56

1.1K 149 24
                                    

Nara tersenyum tipis melihat wajah Juno yang tidur pulas di atas pahanya. Beberapa kali Nara tampak menyeka air matanya yang terjatuh membasahi pipinya tanpa ia pinta. Perempuan itu tak sanggup jika suatu saat akan berpisah dengan anak laki-lakinya itu. Karena walaupun Juno tidak terlahir dari rahimnya, tetapi Nara sudah menganggap bocah empat tahun itu selayaknya anak kandung. Dia menyayangi Juno tulus sekali.

Terdengar suara pintu kamar mandi dibuka dari dalam dan muncullah sosok Doyoung yang berjalan menuju ranjangnya sambil sibuk mengenakan kaus rumahannya. Pria itu baru saja selesai mandi. Saat melihat sang istri yang diam termenung di tempatnya jujur hati Doyoung pedih. Dia tidak sanggup jika Nara bersedih seperti itu.

"Bun kamu ikut tidur aja Juno udah tidur kok itu," ucapnya saat sudah duduk di bibir tempat tidur.

Tidak ada sahutan dari Nara. Dia masih tetap pada kegiatannya, fokus mengelus rambut anak laki-lakinya seakan agar tidurnya tetap tenang saat di pengawasannya.

"Sayang?" panggil Doyoung sekali lagi. Sama saja, Nara masih diam bergeming. Doyoung naik ke atas tempat tidur. Di tempat tidur itu hanya mereka bertiga, kebetulan Naya ada di rumah neneknya. Doyoung mengguncang pipi sang istri sambil memanggil namanya. "Nara!"

Seketika lamunan Nara membuyar. Ia kaget saat mengetahui suaminya sudah ada di hadapannya.

"Y-ya?" Bibirnya bahkan kelu untuk berkata. Nara terlalu memikirkan bagaimana dia yang tidak akan sanggup jauh dari Juno. Padahal Juno bukanlah anak yang ia kandung dan lahirkan.

Doyoung menghela nafas kasar. "Kamu ini kenapa sih? Kamu gak boleh banyak pikiran lho Yang, kamu kan lagi hamil."

Nara menggigit bibir bawahnya, dia menyandarkan punggungnya di kepala tempat tidur. Tangannya refleks mengelus perutnya yang masih rata. Ada kehidupan lain di sana sekarang.

"Bentar lagi Naya sama Juno udah mau punya adik tapi Junonya udah harus pergi. Aku gak mau," keluh Nara pada Doyoung. Matanya bahkan sudah berkaca-kaca saat ini.

Doyoung menangkap puncak kepala Nara guna ingin mengelusnya secara searah dan itu sudah pasti penuh kasih sayang. "Sabar ya, Bunda. Walaupun Juno gak bisa selamanya ada di sini tapi dia kan masih bisa sesekali dateng ke sini main bareng sama kita kayak biasanya. Ya kan?"

Nara menggeleng. "Pasti Juno gakkan lagi dikasih main ke sini Mas kalo dia udah balik sama orang tuanya. Mas, aku gak mau pisah dari Juno!"

Nara merengek. Seakan-akan memang benar tak ingin sang anak laki-lakinya pergi dari sisinya. Bahkan sedari tadi tangan Nara tak lepas memegang tangan Juno yang sedang tidur.

Doyoung bangkit dari duduknya. Dia jalan menuju hadapan sang istri. Doyoung menarik Nara masuk ke dalam pelukannya.

"Udah gak papa nangis aja dulu!" pintanya.

Tangis Nara sontak meluruh bebas di dalam pelukan Doyoung, wanita itu menyandarkan kepalanya di depan perut suaminya. Doyoung hanya ingin Nara menenangkan dirinya saat ini.

"Sayang, dari dulu, pas waktu Juno lahir itu kita emang cuma dititipin aja. Juno gak bisa selamanya bareng kita. Dia punya keluarga sendiri. Aku yakin kok Sejeong dan Mingyu sayang banget sama Juno. Mereka pasti bisa jadi orang tua yang baik dan penyayang. Mereka berhak mengambil Juno kapan saja. Gini deh aku tanya, dulu yang bersedia Mingyu amanahin Juno ini siapa? Aku atau kamu?" kata Doyoung.

Nara menyeka air matanya, tatapannya dalam menatap manik sang suami.

"Aku," jawab Nara.

"Nah kamu udah harus terima dong konsekuensinya kalo semisal Juno balik ke Mamah atau Papahnya kapan aja. Iya kan?" tanya Doyoung lagi dan Nara mengangguk polos.

Fierce Prince✔  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang