29

1.8K 167 23
                                    

"Mas Doyoung bangun!"

Nara merengek sambil mengguncang keras lengan suaminya yang masih terpejam dengan tenang di sebelahnya itu. Sekarang masih pukul dua dini hari. Tiba-tiba dia kepingin banget makan kolak pisang ubi jam segitu.

Mungkin baru ini yang disebut ngidam. Benar-benar harus dituruti sekarang juga.

Awalnya Nara tak tega untuk mengusik tidur Doyoung yang pasti masih kelelahan setelah bekerja seharian. Padahal baru tiga hari yang lalu mereka makan ice cream. Namun, calon bayinya terus-menerus menendang dengan ritme yang lumayan kencang dan itu benar-benar tak nyaman untuk dirasakan.

Perubahan hormon dan bentuk tubuh sudah ia sadari sehingga tak jarang hal itu seringkali Nara risaukan.

"Hmmm?" Hanya dehaman ringan yang Doyoung berikan. Tangannya bergerak mengusap-usap matanya yang masih berat untuk melek.

"Bangun dulu!" kata Nara lagi yang semakin menggemaskan rengekannya. Tapi untuk sekarang tak ada minat bagi sang suami untuk tertawa karena masih sangat ngantuk. Tapi mau tak mau ia harus bangun sekarang, istrinya bisa mode singa kapan saja saat hamil seperti ini.

"Iya. Kenapa?" Doyoung sudah terbangun. Kepalanya bertumpu di atas paha sang istri yang duduk bersandar pada kepala ranjang. Mengelus perut besar sang wanita menjadi kebiasaan barunya belakangan ini.

"Aku pengen makan kolak sekarang. Dedek bayi yang mau," jelasnya.

Doyoung belum meresponnya. Masih mencoba untuk mengumpulkan nyawa sampai utuh.

"Apa?" tanya Doyoung mencoba mencerna ucapan Nara barusan.

"Aku ngidam pengen kolak pisang sama ubi. Tapi kamu yang bikin. Tolong dituruti ya," pinta Nara.

Doyoung mengangguk. "Pasti sayang."

Ucapannya membuat senyum Nara merekah lebar.

"Tapi besok ya? Ada-ada aja jam segini mau masak kolak."  lanjutnya.

Astaga benar-benar sudah memberi harapan indah tapi akhirnya justru dijatuhkan. Manik mata Nara sudah berkaca-kaca saat ini. Dia jadi emosional karena kehamilannya.

"Gak mau wujudin keinginan anaknya! Biar aja entar pas lahir si dedek bayi ngences!" Nara menekankan tiap kata yang ia ucapkan. Hal itu sepenuhnya membuat Doyoung tersadar dari rasa kantuknya.

"Siapa yang gamau nurutin sih? Besok pagi beneran deh aku cariin tuh pisang sama ubinya. Yakali Bun jam segini aku ke pasar apa mall gitu? Kurang kerjaan kan?" Doyoung bicara sampai tarik urat membuat Nara jadi takut. Dia tahu suaminya itu masih sangat kelelahan sekarang.

"Ini bayimu yang minta kok kurang kerjaan sih?" cicitnya.

Doyoung menggaruk kasar rambutnya seolah frustasi. Benar-benar merepotkan.

"Maaf. Yaudah aku cari ya sekarang? Kamu mau ikut nggak?" tanya Doyoung.

"Hehehe akhirnya." Nara terkekeh malu. "Mau, sayang."

"Ambil jaket sana. Aku cuci muka bentar." Doyoung meregangkan tubuhnya kemudian berjalan menuju kamar mandi. Sementara Nara ia turun dari ranjangnya juga untuk mengerjakan yang sang suami perintahkan. Dua buah hoodie abu-abu sudah berada di tangannya, ia merapikan rambutnya yang lumayan acak-acakan.

Nara berjalan ke arah kamar mandi menghampiri Doyoung. Sesekali ia terlihat meringis kesakitan kala bayinya semakin intens menendang dinding perutnya.

"Yang, udah belum?" rengek Nara.

Tak lama pintu kamar mandi terbuka. Menampilkan Doyoung yang wajahnya basah kuyup. Justru itu semakin menambah ketampanan seorang Kim Doyoung.

"Iya Dek kita pergi sekarang ya. Jangan nakal di dalem dong kasihan tuh Bunda udah mau nangis kalo kamu tendangin mulu kayak gini." Doyoung mencoba berkomunikasi pada anaknya di atas perut Nara yang ia elus lembut sekarang. Tak bisa dipungkiri akan menjadi seorang ayah adalah momen yang sangat ia tunggu-tunggu.

Fierce Prince✔  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang