20

2.3K 215 22
                                    

Pesta kelulusan Doyoung kemarin bisa dikatakan sekaligus sebagai acara pertunangan mereka, Doyoung dan Nara. Restu orang tua dari kedua belah pihak sudah didapatkan yang mengartikan kalau pernikahan tidak akan lagi ada ditunda-tunda. Si calon pengantin sama-sama anak bungsu, jadi di pernikahan mereka ini posisi Doyoung dan Nara sungguh sangat diistimewakan.

Mereka tidak perlu pusing-pusing memikirkan perihal undangan pernikahan, wedding organizer, sampai tempat acaranya. Menuju hari H pernikahan sebenarnya mereka sudah tak diizinkan untuk bertemu, tetapi Doyoung nekat datang ke rumah Nara dengan tujuannya yang ingin mengajak calon istrinya itu pacaran untuk terakhir kalinya hari ini sebelum status mereka berubah menjadi suami dan istri yang sudah sah di mata hukum dan agama.

"Janji jangan sampe malem banget ya Doy pulangin Naranya, gak enak loh entar jadi omongan tetangga kalian kan udah mau nikah masa masih keluyuran. Ya kan?" ucap Yoona yang merangkul Nara keluar rumah, Doyoung yang berjalan di sisi kiri calon ibu mertuanya itu hanya manggut-manggut saja. Karena dia tidak pernah terpikir meladeni omongan tetangga, berbeda dengan ibu-ibu yang memang paling sensitif atas hal tersebut.

"Iya Tante nggak kok. Paling subuh aku bawa dia pulang—eh nggak-nggak canda doang kok Tan, hehehe." Doyoung menyatukan kedua tangannya itu di depan muka saat Yoona melototinya.

Yoona menghela nafas lega. "Yaudah hati-hati di jalan ya. Anak gadis Mama yang cantik ini tolong dijagain!"

Yoona bergerak mencium kedua pipi Nara penuh sayang, dan tak dapat si gadis pungkiri ia sedikit merasa malu diperlakukan bak anak kecil oleh ibunya di depan sang calon suami saat ini.

"Iya Tante pasti Doyoung jagain kok. Tenang aja nanti Doyoung pastiin pulang Nara tidak akan ada luka atau lecet sedikitpun di kulit mulusnya ini, oke?" Hubungan Doyoung dengan calon mertuanya memang baik-baik saja itulah mengapa ia dapat sesantai itu. Doyoung menciumi punggung tangan Yoona lalu mengucapkan salam sebelum masuk ke dalam mobilnya.

Kini mobil Doyoung pun sudah pergi dari area rumah keluarga Lee. Doyoung sedari tadi sedikit merasa heran karena Nara belum kunjung membuka suara. Dia jadi khawatir kalau calon istrinya itu kurang enak badan di saat sebentar lagi waktu pernikahan mereka tiba.

"Sayang kamu kenapa? Sakit?" Doyoung meletakkan tangannya di atas kening Nara yang ternyata suhu tubuhnya normal-normal saja. "Nggak kok. Terus kenapa dong?" lanjutnya.

Pandangan Nara hanya turun menatap cincin  yang tersemat di jari manis di tangan kanannya itu. Seperti yang terlihat Doyoung sudah sangat siap untuk berkeluarga, sedangkan Nara ia masih dalam dilema saat ini. Namun, untuk menolak agar pernikahan ini tak terjadi semuanya sudah tak bisa lagi. Persiapan untuk pernikahannya terbilang sudah berjalan 70% akan segera rampung.

Memikirkan ia yang masih memiliki kekurangan dalam banyak hal saja sudah memusingkan, lalu bagaimana nantinya ia harus mengurusi orang baru. Nara belum siap untuk menikah. Masih banyak cita-citanya yang belum tersampaikan, dari yang saat ini tengah dia tempuh yakni berkuliah, itu saja pun belum terselesaikan. Memikirkan mengurus suami dan anak di saat ia masih berstatus mahasiswi pasti sungguh akan merepotkan dan melelahkan. Belum ia jalani tapi Nara sudah ingin menyerah saja rasanya.

"Sayang kamu kenapa? Lagi banyak pikiran kah?" tanya Doyoung.

"Aku takut. Aku takut gak bisa jadi istri yang baik untuk kamu Kak," jawab Nara.

Pernyataannya seketika membuat mobil yang Doyoung kendarai terhenti mendadak. Untungnya jalanan dalam keadaan sepi.

Nara sempat mengadu kesakitan ketika tubuhnya hampir terbentur dashboard mobil karena tindakan dadakan tersebut.

Keduanya saling berdiam diri sementara di posisi masing-masing. Doyoung melepaskan sabuk pengaman lalu agak memiringkan tubuhnya supaya dapat leluasa bicara dengan gadis di sampingnya. Ia mengambil tangan sang calon istri guna ingin ia genggam.

Fierce Prince✔  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang