31. The truth

1K 168 40
                                    

Echuu!

Hari yang begitu sial bagi Jisung. Penyakit sialan bernama flu menyerangnya hingga dirinya terbaring tidak berdaya. Suhu tubuhnya sangat tinggi, sekitar 40°C. Selain itu, sedari tadi hidungnya tidak berhenti mengeluarkan suara yang mampu membuat siapapun merasa jijik.

Karena hal itu, hari ini Jisung tidak bisa melatih Yuna dahulu. Dia meminta bantuan kepada Ayen untuk menggantikannya. Sedangkan dirinya akan memulihkan diri dan beristirahat. Terlebih lagi udara di luar semakin dingin hingga Jisung melapisi tubuhnya rapat-rapat dengan selimut tebal. Dengan keadaan seperti ini, sudah sangat mustahil baginya meninggalkan kamar barang 1mm sekalipun.

BRAK!!

"Astaga!!" Pekik Jisung yang tadinya ingin menutup mata malah tidak jadi karena kaget.

Jisung mendelik tajam pada oknum yang membuka pintunya dengan tidak manusiawi. Siapa lagi kalau bukan si gadis pecicilan bernama Yuna? Bingung Jisung tuh, baru ditinggal 3 jam sama Ayen, Yuna jadi makin nggak bener. Lihat saja bagaimana Yuna bertransformasi dari tukang panah menjadi atlet dobrak pintu. Lain kali, Jisung akan menitipkan Yuna pada senior Bangchan saja. Biar sekalian dipawangin sama Bangchan biar jinak.

"Kenapa kalian ke sini?" Tanya Jisung. "Bisakah kau membuka pintu dengan lebih manusiawi? Itu pintu kamar, bukan pintu neraka."

Yuna dan Ayen hanya terkekeh lalu berjalan menghampiri ranjang Jisung. Ini kali pertama mereka melihat wujud kamar Jisung dan Felix. Pantas saja mereka hanya tidur berdua. Lihatlah bagaimana kecil dan sumpeknya kamar ini. Hanya ada satu ventilasi dan satu jendela kecil yang tirainya ditutup sempurna. Mirip banget sama kamar jomblo yang nggak bisa move on dari mantan.

"Masih hidup ternyata." Celetuk Yuna yang langsung dapat hadiah jitakan dari Jisung.

"Pergi kalian!" Usir Jisung. Kedatangan kedua temannya itu sama sekali tidak memulihkan dirinya. Malah bikin emosi.

"Kami ke sini kan berniat baik. Kami ingin menjenguk mu." Jelas Ayen.

Jisung menggeleng. "Tidak, kalau hanya kau sih tidak apa-apa. Tapi kalau kau ajak Yuna, sudah bukan menjenguk namanya. Mana ada orang menjenguk rusuh begini?"

Yuna cemberut. "Padahal aku sudah berniat baik untuk menjenguk mu loh."

"Iya deh, terimakasih ya." Jisung tersenyum dan mengusap kepala Yuna pelan.

"Aku membawakan sesuatu untuk Oppa." Seru Yuna lalu merogoh saku celananya. "Tadaaaa!"

Jisung mengernyit bingung. Dalam pikirannya dia sedang kebingungan dengan barang yang dibawa oleh Yuna. Baru pertama kali Jisung melihat barang yang ada di tangan Yuna. Bentuknya persegi panjang dan pipih, mirip seperti plester luka tapi lebih besar.

"Apa itu?" Tanya Jisung.

Yuna dan Ayen saling melempar pandangan. Demi apa Jisung tidak tahu plester penurun panas? Mereka tahu sih kalau Jisung itu kadang kurang pergaulan. Tapi kalau sampai tidak tahu plester penurun panas sih sudah keterlaluan.

"Kau benar-benar tidak tahu ini?" Ayen menunjuk plester di tangan Yuna.

Jisung menggeleng. "Tidak. Memangnya itu apa?"

"Ini plester penurun panas. Aku meminta ini kepada Ryujin-Eonni. Masa kau tidak tahu?"

Jisung menghendikan bahunya. "Aku bukan bagian medis."

"Anak bayi juga tahu kali kalau ini plester penurun panas." Balas Ayen.

Yuna membuka bungkusan plester tersebut lalu melepaskan plastik transparan gel nya. Kemudian menempelkannya ke kening Jisung.

No More HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang