48. Good bye?

1.1K 174 146
                                    

15.00.K.S.T.

Semua pasangan normal pasti akan menghabiskan hari pertama kencan mereka dengan berjalan-jalan di taman atau pergi ke restoran pinggir jalan dan menyantap makanan mereka sambil duduk di tepi sungai Han. Tapi tidak bagi pasangan yang baru beberapa jam lalu official ini. Yeji dan Jeno bukannya tidak ingin menjadikan hari pertama kencan mereka menjadi hari yang tidak akan pernah mereka lupakan. Mereka ingin, sayangnya keadaan membuat mereka harus rela menggunakan waktu mereka hanya untuk kabur dari monster abstrak kurang ajar yang anehnya selalu tahu dimana keberadaan mereka.

Jika kalian bertanya, sudah berapa banyak peluru yang sudah Jeno dan Yeji habiskan untuk melawan monster itu? Well, cukup banyak hingga Yeji kehabisan peluru Handgun, flashbank, dan menyisakan satu magazine peluru revolver. Sedangkan Jeno, telah kehabisan peluru shotgun, dan granat hingga kini dia hanya menyisakan 2 flashbank, 2 magazine peluru revolver, dan 3 magazine peluru assault rifle nya. Setidaknya Jeno tahu bagaimana caranya menghemat peluru dibandingkan Yeji yang bar bar.

Lalu, apakah seluruh peluru itu cukup untuk bisa membunuh monster aneh itu? Jawabannya tidak. Yeji dan Jeno masih dikejar oleh monster yang mereka beri julukan Buldokong untuk menggambarkan sosok monster itu yang mirip karakter hewan kingkong di film kesukaan Yeji.

Untung saja mereka bisa melarikan diri dari monster tadi. Tidak sia-sia Yeji menghabiskan seluruh peluru Handgun nya untuk mengincar hidung Buldokong dan membuat indra penciumannya sedikit terganggu. Meski Yeji dan Jeno akui, kabur dari monster Over Power sambil menembaki Zombie meresahkan yang sukanya ikut campur urusan orang lain cukup sulit. Itulah kenapa mereka menghabiskan banyak flashbank, untuk mempersingkat waktu, mereka memilih untuk kabur saja dari zombie-zombie itu dari pada melawannya.

"Hah~ Hah~ kurasa, hah~ kita sudah berhasil hah~ kabur." Kata Yeji, tersengal-sengal.

Jeno juga merasakan hal yang sama. Dia bersandar di dinding belakangnya sembari mengatur nafasnya yang sudah tidak lagi beraturan. Yeji sekarang mengerti, kenapa dia sering dilatih untuk berlari 30 menit tanpa berhenti oleh Jeno. Ternyata, memang lari adalah jalan yang terbaik daripada melawan.

"Kita tidak bisa terus begini." Jeno menjeda ucapannya untuk mengatur nafas. "Kita harus cepat sampai ke rumah. Jika tidak, kita pasti akan kalah melawan monster itu sendirian."

"Tapi bagaimana caranya? Kita bahkan sudah sangat jauh dari jalan seharusnya. Kita harus kembali ke persimpangan untuk bisa ke titik kumpul bersama yang lain."

Jeno bergeming, benar kata Yeji. Jalan satu-satunya mereka agar bisa kembali ke rumah kumpul adalah kembali ke persimpangan tadi. Sedangkan, di persimpangan itulah terakhir kali mereka bertemu dengan Buldokong.

"Sh*t!" Umpat Jeno, merasa buntu. "Apa kau tidak tahu jalan lain?"

Yeji menggeleng. "Jalan yang ku ketahui, semuanya tidak bisa kita lalui dengan aman. Terlalu banyak zombie."

Jeno lagi-lagi mengumpat dalam hati. Dia mengumpati nama bos lamanya, Lee Donghae. Jeno tidak habis pikir, bisa-bisanya Donghae menciptakan monster seperti ini. Seolah Donghae sudah tahu benar kalau dia dan rekan-rekannya selalu bergerak di siang hari untuk menghindari monster-monster yang hanya bisa keluar di malam hari.

Jeno yakin, penutup mata yang menutupi mata monster itu pasti digunakan untuk menutupi kelemahan semua monster yaitu cahaya matahari terik. Lalu meningkatkan indera penciuman dan pendengarannya sehingga menjadi mesin pembunuh yang sempurna.

Dasar Lee sialan! - Jeno.

"Kita harus melewati persimpangan tadi. Mau tidak mau, kita harus melewatinya."

No More HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang