40

1.5K 158 15
                                    

"Kamu aja deh yang pergi ya?" Nara bicara pada Doyoung yang sedang sibuk merapikan kembali penampilannya di depan kaca lemari itu. Doyoung sudah kelihatan tampan dan gagah dibalut setelan formal. Malam ini pasangan suami-istri itu rencananya akan datang ke pernikahan salah satu sahabat mereka.

"Kamu ini apa-apaan sih, Nar? Kamu udah mandi lho ini, tinggal pake baju sama dandan aja. Aku tungguin, udah sana siap-siap." Doyoung hanya melirik Nara sekilas dari ekor matanya, dia agak kesal dengan sang istri yang sejak tadi cemas untuk meninggalkan anak mereka pada mertuanya.

"Tapi aku gak mau bikin Mama sama Papa kamu jadi kerepotan jagain Naya kalo misalnya dia rewel pas kita pergi," kata Nara lagi yang sekarang lebih menekankan kalimatnya di depan Doyoung.

"Kamu itu ya masih aja takut sama orang tua aku. Mereka gak gigit lho padahal." Tawa kecil itu menghiasi sudut-sudut bibir si lelaki di tengah sang istri yang saat ini sedang uring-uringan.

Satu pukulan ringan dari Nara melayang di pundak Doyoung yang sedang memakai jam tangan. Doyoung terhenyak dan otomatis menatap istrinya dengan sorot sinis.

"Sakit yang, kasar banget."

"Bodo amat! Pokoknya aku gak mau ikut. Titik!" Nara menghentakkan kakinya pergi dari depan sang suami. Berjalan menuju ranjang guna menghampiri putrinya yang anteng main sendiri.

"Ikut," balas Doyoung masih di tempatnya.

"Nggak!" tegas Nara yang sekarang sudah membawa Naya untuk disimpan di pangkuannya. Makin ke sini gadis cantik itu tidak ingin terpisah dari anaknya.

"Yaudah jangan salahin aku kalo pulang bawa calon istri kedua," sahut Doyoung yang semula bermaksud bercanda. Tetapi omongannya itu justru membuat Nara marah. Suara nyaring dari benda yang baru saja bersentuhan dengan dinding kamar itu otomatis membuat Doyoung menatap ke asal suara. Ia melihat remote AC kamarnya sudah dalam keadaan tergeletak di lantai. Sementara ketika ia melihat istrinya, di tempat tidur itu Nara sudah menekuk wajahnya yang kelihatan dingin sekarang.

Doyoung menghela nafas gusar.

"Jangan kebiasaan kalo lagi ngambek tuh suka bantingin barang-barang yang ada di sekitar kamu. Aku cuma bercanda kali." Ia sudah duduk di dekat istrinya. Mengambil tangan Nara untuk ia genggam. "Jangan ngambek ya. Kamu percaya kan sama aku?"

"Setelah kesalahan yang udah kamu buat kemarin gimana aku bisa percaya lagi sama kamu sih, Mas? Aku jadi ragu. Aku takut kamu bakal ngulang kesalahan yang sama lagi." Nara tak melepaskan tiap detik tatapan mata yang sedang beradu dengan suaminya. Ingin suaminya itu tahu bahwa ucapannya tidak main-main.

"Ya Allah udah berkali-kali aku bilang aku gak akan selingkuh lagi. Aku udah tobat. Toh sekarang kamu juga tahu kalo kesibukan aku begitu selesai di kantor aku langsung pulang. Masa belum percaya juga?" Memang sulit untuk membuat orang yang sudah kecewa untuk kembali memberikan kepercayaannya. Dan itu Doyoung rasakan, sampai saat ini dia masih belum bisa mengambil hati Nara.

"Tertulis di undangannya aku dateng sama istriku. Ayolah!" rengek Doyoung.

Karena tidak tega melihat Doyoung sampai memohon-mohon seperti itu. Alhasil Nara mengangguk.

Doyoung mengerutkan keningnya bingung atas maksud anggukan kepala istrinya itu apa.

"Apanih maksudnya ngangguk-ngangguk? Mau?" tanyanya.

Nara berdecak. "Iya aku mau ikut kondangan sama kamu di pernikahan Kak Taeil. Jelas?!"

"Gitu dong. Dah sekarang kamu siap-siap ya biar aku yang jagain Naya dulu. Sini." Doyoung hendak mengangkat tubuh Naya agar berpindah ke dalam dekapannya. Tetapi sang istri menahannya.

Fierce Prince✔  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang