Seharusnya sekarang Arlington sudah berada di perusahaannya, berhadapan dengan laporan-laporan yang diberikan Savannah atau menandatangani tumpukan kertas yang membutuhkan persetujuannya. Savannah bahkan sudah menelponnya sebanyak enam kali, menanyakan keberadaan Arlington.
Arlington sudah mengenakan pakaian formal yang rapi lengkap dengan dasi tetapi sejak pagi Abbey selalu menahannya untuk tidak pergi. Istrinya itu bergelayut manja pada lengannya, tak tanggung ketika Arlington diam-diam akan pergi maka Abbey akan melompat ke tubuh Arlington dan mengalungkan kedua kakinya.
Pria itu tidak marah atau kesal dengan perlakuan istrinya. Ia sangat gemas.
"Aku harus pergi bekerja, Abbey..." terang Arlington dengan lembut sambil menepuk puncak kepala Abbey. "Pakai bajumu, bukannya hari ini kamu ada acara fashion show? James akan menunggu."
"Arlington tidak boleh pergi!"
Arlington tertawa ketika melihat raut wajah Abbey yang sengaja dibuat tampak sedih. "Kalau begitu kamu ikut aku ke kantor?"
"Tidak bisa... James akan marah karena aku merusak jadwalku." Seperkian detik selanjutnya tawa Arlington pecah karena Abbey menangis.
Arlington bahkan tidak mengatakan apa pun yang membuat perempuan itu menangis. "Hey, kenapa kamu menangis?"
"Kamu marah..."
"Tidak, tidak," Arlington langsung berjongkok agar menyamai tinggi Abbey, lalu memeluknya. "Aku tidak marah."
Arlington kira Abbey hanya bercanda, ternyata perempuan itu benar-benar menangis. Arlington sangat ingin tertawa tetapi ia takut Abbey semakin menangis.
"Listen, aku akan pergi bekerja, lalu nanti aku akan menyempatkan waktu untuk datang ke acaramu, bagaimana?" Tak mendapat jawaban dari Abbey membuat Arlington memikirkan cara lain—yaitu mengeluarkan ponselnya. "Kamu bisa menghubungiku kapan saja atau jika kamu sangat sangat sangat merindukanku, lakukan panggilan video."
"Bagaimana jika kamu sedang ada rapat?"
"Aku tetap akan mengangkatnya."
Terkutuklah Arlington untuk janji yang ia buat tadi pagi karena Abbey benar-benar melakukan panggilan video ketika rapat sedang berlangsung.
"Apa kamu sedang rapat?" tanya Abbey dari sebrang sana, tampak perempuan itu sedang berada di dalam mobil. Meski Abbey sudah tau jawabannya karena perempuan itu sudah lebih dulu bertanya melalui chat.
"Ya." Arlington berdehem kecil mengusir kecanggungan. Pria itu selalu mengharuskan semua karyawannya untuk mematikan ponsel ketika rapat sedang berlangsung. Tetapi hari ini lihatlah? Arlington yakin, jika dia bukan atasan di perusahaannya, mungkin semua karyawan yang ada di dalam ruang rapat akan langsung mencibirnya habis-habisan.
Ruang rapat menjadi hening. Beberapa menunduk menahan tawa begitu mendengar suara Abbey, beberapa langsung memalingkan wajah mereka. Tidak ada yang berani menegur Arlington termasuk Savannah atau Ladwyn.
Ketika Arlington akan permisi untuk keluar, Abbey nyaris berteriak untuk menahannya. "Jangan keluar! Aku hanya menghubungimu sebentar, apa aku mengganggu?"
Wajah Arlington memerah ketika mendengar tawa Ladwyn. Jangan salahkan Ladwyn, ia sudah berusaha untuk menahannya.
"Tidak, kamu tidak pernah menganggu," jawab Arlington terdengar seperti penurut. "Setelah rapat selesai aku akan langsung menemuimu."
"Hubby," semua mata menatap Arlington termasuk Ladwyn ketika mendengar panggilan Abbey untuk Arlington, "Arahkan ponselmu kepada mereka semua."

KAMU SEDANG MEMBACA
Reasons
Romance[COMPLETED] Tak pernah terlibat skandal bersama perempuan merupakan reputasi besar yang Arlington pegang hingga sekarang. Kehidupannya yang tampak sempurna sukses membuat Abbey rela menyerahkan diri secara sukarela kepadanya. Arlington pun berhasil...