22. half of me

1.1K 193 71
                                    

08.00.K.S.T

M.O.O.N

Seorang laki-laki berpakaian rapi mengetuk-ngetukan jari telunjuknya pada meja kayu jati di depannya. Satu tangannya menumpu dagunya sendiri. Mata tajam nya menatap dengan bengis sekretaris nya yang sedang berdiri sambil menundukkan kepala tepat di depannya. Tersirat kilatan amarah dari tatapannya itu. Atmosfer yang dia keluarkan juga terasa begitu mencekam dan mengintimidasi. Sangat mengintimidasi sampai wanita di depannya hampir menangis ketakutan.

"Kenapa bisa gagal? Aku sudah menyuruhmu untuk memilih agen tingkat satu. TAPI KENAPA SAMPAI GAGAL?!'' Pria bermarga Lee itu menghempaskan vas yang di taruh di sudut mejanya.

Sang sekretaris tersentak kaget. Hatinya sudah harap-harap cemas akan keselamatan nya. Pasalnya, bosnya terkenal sangat bengis terhadap bawahannya. Sekali membuat kesalahan, maka bisa jadi nyawa yang akan menjadi taruhannya. Padahal, baru 4 hari wanita itu bekerja untuk organisasi ini. Tapi, dirinya sudah dihadapkan oleh amarah atasannya.

"Ma, maaf ketua. Dari pesan yang kita dapat, seharusnya mereka pulang di pagi hari. Saya tidak menyangka kalau mereka pulang lebih cepat. Jika tahu seperti itu, saya pasti akan menitahkan mereka pergi setelah matahari tenggelam. Saya tidak bermaksud untuk_"

Omongan wanita itu terputus kala atasannya berdiri dan menampar wajahnya dengan keras hingga tersungkur. "Berani kau melawanku?! Dasar tidak becus!"

Tanpa pikir panjang lagi, pria berumur 40 tahun itu mengambil revolver yang ada di mejanya dan mengarahkannya pada wanita yang masih tersungkur itu.

"Ada pesan terakhir? Nona Yuri?"

"Kumohon tuan! Berikan saya kesempatan sekali lagi. Hiks.. jangan bunuh saya." Wanita bernama Yuri itu menyeret tubuhnya dan memeluk kaki atasannya.

"Sayang sekali," pria itu mengokang senjatanya. "Air matamu, justru membangkitkan gairahku untuk membunuh."

"Tuan!!"

DORR!!

Tanpa menunjukkan ekspresi apapun, pria Lee itu menembakkan peluru tepat pada wajah Yuri. Hingga akhirnya, wanita malang itu harus mati sia-sia.

"Wah, Pak Donghae kau kejam juga ya."

Pria yang bernama lengkap Lee Donghae itu hanya mendelik tajam pada gadis yang baru saja masuk ke ruangannya. Gadis itu, mau berapa kali pun Donghae mengancamnya, dia tetap tidak bisa menunjukkan rasa sopan dan masih berani kurang ajar padanya.

"Cih, sepatuku jadi kotor." Umpat Donghae, melihat ujung sepatu mengkilap nya-- terkena noda darah dari Yuri--.

"Itu salahmu sendiri pak. Makanya, lain kali kalau mau membunuh seseorang perkirakan dulu seberapa jauh darahnya akan menciprat." Tanpa takut, gadis itu mengambil revolver di tangan Donghae. "Senjata yang bagus, dapat dari mana?"

"Kau ingin ku bunuh juga?"

Gadis berumur 18 tahun itu langsung melepaskan tangannya dari senjata milik Donghae.

"Aku bosan. Kapan aku bisa mendapatkan giliran ku? Kau tidak tahu bagaimana gemasnya aku ketika mendengar gadis Choi itu tak kunjung mati."

"Kau sabar saja. Akan ada saatnya kau tampil dan mengacak-acak kehidupan mereka. Untuk saat ini, kita pantau dahulu tingkah mereka." Donghae mengambil tissue dan membersihkan noda darah di sepatunya.

"Kau masih memanfaatkan orang itu? Apakah tidak kejam kalau mereka tahu siapa yang telah membocorkan rahasia mereka? Kau'kan tahu betul, rasanya dikhianati."

"Aku tidak peduli. Asalkan aku bisa membalaskan pengkhianatan mereka terhadap ku, apapun akan ku lakukan. Kita lihat saja, sampai kapan kau bisa bertahan melindungi gadis itu, Na Jaemin.." Donghae tersenyum sinis sambil meremas sebuah kertas bertuliskan Na Jaemin, distrik 7.

No More HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang