Pukul sembilan pagi hari. Sinar mentari yang masuk ke kamar itu membuat sang empunya ruangan merasa tak nyaman. Ia mengusap-usap matanya seolah pertanda bersiap untuk bangun dari tidur panjangnya. Doyoung meringis kesakitan saat merasa tubuhnya seperti baru saja diamuk massa, sakit sekali. Padahal ia ingat bahwa yang ia lakukan tadi malam hanya tidur karena benar-benar kelelahan selesai acara resepsi pernikahannya.
Ngomong-ngomong, Doyoung sudah membawa istrinya pindah ke apartemennya. Mereka akan tinggal sementara di sana sampai tabungan Doyoung cukup untuk membeli rumah.
Saat netranya mulai terbuka lebar ia langsung berdecak kesal mengetahui ada kaki jenjang yang bertengger di atas perutnya dengan sembrono. Belum lagi lengan yang mengikat lehernya hingga dirinya sudah seperti orang yang sekarat sekarang. Hal itu cukup membuatnya sulit untuk beranjak. Benar-benar tidak sopan.
Namun semua niatnya yang ingin mengumpat terpaksa ia urungkan karena wajah Nara yang masih terlelap entah kenapa terlihat sangat cantik. Doyoung tersenyum. Ternyata tidur bersama orang lain di ranjang yang sama menurutnya tidak terlalu buruk. Ada pemandangan baru yang ia dapatkan setiap bangun tidur, yakni wajah polos istrinya yang begitu menggemaskan.
Penuh kehati-hatian, Doyoung menurunkan lengan dan kaki jenjang Nara yang bersandar di tubuhnya. Si cantik tak merasa terusik, hal itu cukup melegakan. Lelaki bergigi kelinci itu juga sedikit menggeser tubuh istrinya yang sudah berada di bibir tempat tidur menjadi ke bagian tengah agar tidurnya lebih leluasa. Doyoung tak akan mengganggu aktivitas wanitanya itu. Ia meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Di sela-sela kegiatannya itu ia dikejutkan dengan suatu hal.
Peeesstthh...
Otomatis Doyoung balik badan ke arah sang puan.
Suara haram apa yang baru saja ia dengar?
Posisi tidur yang acak-acakan ditambah suka kentut sembarangan.
Sungguh ia harus beradaptasi dengan semua itu?
Doyoung hanya bisa mengelus dada penuh kesabaran. Ini masih pagi, tak baik untuk marah-marah sedini itu.
Dengan santai ia turun dari ranjangnya, mengambil pengharum ruangan di nakas tv kemudian ia semprotkan pada seisi ruangan tidurnya. Karena jujur walaupun suara bom gas tadi menyatu dengan angin tak bisa berbohong bahwa aromanya sungguh menyakitkan hidung.
Duh, melihat Nara yang masih tidur pulas membuat Doyoung tak tega membangunkannya.
"Mending gue siapin sarapan dulu aja kali ya?" Doyoung bermonolog.
Ia berjalan menuju kamar mandi untuk sikat gigi dan membasuh muka terlebih dahulu sebelum memasak.
Selesai dengan itu, barulah ia mulai berperang dengan alat dan bahan memasaknya.
Karena suara gaduh yang masuk di telinganya membuat Nara melenguh keras, seakan-akan marah ada yang menggangu waktu istirahatnya.
Ia mengusap-usap tempat tidur, seketika terkesiap saat menyadari bahwa suaminya tak ada di sana. Nara tidak amnesia, dia ingat bahwa sekarang statusnya sudah menjadi istri. Hal itu membuatnya panik. Langsung beranjak dari tempat tidur untuk menelusuri apartemennya itu guna ingin mencari keberadaan sang suami.
"Kak Doyoung?" Nara sedikit heran mendapati Doyoung yang sudah tampak sibuk di dapur. Pria itu sedang memasak?
Doyoung mematikan kompornya dan menoleh. Ia hampir menyemburkan tawanya saat melihat wajah bantal dan rambut singa Nara, wanita itu benar-benar lucu ketika baru saja bangun tidur.
"U-udah bangun kamu?" tanyanya kikuk.
Nara tersenyum. "Morning."
Ia berjalan mendekati suaminya. Tak sungkan melingkarkan tangannya di antara perut sang tuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fierce Prince✔ [END]
Fanfiction[ SUDAH TAMAT ] Dia memang ketus dan galak, namun bukankah sifatnya yang susah ditaklukkan justru membuatmu makin penasaran? Doyoung fanfiction 2020 Cover: @cindy_muffin