30

1.9K 192 147
                                    

"Arin, nggak pulang?"

Sebelum pulang ke rumah Doyoung menyempatkan diri mampir ke meja kerja sekretarisnya. Arin tampak serius berkutat pada kertas-kertas yang ada di meja kerjanya itu. Tak heran ia bahkan tak mendengar perkataan Doyoung yang mengajaknya bicara.

Doyoung geleng-geleng kepala sembari memundurkan kursi kantor yang ada tepat di depan Arin, duduk di sana dengan senyumnya yang tak kunjung luntur. Melihat Doyoung yang tiba-tiba duduk tepat di depannya sontak membuat Arin menoleh. Dahinya tampak mengerut seolah terheran.

"Kok duduk, Pak? Pulang. Saya lembur karena masih sibuk mau reschedule kerjaan Bapak untuk bulan depan," jelas Arin.

"Kamu ngusir saya?" tanya Doyoung.

Arin mengulum bibirnya ke dalam. Bingung harus bersikap bagaimana saat ini kepada atasannya itu. Ia hanya takut terdapat rumor buruk ke depannya jika sampai ada yang tahu mereka sedang duduk berduaan di ruangan yang sama seperti ini. Apalagi mengingat Doyoung yang sudah menikah seharusnya ada jarak  diantara mereka.

"Bukan seperti itu maksud saya, Pak. Saya cuma gak mau nanti ada yang salah paham lihat kita duduk berdua kayak gini, kantor masih ramai Pak tolong dimengerti." Jam 7 malam yang Arin maksudkan. Di jam segitu memang gedung perusahaan properti itu masih sangat ramai orang berlalu lalang meski jadwal kerja sudah selesai dua jam sebelumnya. Banyak pegawai mengambil lembur karena uang bonusnya yang lumayan besar sehingga sayang sekali untuk dilewatkan.

"Tapi jarang ada yang masuk ke ruangan saya. Saya masih belum mau pulang. Bosen. Istri saya di rumah ngerepotin banget," ujar Doyoung.

Doyoung memang tak pernah menutupi statusnya yang sudah berkeluarga selama menjabat sebagai wakil direktur di perusahaan ayahnya itu. Itulah kenapa dia dapat bisa secara terang-terangan seperti itu pada sang sekretaris.

Merasa pernyataan lelaki di depannya tak pantas untuk diketahui lebih lanjut, Arin bungkam kembali fokus pada pekerjaannya.

"Arin kamu kenapa gak coba perpanjang kontrak kerja aja sama Jungwoo? Dia kan masih sibuk mengurus pernikahannya," tawar Doyoung. Lama waktu Arin menjadi sekretaris panggilan untuk Doyoung hanya enam bulan. Jungwoo sedang berada di luar negeri untuk mengurus pernikahannya yang masih belum tahu kapan tanggal penyelenggaraannya. Tepatnya di bulan depan masa kontrak kerja Arin sudah berakhir, kinerjanya sangat bagus sehingga Doyoung merasa kantornya perlu sosok seperti Arin ini.

"Nggak bisa, Pak. Jungwoo masih butuh kerjaannya ini," jawab Arin seperlunya.

Doyoung hanya ber-oh ria. Ia mengeluarkan ponselnya lalu memainkannya.

Sontak hal itu membuat Arin semakin bingung. "Loh Pak kenapa masih belum pulang? Jangan bilang Bapak mau nungguin saya?"

Doyoung mengangguk. "Betul. Saya tungguin kamu sampai selesai kerja. Udah malem gak baik anak perawan di luar sendiri. Nanti saya anter kamu pulang."

Cepat-cepat Arin menggeleng. "Bapak gak perlu lakuin itu, Pak. Saya udah biasa naik ojek online sendiri pulang-pergi. Selalu dalam keadaan baik-baik saja untungnya."

"Kenapa sih ngehindarin saya mulu?" Doyoung menatap tajam Arin yang langsung terdiam.

"Saya cuma gak mau dipandang perempuan penggoda suami orang, Pak. Kita harus sama-sama tahu batasan. Bapak sudah menikah. Ada perempuan di rumah yang harus Bapak jaga hatinya." Nyatanya Arin memang sangat frontal seperti itu. Sebenarnya tak ingin terlalu percaya diri, tetapi ia menyadari kalau atasannya itu seakan tertarik kepadanya. Padahal selama mereka bekerja sama Arin selalu bersikap senatural mungkin.

"Saya tau, Arin. Sekarang istri saya lagi hamil dan dia lagi manja-manjanya. Terdengar jahat, tapi saya memang lagi di tahap lagi bosen sama dia. Kalo saya minta kamu bikin saya nyaman pas lagi di kantor, mau?" tanya Doyoung.

Fierce Prince✔  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang