelas Prita. "Jadi aku nungguin kamu cerita."
"Nggak pa-pa. Aku juga emang sebenarnya nggak begitu hobi sih, cerita ke orang-orang tentang keluargaku. Apalagi kakak-kakakku itu," celetuk Dera.
"Mereka pasti khawatir banget sama kamu," tukas Prita.
"Heboh, iya," sahut Dera, dan Lyra bisa membayangkan gadis itu memutar mata, mengabaikan kecemasan ketiga kakaknya.
Lyra mendengar tawa geli Prita, dan ia sedikitnya lega. Ketika Prita begitu marah karena Lyra dan Ryan, setidaknya masih ada Dera yang bisa menghiburnya.
"Tumben lo nggak ngamuk sama Erlan," ucap Ryan, membuat Lyra menoleh.
Lyra mendengus pelan. "Gue udah bikin kesepakatan sama dia."
"Kesepakatan apa?" tanya Ryan penasaran.
"Lo urusin Prita aja, deh," tukas Lyra.
Ryan mendesah berat.
"Tadi pagi nggak ada masalah?" tanya Lyra.
Ryan menggeleng.
"Ngomongin apaan, sih? Pake ngumpet gitu." Kehadiran tiba-tiba Erlan itu membuat Lyra melompat dari duduknya.
"Lo ngapain masih di sini?" tuntut Lyra.
"Ada perlu sama Ryan," pria itu menjawab.
Lyra, meskipun ingin melampiaskan kekesalannya pada Erlan, tapi ia tahu ia masih membutuhkan pria itu untuk menjaga Ryan, jadi ia memutuskan untuk mengalah dan pergi dari sana. Bukan apa-apa, ia hanya masih merasa tidak nyaman di dekat Erlan setelah tadi ia terpaksa harus menerima bantuan pria itu.
Tidak, bukan. Lyra bahkan tidak meminta bantuannya. Pria itu saja yang suka membuat dirinya sendiri repot. Jadi, Lyra tidak berutang apa pun padanya.
***
Prita sedang antri bersama karyawan lain untuk absen pulang ketika ponselnya berbunyi. Damar.
"Halo, Damar?" Prita menjawab teleponnya.
"Kak ..." Suara Damar terdengar cemas. "Kak Tasya ada di rumah sakit. Tadi Kak Tasya pingsan habis tampil buat lombanya."
Langkah Prita seketika terhenti. Jika Dera tidak memeganginya, saat ini ia pasti sudah jatuh ke tanah.
"Kenapa, Ta?" cemas Dera.
"Rumah sakit mana?" Prita berusaha tenang, tak ingin Damar semakin cemas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Just Be You (End)
General FictionTiga gadis muda dengan latar belakang berbeda, sama-sama sedang mencari tempat mereka di dunia yang kejam ini, dengan cara masing-masing. Dipertemukan di tempat yang tidak biasa, pabrik, kehidupan dan lingkungan yang keras harus mereka hadapi, denga...