9. Demi bertemu Lia

1.4K 252 45
                                    

Yuna terus saja cemberut dan memasang muka masam. Dia benar-benar kesal dan jengkel dengan Jisung yang terus menyuruhnya untuk berlatih. Padahal, seharusnya masa latihan sudah selesai 30 menit yang lalu. Tapi, Jisung malah tetap menyuruhnya untuk berlatih memanah. Yuna tentu sudah protes padanya. Tapi, Jisung tetap kekeh menyuruh Yuna untuk latihan. Itu semua adalah bentuk hukuman Jisung pada Yuna yang membuatnya jengkel semalam. Belum lagi tadi pagi Yuna juga menggodanya tentang Kai yang memeluknya. Makin-makin Jisung menghukumnya. Yuna hanya bisa pasrah terus berlatih semetara Jisung lagi enak-enakan tiduran di matras sambil mengawasinya.

Jika bukan karena dia adalah tutorku, sudah kupanah dari tadi. - Yuna.

Steb!

Panah terakhir Yuna berhasil menancap dengan sempurna di tengah sasaran. Dan, sudah ke 5 kalinya dari 8 tembakan Yuna mengenai titik sasaran. Yuna seharusnya senang tapi, dia sama sekali tidak senang. Apalagi kalau bukan karena Jisung yang tidak membiarkannya istirahat.

"Cepat ambil lagi panahnya! Mulai dari awal!" Titah Jisung seenak jidat.

Yuna merotasikan matanya jengkel dan berjalan dengan gontai ke arah papan sasaran. Tapi, tiba-tiba saja Jisung menahannya dan menyuruhnya berhenti.

"Berhenti!" Yuna menatap Jisung tak mengerti. "Jalan jongkok!"

"Apa?! Oppa, kau keterlaluan!" Rengek Yuna yang diacuhkan Jisung. "Aku tidak mau! Hmpp!"

Yuna membuang muka dan memilih untuk tetap berjalan ke papan sasaran.

"Oh, jadi kau ingin latihan sampai jam 12 malam?" Ancam Jisung.

"Apa?! Tidak mau!"

"Jalan jongkok!" Jisung tersenyum pada Yuna namun bukan senyum yang manis melainkan senyum licik yang menyebalkan.

Yuna memekik kesal dalam hati. Dengan ogah-ogahan Yuna akhirnya berjalan jongkok ke papan sasaran. Jisung benar-benar tidak kenal ampun. Kaki Yuna kan cukup panjang. Dengan kaki panjang seperti itu, tentu akan sangat sulit bagi Yuna untuk jalan jongkok. Lebih baik Yuna jalan dengan tangan daripada jalan jongkok begini. Kaki Yuna sesekali terserimpat kakinya sendiri. Badan Yuna juga hampir jatuh ke depan saking terlalu menunggingnya dia. Hampir saja Yuna menangis karena sangat sebal dengan Jisung yang seenaknya. Dia kan hanya bercanda. Kenapa Jisung terlalu membawanya ke dalam hati sih?

"Jisung-ah, Yuna-Ssi! Ayo makan senior Bangchan menyuruh kalian untuk masuk dan menyelesaikan latihannya." Haecan dan Chenle tiba-tiba muncul dari pintu.

"Oh, sudah waktunya makan? Ah aku memang sangat lapar. Akhirnya!!" Yuna dengan girang bangkit dan merenggangkan tubuhnya.

"Eh, siapa bilang kau boleh makan?" Jisung bangkit sambil menatap tajam Yuna. "Lanjutkan latihanmu! Aku ingin makan."

"Hah?! Kau serius? Akukan juga butuh makan. Kau ingin aku mati kelaparan?" Yuna membelalakkan matanya tak percaya kalau Jisung bisa Setega ini padanya.

"Bye-bye!" Jisung melewati Yuna sambil melambaikan tangannya acuh.

Yuna tak percaya Jisung bisa sangat tega padanya. Padahal, Yuna hanya melakukan kesalahan kecil. Yuna juga menyadari kesalahannya. Dan sudah minta maaf. Tapi, apa perlu Jisung menghukumnya seperti ini? Bahkan dia membiarkan Yuna berlatih sendiri di saat semua orang lagi enak-enakan makan. Yuna juga punya hati. Yuna juga bisa capek. Yuna kesal pada Jisung yang keterlaluan. Apa dia tidak punya hati sampai memperlakukannya seperti ini? Saking kesalnya, Yuna sampai menangis.

Yuna menangis dalam diam sambil menatap kesal ke arah Jisung yang sudah menghilang di balik pintu. Dia menghapus kasar air matanya yang tidak mau berhenti mengalir. Hatinya juga terasa sesak saat menyadari dia adalah satu-satunya orang yang diperlukan seperti ini pada tutornya. Tutor yang lain terlihat sayang dan sangat perhatian pada muridnya. Bahkan Jeno saja selalu melindungi Yeji. Tapi, apa yang Jisung lakukan? Membiarkan Yuna berlatih sendiri dengan perut kosong. Yuna benci pada Jisung saat itu juga.

No More HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang