(Season 2) 73. A house of memories

377 41 16
                                    

08.25.K.S.T

Yuna menatap hamparan salju putih yang mulai menipis dari balik jendela kamarnya. Tidak terasa, semenjak salju turun pertama kalinya pada Desember lalu dan kini musim dingin sudah hampir usai. Yuna mengingat-ingat lagi musim yang akan terjadi selanjutnya.

Ah, benar musim semi.

Yuna menyukai musim semi, sebanyak dirinya menyukai musim salju. Oh, lebih tepatnya setiap musim merupakan waktu yang menyenangkan bagi gadis Shin itu. Yuna sangat menyukai musim salju, waktu yang tepat baginya untuk bermain di hamparan salju atau membuat kenangan indah bersama dengan butiran butiran salju yang putih dan suci.

Namun, setelah ini mungkin musim dingin tidak lagi membawa euphoria seperti sebelumnya. Banyak kebahagiaan yang seharusnya terjadi di musim dingin hanya menjadi kenangan untuk saat ini.

Yuna ingat saat salju pertama kali turun dirinya masih bisa tertawa gembira bersama dengan Yeji, Lia, Ryujin, dan Chaeryeong. Yuna juga ingat bagaimana suhu tubuhnya meninggi beberapa saat setelah dirinya bermain salju hingga lupa waktu. Dan di saat itulah, Bangchan merawatnya dan Jisung dengan tulus seperti kakak sendiri. Ketika buku cerita berjudul "Hansel and Gretel" yang pada saat itu dia bawa untuk di baca bersama Jisung, berakhir menjadi dongeng pengantar tidur yang dibacakan oleh Bangchan kepada mereka.

Ah, kenapa rasanya sedih sekali jika mengingatnya?

Tok! Tok!

Suara ketukan pintu lemah terdengar di telinga Yuna. Yuna memutar tubuhnya, sedikit penasaran akan siapa sosok yang saat ini tengah berdiri di balik pintu kamarnya itu. Ryujin? Yeji? Tidak, mereka tidak akan mengetuk pintu jika ingin masuk. Lagipula Ryujin kemarin malam tidak kembali ke kamar. Begitu juga Yeji yang pagi-pagi sekali sudah keluar dan bersiap untuk keberangkatan mereka hari ini.

Dibandingkan siapapun memang Yejilah yang paling semangat untuk hari ini.

"Pintunya tidak terkunci."

Sesaat setelah Yuna menjawab ketukan tersebut, tidak terlihat tanda-tanda bahwa pintunya akan terbuka. Yuna yang penasaran berjalan untuk membukakan pintu tersebut untuk bertanya apakah orang di balik pintu kamarnya itu baik-baik saja atau tidak.

Namun belum sempat Yuna sampai di depan pintu, orang di baliknya sudah membuka dengan perlahan pintu yang memisahkan antara dirinya dan Yuna di dalam sana.

Yuna bergeming dari tempatnya berdiri ketika mengetahui bahwa ternyata pelaku dari ketukan tadi adalah pemuda yang kemarin sangat dia inginkan kehadirannya.

"Oppa." Lirih Yuna saat sosok Park Jisung sempurna terlihat di ambang pintu kamarnya.

Pemuda itu hanya berdiri di sana sembari menundukkan kepalanya seolah ada beban berat yang mendudukinya. Pemuda itu tahu bahwa kecanggungan diantara keduanya pasti akan terasa begitu menyebalkan dan merepotkan. Nyatanya saat mereka berada pada titik terendahnya baik Jisung dan Yuna tidak mau memperlihatkan sisi lemah mereka masing-masing.

Atau itu yang sebenarnya Jisung lakukan beberapa hari kemarin.

Bukan tanpa alasan mengapa Jisung tidak mau menghampiri Yuna semenjak kematian Bangchan kemarin. Namun, Jisung juga berada pada titik terendahnya saat itu sehingga dia merasa bukankah percuma menambah beban emosional pada Yuna yang juga merasakan hal yang sama?

Kai, yang pada saat itu datang kepada Yuna, Jisunglah melihatnya juga. Karena itulah, Jisung mengurungkan niatnya untuk mendatangi Yuna. Dia pikir, bukankah Kai lebih

Dan kini, setelah Jisung sudah bisa bangkit dari keterpurukannya wajah Yuna lah yang pertama kali muncul di kepalanya. Jisung ingin melihat Yuna, bahkan memeluknya. Kali ini Jisung yakin bahwa dirinya kuat untuk menopang Yuna jika gadis itu butuh dikuatkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

No More HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang